Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kaidah Bahasa Dan Variasi Warna Kebahasaan

Pertama perlu dijelaskan bahwa kaidah kebahasaan yang kita pakai kini pada awal mulanya yakni hasil dari sederetan penelitian di dalam bidang bahasa. Selain merupakan hasil penelitian, aturan-aturan kebahasaan juga merupakan hasil pemikiran begawan lingkungan yang dalam kesehariannya bergelut dengan bahasa secara amat mendalam. Ketika hasil temuan peneliti dan hasil pemikiran para begawan linguistik diformalisasikan menjadi pemikiran resmi, jadilah kaidah2 kebahasaan tersebut dianggap sebagai ketentuan2 mengikat yang sifatnya mengatur. Maka, aturan2 kebahasaan tersebut kemudian berlaku mengikta, sehingga perlu disepakati bersama setiap warga masyarakat bahasa bersangkutan. Kaprikornus sebagai sosok pedoman, kaidah2 kebahasaan tidak pertama-tama dimaksudkan sebagai aparatus penyeragaman. Lebih dari itu, kaidah2 kebahasaan diciptakan untuk digunakan sebagai dasar pola dalam mengaplikasikan dan mengembangkna bahasa. Temuan kaidah kebahasaan juga digunakan sebagai pijakan melangkah lebih lanjut dalam memubat penemuan kebahasaan lanjutan.

Berkaitan akrab dengan ini, tidaklah gila kalau pada zaman dahulu orang2 dari daratan Eropa yang tiba ke Indonesia demi misi religi mereka terlebih dahulu mempelajari dan meneliti bahasa dari masyarakat kita. Tidak gila pula bila kemudain para pakar bahasa bahasa tempat yang tersebar di banyak sekali wilayah Nusantara itu justru ditempati oleh mereka yang datan g dari negara Eropa itu. Derap langkah linguistik kita juga terbutki banyak diawali oleh para pakar yang berasal dari negeri seberang itu, bukan didominasi oleh putra tempat kita sendiri meskopun mereka sudah usang memakai bahasa mereka dalam hidup keseharian. Setelah diformalisasikan, kaidah kebahasaan digunakan sebagai dasar pola bagi pemakaian bahasa di dalam keseharian sesuai dengan ranah kebahasaan yang sasarannya telah ditentukan. Bagi sejumlah pakar, temuan temuan yang dibakukan tersebut sanggup digunakan sebagai dasar untuk melangkah menciptakan temuan linguistik lanjutan. Jadi, jelas, kaidah kebahasaan itu semuanya disusun awalnya bukan untuk tujuan uniformasi atau penyeragaman. 

Terlebih lagi, penyeragaman dalam pengertian penghindaran terhadap fakta keanekaragaman bahasa dengan aneka macam latar belakang sosiokuluralnya. Ketika temuan kaidah kebahasaan diformalisasikan, tidak dengan serta merta bidang yang belum dibakukan itu semuanya ditendang untuk disingkirkan. Secara sosiolinguistik, ragam bahasa selain variasi yang dibakukan, tetap saja dibiarkan terus digunakan dan dipersilahkan berkembang dalam lingkup hidupnya sendiri secara masuk akal proporsional. Bertautan dnegna fakta kebahasaan ini, lihatlah perkembangan pemakaian bahasa gaul, keberadaan bahasa anak remaja, dialek daerah, dialek profesi, juga idiolek khas yang dimiliki seseorang, semuanya tetap dibiarkan hidup dan bebas berkembang dalam lingkup hidup dan wadahnya sendiri. Terlebih lagi, bila para pengguna bahasa sepenuhnya telah menyadari bahwa mereka tidak akan menciptakan pencampuradukan di dalam praktik kebahasaan.

 yang kita pakai kini pada awal mulanya yakni hasil dari sederetan penelitian di dala Kaidah Bahasa dan Variasi Warna Kebahasaan
Terakhir, sangatlah benar bila dikatakan bahwa warna bahasa dan cara cara berbahasa dari seseorang akan sanggup menunjukakkan langsung orang yang bersangkutan. Bahkan, tidak hanya sebatas itu saja, warna bahasa dan cara berbahasa seseorang juga akan menunjukkan identitas atau jati dirinya secara sempurna dan sulit tersangkalkan. Dengan perkataan lain, idiolek yang dimiliki orang tertentu niscaya akan menunjukkan siapakah bekerjsama identitas si pemilik variasi atau ragam bahasa itu. Memang, kaidah kebahasaan sanggup saja diberlakukan secara sama dan seragam, tetapi warna bahasa dan cara berbahasa dari seseorang tetap tidak akan sanggup dipaksakan untuk selalu dianggap sama dan seragam. Kaprikornus seusungguhnya idiolek yang dimiliki seseorang selalu akan berlainan. Fakta kebahasaan demikian ini juga sekaligus menunjukkan abjad dan langsung seseorang niscaya sangat variatif dan beragam. Orang yang suka beramah tamah, contohnya saja, akan terang kelihatan dari kekhasan warna bahasa dan idioleknya yang juga akan menunjukkan keramahan. 

Sebaliknya, orang yang suka mara murka akan kelihatan sangat terang dari idioleknya yang menghisyaratkan nuansa ketegangan dan aroma kekauan. Bahkan, sangat dimungkinkan pula, aroma kekakuan dan ketegangan itu akan mencuat di dalam bentuk yang sanggup membangkitkan kemarahan sekaligus ketakutan. Tingkat kesopanan atau kesantunan berbahasa dari seseorang juga sanggup diketahui dari warna bahasa dan cra berbahasa orang yang bersangkutan. Sosok idiolek memang pada hakikatnya sanggup digunakan sebagai indikator penentu abjad kebahasaan sekaligus sebagi citra kepribadian seesorang.

Sumber http://www.satubahasa.com

Post a Comment for "Kaidah Bahasa Dan Variasi Warna Kebahasaan"