Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bagaimana Pelaksanaan Demokrasi Di Era Orde Lama?

 Masa Demokrasi Parlementer/Liberal Masa antara tahun 1950 – 1959 diwarnai dengan suasana dan semangat yang ultra-demokratis. Kabinet dalam pemerintahan berubah ke sistem parlementer, sedangkan Soekarno dan Hatta dijadikan simbol dengan kedudukan sebagai kepala negara. Demokrasi yang dipakai pada waktu itu ialah demokrasi parlementer atau liberal. Adapun undang-undang dasar yang dipergunakan pada waktu itu ialah UUDS 1950. Teknik kerja sistem pemerintahan parlementer di Indonesia pada waktu itu ialah sebagai diberikut.

1) Kekuasaan legislatif dijalankan oleh DPR, yang dibuat melalui pemilu
multipartai. Partai politik yang menguasai secara umum dikuasai dingklik DPR
membentuk kabinet sebagai penyelenggara pemerintahan negara.
2) Kekuasaan direktur dijalankan oleh kabinet/dewan menteri, yang dipimpin oleh seorang
    perdana menteri. Kabinet dibuat dan bertanggungjawaban kepada DPR.
3) Presiden spesialuntuk berperan sebagai kepala negara, bukan kepala pemerintahan. Adapun
    kepala pemerintahan dijabat oleh perdana menteri.
4) Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh tubuh pengadilan yang bebas.
5) Jika dewan perwakilan rakyat menilai kinerja menteri/beberapa menteri/kabinet kurang atau bahkan tidak baik,
    dewan perwakilan rakyat sanggup memdiberi mosi tidak percaya kepada seseorang atau beberapa menteri atau
    bahkan kabinet secara keseluruhan. Jika didiberi mosi tidak percaya, menteri, para menteri,
    atau kabinet itu harus mengundurkan diri/membubarkan diri.
6) Jika kabinet bubar, presiden akan menunjuk formatur kabinet untuk menyusun kabinet
    baru.
7) Jika dewan perwakilan rakyat mengajukan mosi tidak percaya lagi kepada kabinet yang gres itu, maka
     dewan perwakilan rakyat dibubarkan dan diadakan pemilihan umum.

Dalam praktiknya, pelaksanaan demokrasi parlementer/liberal ini mengakibatkan ketidakstabilan politik lantaran sering berganti-gantinya kabinet/ dewan menteri. Oleh lantaran itu timbul beberapa dampak negatif selama Indonesia memakai demokrasi parlementer, yaitu di antaranya sebagai diberikut.
1) Usia (masa kerja) rata-rata kabinet yang pendek mengakibatkan banyak kebijakan
    pemerintahan jangka panjang tidak sanggup terlaksana. Pada masa itu sudah terjadi tujuh
    kali pembentukan kabinet baru. Jadi, usia kerja rata-rata tiap kabinet pada waktu itu kurang
    lebih spesialuntuk satu tahun.
2) Terjadi ketidakserasian hubungan dalam tubuh angkatan bersenjata setelah terjadinya peristiwa
    17 Oktober 1952. Anggota ABRI mulai terbelah dua, di satu sisi memihak Wilopo, di sisi lain
    ada yang memihak Presiden Soekarno. Hal inilah yang mengancam persatuan dan
    kesatuan bangsa.
3) Terjadi perdebatan terbuka antara Isa Anshary (tokoh Masyumi) dengan Presiden
     Soekarno terkena penggantian Pancasila dengan dasar negara yang lebih Islami,
     sehingga mengganggu konsensus ihwal tujuan-tujuan negara. Sesudah insiden tersebut
     timbul kesan bahwa terjadi ketegangan antara umat Islam dengan penguasa.
4) Kebijakan beberapa menteri yang lebih mementingkan partai/golongannya sendiri
    sering mengakibatkan kerugian perekonomian secara nasional. Selain itu, jabatan
    pemerintahan sudah menjadi ajang rebutan imbas bagi partai-partai yang berkuasa.
    Oleh karenanya, pada masa tersebut pergantian pejabat pemerintahan sering terjadi
    bukan dikarenakan atas dasar prestasi kerja atau kebutuhan, melainkan atas dasar
    pertimbangan memenuhi kepentingan partai politik yang sedang berkuasa.

5) Beberapa kelompok melaksanakan pemberontakan terhadap negara, misalnya, PRRI dan
    Permesta, sehingga mengakibatkan problem gres bagi pemerintahan.
Namun demikian, masa demokrasi parlementer yang dianut bangsa Indonesia pada waktu itu tidak spesialuntuk mempunyai dampak negatif semata. Menurut Herbert Feith, pada masa itu juga mempunyai dampak positif, baik dari segi harapan negara hukum, negara demokrasi, maupun negara republik yang bertujuan menyejahterakan rakyat. Hal-hal aktual yang diungkapkan oleh Feith antara lain sebagai diberikut.
1) Badan-badan pengadilan mempunyai kebebasan dalam menjalankan fungsinya, termasuk
    dalam menangani kasus-kasus yang menyangkut para menteri, petinggi militer, maupun
    pemimpin partai.
2) Pemerintah dianggap berhasil dalam melaksanakan aktivitas di bidang pendidikan,
    peningkatan produksi, ekspor, ataupun dalam hal mengendalikan inflasi.

3) Pemerintah dan rakyat Indonesia pada waktu itu mendapat apresiasi yang baik dari
    dunia internasional lantaran berpartisipasi dalam memimpin gerakan Non-Blok. Hal ini
   ditunjukkan oleh bangsa Indonesia ketika menggelar Konferensi  Asia-Afrika (KAA)
    di Bandung pada bulan April 1955.
4) Banyak permasalahan sanggup diselesaikan dengan baik oleh dewan perwakilan rakyat dan pemerintah.
5) Peningkatan status sosial di kalangan masyarakat lantaran pesatnya jumlah pertumbuhan
    sekolah-sekolah.
6) Antarumat beragama jarang terjadi ukiran atau ketegangan.
7) Kaum Tionghoa mendapat dukungan dari pemerintah.
8) Pers mendapat kebebasan dalam menyuarakan aspirasi masyarakat.


Sumber https://kumpulantugasekol.blogspot.com

Post a Comment for "Bagaimana Pelaksanaan Demokrasi Di Era Orde Lama?"