Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kondisi Jatuh Bangunnya Pemerintah Ri Sehabis Lengsernya Presiden Soeharto

Pemilihan umum dilaksanakan pada 7 Juni 1999. Dari seratus lebih partai politik yang terdaftar, spesialuntuk 48 partai politik yang ditetapkan memenuhi persyaratan untuk mengikuti pemilihan umum. Lima besar hasil Pemilu yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan), Partai Golongan Karya (Partai Golkar), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN) dan sekaligus ialah lima penyusunan keanggotaan MPR yang menempatkan Amin Rais sebagai Ketua MPR dan Akbar Tanjung sebagai Ketua dewan perwakilan rakyat RI. 

Sidang Umum MPR pada tanggal 19 Oktober 1999 menolak laporan pertanggungjawabanan Presiden B.J. Habibie yang disampaikan pada tanggal 16 Oktober 1999. 

 Dari seratus lebih partai politik yang terdaftar Kondisi Jatuh Bangunnya Pemerintah RI Sesudah Lengsernya Presiden Soeharto

Faktor penting yang menjadikan ditolaknya laporan pertanggungjawabanan Presiden B.J. Habibie yaitu patut diduga bahwa presiden menguraikan indikator pertumbuhan ekonomi yang tidak akurat dan manipulatif. 

Sidang Umum MPR juga berhasil mengambil keputusan menentukan dan memutuskan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden RI masa bakti 1999–2004. 

Presiden K.H. Abdurrahman Wahid dalam menjalankan pemerintahan didampingi Wapres Megawati Sukarnoputri. 

Sidang Umum MPR sehabis berhasil memutuskan Presiden dan Wapres RI juga berhasil membuat sembilan ketetapan dan untuk kali pertama melaksanakan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945. 

Presiden Abdurrahman Wahid menjalankan pemerintahan dengan membentuk kabinet yang disebut Kabinet Persatuan Nasional. 

Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid berjasa dalam membuka kran kebebasan beropini dalam rangka demokrasi di Indonesia. 

Rakyat didiberi kebebasan seluas-luasnya untuk beropini hingga balasannya terjadi kebingungan dan kebimbangan terkena benar dan tidaknya suatu hal. 

Pemerintah sendiri juga tidak pernah tegas dalam mempersembahkan pernyataan terhadap suatu masalah. Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid secara umum belum bisa melepaskan bangsa Indonesia keluar dari krisis yang dialaminya. 

Fakta yang ada justru mengatakan makin banyak terjadi pengangguran, naiknya harga-harga, dan bertambahnya jumlah penduduk yang berada di garis kemiskinan. 

Disintegrasi bangsa juga makin meluas meskipun sudah diusahakan penyelesaian, contohnya pergantian nama Irian Jaya menjadi Papua. 

Perperihalan dewan perwakilan rakyat dengan forum kepresidenan juga makin transparan. Banyak sekali teguran dewan perwakilan rakyat yang tidak pernah diindahkan Presiden Abdurrahman Wahid. 

Puncak perperihalan itu muncul dalam persoalan yang dikenal sebagai Bruneigate dan Buloggate. Kasus Buloggate menjadikan forum dewan perwakilan rakyat mengeluarkan teguran keras kepada presiden dalam bentuk memorandum I hingga II. 

Intinya supaya presiden kembali bekerja sesuai GBHN yang sudah diamanatkan. Presiden Abdurrahman Wahid tidak mengindahkan peringatan dewan perwakilan rakyat tersebut. 

dewan perwakilan rakyat balasannya bertindak meminta MPR menggelar sidang istimewa untuk meminta pertanggungjawabanan kinerja presiden. 

Presiden berusaha menuntaskan persoalan laporan pertanggungjawabanan dengan kompromi politik. Namun, upaya itu tidak menerima sambutan positif lima dari enam partai politik pemenang Pemilu 1999, yaitu PDI Perjuangan, Partai Golkar, PPP, PAN, dan Partai Bulan Bintang. 

Partai Kebangkitan Bangsa sebagai basis politik K.H. Abdurrahman Wahid terperinci mendukung langkah-langkahnya. 

Sikap MPR untuk menggelar sidang istimewa makin tegas sehabis presiden secara sepihak melantik pemangku sementara jabatan Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal (Pol) Chaerudin Ismail menggantikan Kapolri Jenderal Suroyo Bimantoro yang sudah dinonaktifkan sebab berseberangan pendapat dengan presiden. 

Padahal sesuai hukum yang berlaku pengangkatan jabatan setingkat Kapolri meskipun itu hak prerogatif presiden harus tetap berkoordinasi dengan DPR. 

Presiden sendiri dalam menanggapi planning sidang istimewa berusaha mencari kompromi politik yang sama-sama menguntungkan. 

Namun, kalau hingga tanggal 31 Juli 1998 kompromi ini tidak didapatkan, presiden akan menyatakan negara dalam keadaan bahaya. 

MPR berencana menggelar sidang istimewa mulai tanggal 21 Juli 2001. Presiden direncanakan akan mempersembahkan laporan pertanggungjawabanannya pada tanggal 23 Juli 2003. 

Namun, presiden menolak planning tersebut dan menyatakan Sidang Istimewa MPR tidak sah dan ilegal. Di lain pihak, beberapa pimpinan partai politik lima besar pemenang pemilu minus PKB mulai mendekati dan mendorong Wapres Megawati Sukarnoputri untuk maju menjadi presiden. 

Melihat perkembangan politik yang tidak menguntungkan tersebut, Presiden K.H. Abdurrahman Wahid menengarai adanya persekongkolan untuk menjatuhkan dirinya sebagai presiden. 

Oleh sebab itu, presiden segera bertindak meskipun tidak menerima sumbangan penuh dari kabinetnya untuk mengeluarkan Dekret Presiden pada tanggal 23 Juli 2001 pukul 1.10 WIB dini hari. Dekret Presiden 23 Juli 2001 pada pada dasarnya meliputi hal sebagai diberikut:
  1. membekukan MPR dan dewan perwakilan rakyat RI;
  2. mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan-badan yang diharapkan untuk menyelenggarakan pemilihan umum dalam waktu satu tahun;
  3. menyelamatkan gerakan reformasi total dari kendala unsur-unsur orde gres dengan membekukan Partai Golkar sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung.

Bangsa Indonesia menanggapi Dekret Presiden itu dengan penuh kebimbangan. MPR pada tanggal 23 Juli 2001 pukul 8.00 WIB, balasannya bersikap bahwa dekret tidak sah dan presiden jelas-jelas sudah melanggar haluan negara yang diembannya. 

Pernyataan MPR didukung oleh anutan Mahkamah Agung yang pribadi dibacakan pada Sidang Istimewa MPR itu. 

Sidang Istimewa MPR terus berjalan meskipun PKB dan PDKB menyatakan walk out dan tidak bertanggung jawaban atas hasil apapun dari Sidang Istimewa MPR. 

Fraksi-fraksi MPR yang ada balasannya oke memberhentikan K.H. Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI dan memutuskan Megawati Sukarnoputri sebagai Presiden RI. 

Keputusan memutuskan Megawati Sukarnoputri sebagai presiden dituangkan dalam Tap. MPR No. III/MPR/2001. 

Masa jabatan terhitung semenjak dilantik hingga tahun 2004 atau melanjutkan sisa masa pemerintahan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid. Hamzah Haz terpilih Wapres RI. 

Presiden Megawati Sukarnoputri menjalankan pemerintahan dengan membentuk kabinet yang didiberi nama Kabinet Gotong Royong. 

Komposisi kabinet ini diputuskan pada tanggal 9 Agustus 2001. Persoalan berat yang dihadapi bangsa Indonesia sudah menghadang Presiden Megawati dan kabinetnya untuk diselesaikan secepatnya.

Zaman reformasi sebayak 48 partai politik, yaitu :

1. PIB : Partai Indonesia Baru
2. KRISNA : Partai Nasrani Indonesia
3. PNI : Partai Nasonal Indonesia
4. PADI : Partai Aliansi Demokrat Indonesia
5. KAMI : Partai Kebangitan Muslim Indonesia
6. PUI : Partai Umat Islam
7. PKU : Partai Kebangkitan Umat
8. Masyumi Baru
9. PPP : Partai Persatuan Indonesia
10. PSII : Partai Syariat Islam Indonesia
11. PDI Perjuangan
12. PAY : Partai Abu Yatama
13. PKM : Partai Kebangsaan Merdeka
14. PDKB : Partai Demokrasi Kasih Bangsa
15. PAN : Partai Amanat Nasional
16. PRD : Partai Rakyat Demokrasi
17. PSII : Partai Syarikat Islam Indonesia 1905
18. PKRD : Partai Keadilan Rakyat Demokrasi
19. PILAR : Partai Pilihan Rakyat
20. PARI : Partai Rakyat Indonesia
21. MASYUMI
22. PBB : Partai Bulan Bintang
23. PSP : Partai Solidaritas Pekerja
24. PK : Partai Keadilan
25. PNU : Partai Nahdatul Umat
26. PNI Front Marhenis
27. IPKI : Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
28. Partai Republik
29. PID : Partai Islam Demokrat
30. PNI Massa Marhenis
31. MURBA : Partai Musyawarah Rakyat
32. PDI : Partai Demokrasi Indonesia
33. Golkar : Golongan Karya
34. PP : Partai Persatuan
35. PKB : Partai Kebangkitan Bangsa
36. PUDI : Partai Uni Demokrasi Indonesia
37. PBN : Partai Buruh Nasional
38. MKGR : Partai Musyawarah Gotong Royong
39. PDR : Partai Daulat Rakyat
40. Partai Cinta Damai
41. PKP : Partai Keadilan dan Persatuan
42. PSPSI : Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia
43. PNBI : Partai Nasional Bangsa Indonesia
44. PBI : Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia
45. SUNI : Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia
46. PND : Partai Nasional Demokrat
47. PUMI : Partai Umat Muslimin Indonesia
48. PPI : Partai Pekerja Indonesia

Sumber http://www.kuttabku.com

Post a Comment for "Kondisi Jatuh Bangunnya Pemerintah Ri Sehabis Lengsernya Presiden Soeharto"