Jelaskan Faktor-Faktor Yang Kuat Dalam Pembentukan Kepribadi?
Faktor-faktor yang Berpengaruh dalam Pembentukan Kepribadian Pembentukan kepribadian seseorang berlangsung dalam suatu proses yang disebut dengan sosialisasi, yaitu suatu proses dengan mana seseorang menghayati (mendarah-dagingkan-internalize) norma-norma kelompok dimana ia hidup sehingga muncullah dirinya yang “unik”. Faktor-faktor yang kuat dalam pembentukan kepribadian sebagai proses sosialisasi mencakup beberapa aspek: warisan biologis, lingkungan fisik, kebudayaan, pengalaman kelompok, dan pengalaman unik
a. Warisan Biologis
Semua insan yang normal dan sehat mempunyai persamaan biologis tertentu, ibarat mempunyai dua tangan, panca indera, kelenjar seks, dan otak yang rumit. Persamaan biologis ini memmenolong membuktikan beberapa persamaan dalam kepribadian dan sikap tiruana orang. Setiap warisan biologis seserang juga bersifat unik, yang berarti, bahwa tidak seorang pun (kecuali anak kembar) yang mempunyai karakteristik fisik yang hampir sama. Beberapa orang percaya bahwa kepribadian seseorang tidak lebih dari sekedar penampilan warisan biologisnya. Karakteristik kepribadian ibarat ketekunan, ambisi, kejujuran, kriminalitas, kelainan seksual, dan ciri yang lain dianggap timbul dari kecenderungan-kecenderungan turunan Bahkan ada yang beranggapan, melalui tampilan fisik sanggup diketahui bagaimana kepribadian orang tersebut. misal dalam hal ini sanggup dilihat dalam buku-buku primbon Jawa, mulai dari fisik, rambut, kulit, bentuk muka, hingga tahi lalat. Dewasa ini tidak banyak lagi yang masih mempercayai anggapan ini. Pandangan kini ini menyatakan bahwa kepribadian seseorang dibuat oleh pengalaman. Sebenarnya perbedaan individual dalam kemampuan, prestasi, dan sikap hampir tiruananya berafiliasi dengan lingkungan, dan bahwa perbedaan individu dalam warisan biologis tidak begitu penting (Whimby, 1975). Fenomena kontradiktif ini, antara "bawaan dan asuhan", berlangsung cukup lama, dan masing-masing mempunyai penganut yang cukup besar. Suatu penelitian terhadap 2.500 anak kembar siswa SLTA ialah salah satu langkah untuk mencari derajat kebenaran dari masing-masing anggapan dikemukakan oleh Nichols (1977), akhirnya menyimpulkan bahwa hampir setengah variasi di antara orang-orang dalam spektrum ciri-ciri psikologis yang luas yaitu akhir dari perbedaan karakteristik genetis, sedangkan setengahnya lagi yaitu akhir lingkungan. Penelitian lain dilaksanakan Medico-genetical Institute di Moskow, yang memisahkan seribu pasangan anak kembar ketika masih bayi dan menempatkan mereka dalam lingkungan yang terkendali untuk diamati selama 2 tahun. Hasilnya mendukung dengan terperinci suatu dasar keturunan dalam beberapa ciri, termasuk perbedaan kecerdasan. (Hardin, 1959, dalam Horton, 1993).
b. Lingkungan Fisik
Sorokin (1928) menyimpulkan teori beratus-ratus penulis dari Conficius, Aristoteles, dan Hipocrates hingga kepada mahir geografi Ellsworth Huntington, yang menekankan bahwa perbedaan sikap kelompok terutama disebabkan oleh perbedaan iklim, topografi, dan sumber alam. Teori tersebut sesuai benar dengan kerangka etnosentris (pandangan yang menyatakan anggota tubuh kita lebih baik dibandingkan dengan lainnya, lantaran geografi mempersembahkan keterangan yang cukup baik dan terperinci adil terhadap kebajikan nasional dan sifatsifat jelek orang lain. Pada umumnya diakui bahwa lingkungan fisik mensugesti kepribadian. Bangsa Athabascans mempunyai kepribadian yang mayoritas yang menyebabkan mereka sanggup bertahan hidup dalam iklim yang lebih hambar daripada tempat Arctic (Boyer, 1974). Orang pedalaman Australia harus berjuang dengan gigih untuk tetap hidup, padahal bangsa Samoa spesialuntuk memerlukan sedikit waktu setiap harinya untuk mendapatkan lebih banyak masakan daripada yang bisa mereka makan. Malah kini beberapa tempat spesialuntuk sanggup menolong sebagian kecil penduduk yang tersebar sangat jarang, dan kepadatan penduduk mensugesti kepribadian. Suku Ik dari Uganda sedang mengalami kelaparan secara perlahan, lantaran hilangnya tanah tempat perburuan tradisional, dan berdasarkan Turnbull (1973) mereka menjadi sekelompok orang yang paling tamak, paling rakus di dunia; sama sekali tidak mempunyai keramahan, tidak suka menolong atau tidak mempunyai rasa kasihan, malah merebut masakan dari verbal anak mereka dalam usaha mempertahankan hidup. Suku Quolla dari Peru digambarkan oleh Trotter (1973) sebagai sekelompok orang yang paling keras di dunia, dan ia menghubungkan hal ini dengan hipoglikemia (menurunnya kandungan glukosa darah) yang timbul lantaran belum sempurnanya makanan. Jelaslah bahwa lingkungan fisik mensugesti kepribadian dan perilaku. Namun, dari lima faktor tersebut di atas, lingkungan fisik me25 rupakan faktor yang paling tidak penting, jauh kurang pentingnya dari faktor kebudayaan, pengalaman kelompok, atau pengalaman unik.
c. Kebudayaan
Beberapa pengalaman umum bagi seluruh kebudayaan, dimana bayi dipelihara atau didiberi makan oleh orang yang lebih tua, hidup dalam kelompok, berguru berkomunikasi melalui bahasa, mengalami eksekusi dan mendapatkan imbalan/pujian dan semacamnya, serta mengalami pengalaman lain yang umum dialami oleh jenis manusia. Setiap masyarakat bergotong-royong mempersembahkan pengalaman tertentu yang tidak didiberikan oleh masyarakat lain kepada anggotanya. Dari pengalaman sosial yang bergotong-royong yang umum bagi seluruh anggota masyarakat tertentu, timbullah konfigurasi kepribadian yang khas dari anggota masyarakat tersebut. DuBois (1944) menyebutnya sebagai "modal personality" (diambil dari istilah statistis "mode" yang mengacu pada suatu nilai yang paling sering timbul dalam banyak sekali seri). beberapa segi dari kebudayaan yang mensugesti proses perkembangan kepribadian, yaitu norma-norma kebudayaan masyarakat dan proses sosialisasi diri (Horton, 1993). Norma-norma kebudayaan yang ada dalam lingkungan masyarakat mengikat insan semenjak ketika kelahirannya. Seorang anak diperlakukan dalam cara-cara yang membentuk kepribadian. Setiap kebudayaan menyediakan seperangkat efek umum, yang sangat tidak sama dari masyarakat ke masyarakat. Linton (1985) menyampaikan bahwa setiap kebudayaan menekankan serangkaian efek umum terhadap individu yang tumbuh di bawah kebudayaan masyarakat. Pengaruh-pengaruh ini tidak sama dari satu kebudayaan ke kebudayaan lain, tetapi tiruananya ialah denominator pengalaman bagi setiap orang yang termasuk ke dalam masyarakat tersebut.
d. Pengalaman Kelompok
Pada awal kehidupan insan tidak ditemukan apa yang disebut diri. Terdapat organisme fisik, tetapi tidak ada rasa pribadi. Kemudian bayi mencoba mencicipi batas-batas tubuhnya, mereka mulai mengenali orang. Kemudian beranjak dari nama yang membedakan status menjadi nama yang mengidentifikasi individu, termasuk dirinya. Kemudian mereka memakai kata "aku" yang ialah suatu tanda yang terperinci atas kesadaran diri yang pasti. Suatu tanda bahwa anak tersebut sudah semakin sadar sebagai insan yang tidak sama dari yang lainnya. (Horton, 1993). melaluiataubersamaini kematangan fisik serta akumulasi pengalamanpengalaman sosialnya anak itu membentuk suatu citra ihwal dirinya. Pembentukan citra diri seseorang mungkin ialah proses tunggal yang sangat penting dalam perkembangan kepribadian. Pengalaman sosial ialah suatu hal penting untuk pertumbuhan manusia. Perkembangan kepribadian bukanlah spesialuntuk sekedar pembukaan otomatis potensi bawaan. Tanpa pengalaman kelompok, kepribadian insan tidak berkembang. Bahkan sanggup dikatakan bahwa insan membutuhkan pengalaman kelompok yang intim bila mereka ingin berkembang sebagai makluk cukup umur yang normal.
e. Pengalaman yang Unik
Mengapa bawah umur yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sama sedemikian tidak sama satu dengan yang lainnya, sekalipun mereka pernah mendapatkan pengalaman yang sama? Masalahnya yaitu lantaran mereka tidak mendapatkan pengalaman yang sama; mereka pernah mendapatkan pengalaman yang serupa dalam beberapa hal dan tidak sama dalam beberapa hal lainnya. Setiap anak memasuki suatu unit/kesatuan keluarga yang tidak sama. Anak yang dilahirkan pertama, yang ialah anak satu-satunya hingga kelahiran anak yang kedua, kemudian akan mempunyai adik lakilaki atau wanita dengan siapa ia sanggup bertengkar. Orang bau tanah berubah dan tidak memperlakukan sama tiruana anak-nya. Anak-anak memasuki kelompok sebaya yang bebeda, mungkin mempunyai guru yang tidak sama dan berhasil melampaui insiden yang tidak sama pula. Sepasang anak kembar mempunyai warisan (heredity) yang identik dan (kecuali bila dipisahkan) lebih cenderung memperoleh pengalaman yang sama. Mereka berada dalam suatu keluarga bersama-sama, seringkali mempunyai kelompok sebaya yang sama, dan diperlakukan kurang lebih sama oleh orang lain; akan tetapi bahkan anak kembar pun tidak meng alami bersama seluruh insiden dan pengalaman. Karena pengalaman setiap orang yaitu unik dan tidak ada persamaannya. Pengalaman sendiripun tidak ada yang secara tepat sanggup menyamainya. Suatu inventarisasi dari pengalaman sehari-hari banyak sekali anakanak dalam suatu keluarga yang sama akan mengungkapkan banyaknya perbedaan. Maka setiap anak (terkecuali anak kembar yang identik) mempunyai warisan biologis yang unik, yang benar-benar tidak seorangpun sanggup mehyamainya, dan demikian pula halnya suatu rangkaian pengalaman hidup yang unik tidak sanggup benar-benar disamai oleh pengalaman siapapun.
Sumber https://kumpulantugasekol.blogspot.com
a. Warisan Biologis
Semua insan yang normal dan sehat mempunyai persamaan biologis tertentu, ibarat mempunyai dua tangan, panca indera, kelenjar seks, dan otak yang rumit. Persamaan biologis ini memmenolong membuktikan beberapa persamaan dalam kepribadian dan sikap tiruana orang. Setiap warisan biologis seserang juga bersifat unik, yang berarti, bahwa tidak seorang pun (kecuali anak kembar) yang mempunyai karakteristik fisik yang hampir sama. Beberapa orang percaya bahwa kepribadian seseorang tidak lebih dari sekedar penampilan warisan biologisnya. Karakteristik kepribadian ibarat ketekunan, ambisi, kejujuran, kriminalitas, kelainan seksual, dan ciri yang lain dianggap timbul dari kecenderungan-kecenderungan turunan Bahkan ada yang beranggapan, melalui tampilan fisik sanggup diketahui bagaimana kepribadian orang tersebut. misal dalam hal ini sanggup dilihat dalam buku-buku primbon Jawa, mulai dari fisik, rambut, kulit, bentuk muka, hingga tahi lalat. Dewasa ini tidak banyak lagi yang masih mempercayai anggapan ini. Pandangan kini ini menyatakan bahwa kepribadian seseorang dibuat oleh pengalaman. Sebenarnya perbedaan individual dalam kemampuan, prestasi, dan sikap hampir tiruananya berafiliasi dengan lingkungan, dan bahwa perbedaan individu dalam warisan biologis tidak begitu penting (Whimby, 1975). Fenomena kontradiktif ini, antara "bawaan dan asuhan", berlangsung cukup lama, dan masing-masing mempunyai penganut yang cukup besar. Suatu penelitian terhadap 2.500 anak kembar siswa SLTA ialah salah satu langkah untuk mencari derajat kebenaran dari masing-masing anggapan dikemukakan oleh Nichols (1977), akhirnya menyimpulkan bahwa hampir setengah variasi di antara orang-orang dalam spektrum ciri-ciri psikologis yang luas yaitu akhir dari perbedaan karakteristik genetis, sedangkan setengahnya lagi yaitu akhir lingkungan. Penelitian lain dilaksanakan Medico-genetical Institute di Moskow, yang memisahkan seribu pasangan anak kembar ketika masih bayi dan menempatkan mereka dalam lingkungan yang terkendali untuk diamati selama 2 tahun. Hasilnya mendukung dengan terperinci suatu dasar keturunan dalam beberapa ciri, termasuk perbedaan kecerdasan. (Hardin, 1959, dalam Horton, 1993).
b. Lingkungan Fisik
Sorokin (1928) menyimpulkan teori beratus-ratus penulis dari Conficius, Aristoteles, dan Hipocrates hingga kepada mahir geografi Ellsworth Huntington, yang menekankan bahwa perbedaan sikap kelompok terutama disebabkan oleh perbedaan iklim, topografi, dan sumber alam. Teori tersebut sesuai benar dengan kerangka etnosentris (pandangan yang menyatakan anggota tubuh kita lebih baik dibandingkan dengan lainnya, lantaran geografi mempersembahkan keterangan yang cukup baik dan terperinci adil terhadap kebajikan nasional dan sifatsifat jelek orang lain. Pada umumnya diakui bahwa lingkungan fisik mensugesti kepribadian. Bangsa Athabascans mempunyai kepribadian yang mayoritas yang menyebabkan mereka sanggup bertahan hidup dalam iklim yang lebih hambar daripada tempat Arctic (Boyer, 1974). Orang pedalaman Australia harus berjuang dengan gigih untuk tetap hidup, padahal bangsa Samoa spesialuntuk memerlukan sedikit waktu setiap harinya untuk mendapatkan lebih banyak masakan daripada yang bisa mereka makan. Malah kini beberapa tempat spesialuntuk sanggup menolong sebagian kecil penduduk yang tersebar sangat jarang, dan kepadatan penduduk mensugesti kepribadian. Suku Ik dari Uganda sedang mengalami kelaparan secara perlahan, lantaran hilangnya tanah tempat perburuan tradisional, dan berdasarkan Turnbull (1973) mereka menjadi sekelompok orang yang paling tamak, paling rakus di dunia; sama sekali tidak mempunyai keramahan, tidak suka menolong atau tidak mempunyai rasa kasihan, malah merebut masakan dari verbal anak mereka dalam usaha mempertahankan hidup. Suku Quolla dari Peru digambarkan oleh Trotter (1973) sebagai sekelompok orang yang paling keras di dunia, dan ia menghubungkan hal ini dengan hipoglikemia (menurunnya kandungan glukosa darah) yang timbul lantaran belum sempurnanya makanan. Jelaslah bahwa lingkungan fisik mensugesti kepribadian dan perilaku. Namun, dari lima faktor tersebut di atas, lingkungan fisik me25 rupakan faktor yang paling tidak penting, jauh kurang pentingnya dari faktor kebudayaan, pengalaman kelompok, atau pengalaman unik.
c. Kebudayaan
Beberapa pengalaman umum bagi seluruh kebudayaan, dimana bayi dipelihara atau didiberi makan oleh orang yang lebih tua, hidup dalam kelompok, berguru berkomunikasi melalui bahasa, mengalami eksekusi dan mendapatkan imbalan/pujian dan semacamnya, serta mengalami pengalaman lain yang umum dialami oleh jenis manusia. Setiap masyarakat bergotong-royong mempersembahkan pengalaman tertentu yang tidak didiberikan oleh masyarakat lain kepada anggotanya. Dari pengalaman sosial yang bergotong-royong yang umum bagi seluruh anggota masyarakat tertentu, timbullah konfigurasi kepribadian yang khas dari anggota masyarakat tersebut. DuBois (1944) menyebutnya sebagai "modal personality" (diambil dari istilah statistis "mode" yang mengacu pada suatu nilai yang paling sering timbul dalam banyak sekali seri). beberapa segi dari kebudayaan yang mensugesti proses perkembangan kepribadian, yaitu norma-norma kebudayaan masyarakat dan proses sosialisasi diri (Horton, 1993). Norma-norma kebudayaan yang ada dalam lingkungan masyarakat mengikat insan semenjak ketika kelahirannya. Seorang anak diperlakukan dalam cara-cara yang membentuk kepribadian. Setiap kebudayaan menyediakan seperangkat efek umum, yang sangat tidak sama dari masyarakat ke masyarakat. Linton (1985) menyampaikan bahwa setiap kebudayaan menekankan serangkaian efek umum terhadap individu yang tumbuh di bawah kebudayaan masyarakat. Pengaruh-pengaruh ini tidak sama dari satu kebudayaan ke kebudayaan lain, tetapi tiruananya ialah denominator pengalaman bagi setiap orang yang termasuk ke dalam masyarakat tersebut.
d. Pengalaman Kelompok
Pada awal kehidupan insan tidak ditemukan apa yang disebut diri. Terdapat organisme fisik, tetapi tidak ada rasa pribadi. Kemudian bayi mencoba mencicipi batas-batas tubuhnya, mereka mulai mengenali orang. Kemudian beranjak dari nama yang membedakan status menjadi nama yang mengidentifikasi individu, termasuk dirinya. Kemudian mereka memakai kata "aku" yang ialah suatu tanda yang terperinci atas kesadaran diri yang pasti. Suatu tanda bahwa anak tersebut sudah semakin sadar sebagai insan yang tidak sama dari yang lainnya. (Horton, 1993). melaluiataubersamaini kematangan fisik serta akumulasi pengalamanpengalaman sosialnya anak itu membentuk suatu citra ihwal dirinya. Pembentukan citra diri seseorang mungkin ialah proses tunggal yang sangat penting dalam perkembangan kepribadian. Pengalaman sosial ialah suatu hal penting untuk pertumbuhan manusia. Perkembangan kepribadian bukanlah spesialuntuk sekedar pembukaan otomatis potensi bawaan. Tanpa pengalaman kelompok, kepribadian insan tidak berkembang. Bahkan sanggup dikatakan bahwa insan membutuhkan pengalaman kelompok yang intim bila mereka ingin berkembang sebagai makluk cukup umur yang normal.
e. Pengalaman yang Unik
Mengapa bawah umur yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sama sedemikian tidak sama satu dengan yang lainnya, sekalipun mereka pernah mendapatkan pengalaman yang sama? Masalahnya yaitu lantaran mereka tidak mendapatkan pengalaman yang sama; mereka pernah mendapatkan pengalaman yang serupa dalam beberapa hal dan tidak sama dalam beberapa hal lainnya. Setiap anak memasuki suatu unit/kesatuan keluarga yang tidak sama. Anak yang dilahirkan pertama, yang ialah anak satu-satunya hingga kelahiran anak yang kedua, kemudian akan mempunyai adik lakilaki atau wanita dengan siapa ia sanggup bertengkar. Orang bau tanah berubah dan tidak memperlakukan sama tiruana anak-nya. Anak-anak memasuki kelompok sebaya yang bebeda, mungkin mempunyai guru yang tidak sama dan berhasil melampaui insiden yang tidak sama pula. Sepasang anak kembar mempunyai warisan (heredity) yang identik dan (kecuali bila dipisahkan) lebih cenderung memperoleh pengalaman yang sama. Mereka berada dalam suatu keluarga bersama-sama, seringkali mempunyai kelompok sebaya yang sama, dan diperlakukan kurang lebih sama oleh orang lain; akan tetapi bahkan anak kembar pun tidak meng alami bersama seluruh insiden dan pengalaman. Karena pengalaman setiap orang yaitu unik dan tidak ada persamaannya. Pengalaman sendiripun tidak ada yang secara tepat sanggup menyamainya. Suatu inventarisasi dari pengalaman sehari-hari banyak sekali anakanak dalam suatu keluarga yang sama akan mengungkapkan banyaknya perbedaan. Maka setiap anak (terkecuali anak kembar yang identik) mempunyai warisan biologis yang unik, yang benar-benar tidak seorangpun sanggup mehyamainya, dan demikian pula halnya suatu rangkaian pengalaman hidup yang unik tidak sanggup benar-benar disamai oleh pengalaman siapapun.
Sumber https://kumpulantugasekol.blogspot.com
Post a Comment for "Jelaskan Faktor-Faktor Yang Kuat Dalam Pembentukan Kepribadi?"