Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Konflik Sosial Dalam Masyarakat

Berikut ini akan dibahas terkena konflik sosial, artikel konflik sosial, konflik sosial dalam masyarakat, lantaran terjadinya konflik, lantaran sebab konflik, faktor penyebab konflik sosial dalam masyarakat, faktor penyebab konflik sosial, penyebab konflik sosial, penyebab terjadinya konflik sosial.


Sebab-Sebab Konflik Sosial

Penyebab konflik sangatlah kompleks dan tidak bangun sendiri, tetapi dilatarbelakangi oleh aneka macam dimensi dan latar peristiwa.

Konflik-konflik yang terjadi dalam masyarakat bisa berlatar belakang ekonomi, politik, kekuasaan, budaya, agama, dan kepentingan lainnya. Simaklah pola konflik diberikut.
Keluarnya keputusan Menteri Perdagangan Marie E. Pangestu terkena impor beras dari Vietnam sebanyak 70.050 ton mulai menuai kecaman. Kurang lebih 600 petani yang berasal dari Karawang, Bogor, Batang, Pekalongan, Cibaliung (Banten), dan Lampung yang mengaku tergabung dalam Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) berunjuk rasa di depan kantor Departemen Perdagangan, Jakarta. Para pengunjuk rasa menolak keputusan impor beras yang dikeluarkan oleh pemerintah pada 1 November 2005. (Pikiran Rakyat, 19 November 2005).
Apa yang menjadi latar belakang munculnya konflik tersebut? Apabila Anda amati dengan saksama, setidaknya ada dua kepentingan tidak sama yang menjadi penyebab munculnya konflik tersebut. 

Kepentingan pertama, kebijakan pemerintah untuk melaksanakan impor beras dari Vietnam ialah kepentingan politik. 

Kepentingan kedua, para petani yang tergabung dalam FSPI menolak adanya impor beras lantaran sanggup menurunkan harga beras di pasar nasional sehingga sanggup merusak pendapatan petani dan ini ialah kepentingan ekonomi. 

Dua kepentingan tersebut (politik dan ekonomi) sudah melatarbelakangi munculnya konflik tersebut. Indonesia mempunyai struktur masyarakat yang unik. 

Secara horizontal, Indonesia ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan sosial menurut perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama, bahasa, dan perbedaan yang bersifat kedaerahan. 

Perbedaan secara horizontal ini menjadi ciri khas masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk. Istilah beragam mula-mula diperkenalkan oleh Furnivall untuk menggambar kan masyarakat Indonesia pada masa Hindia Belanda. 

Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam.

Indonesia mempunyai kompleksitas budaya yang plural (plural societies) dan heterogen (masyarakat majemuk), yakni suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen-elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam satu kesatuan politik. 

Pertanda paling terang dari masyarakat Indonesia yang bersifat beragam itu ialah tidak adanya kehendak bersama (common will). Elemen-elemen masyarakat Indonesia secara keseluruhan terpisah satu sama lain. 

Setiap elemen lebih ialah kumpulan individu-individu daripada suatu keseluruhan yang bersifat organis. Sebagai individu, kehidupan sosial mereka tidaklah utuh. 

Oleh lantaran itu, konflik yang terjadi di Indonesia seringkali bersumber dari adanya perbedaan dan perperihalan antarlatar belakang sosio kultural. 

Indonesia sanggup dianggap sebagai negara yang mempunyai modal kedamaian sosial yang rendah. Kerusuhan demi kerusuhan terus terjadi di aneka macam pelosok tanah air di Indonesia. 

Terlebih lagi ada impian setiap tempat untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia lantaran salah menafsirkan Undang-Undang Otonomi Daerah. 

Menurut DuBois dan Miley, sumber utama terjadinya konflik dalam masyarakat ialah adanya ketidakadilan sosial, adanya diskriminasi terhadap hak-hak individu dan kelompok, serta tidak adanya penghargaan terhadap keberagaman. 

Ketiga faktor tersebut biasanya sangat berkaitan dengan sikap-sikap dan sikap masyarakat yang ditandai dengan hal-hal diberikut.

1. Rasisme 

Merupakan sebuah ideologi yang membenarkan dominasi satu kelompok ras tertentu terhadap kelompok lainnya atau perasaan superioritas yang berlebihan terhadap kelompok sosial tertentu. 

Rasisme sering didiberi legitimasi atau klaim bahwa suatu ras minoritas secara genetik dan budaya lebih inferior dari ras yang dominan. Diskriminasi ras mempunyai tiga tingkatan yaitu individual, organisasional, dan struktural. 

Pada tingkat individu, diskriminasi ras berwujud sikap dan sikap prasangka. Pada tingkat organisasi, diskriminasi ras terlihat mabadunga kebijakan, aturan, dan perundang-undangan spesialuntuk menguntungkan kelompok tertentu saja. 

Secara struktural, diskriminasi ras sanggup dilacak mabadunga satu forum sosial mempersembahkan pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan terhadap forum lainnya.

2. Elitisme

Merujuk pada pemujaan yang berlebihan terhadap strata atau kelas sosial yang menurut pada kekayaan, kekuasaan, dan prestise. 

Individu atau kelompok yang mempunyai kelas sosial tinggi kemudian dianggap berhak memilih potensi-potensi orang lain dalam menjangkau sumber-sumber atau mencapai peluang-peluang yang ada dalam masyarakat.

3. Gender

Merupakan keyakinan bahwa jenis kelabuin tertentu mempunyai kelebihan atas jenis kelabuin lainnya. Pandangan ini seringkali didukung oleh penafsiran (interpretation), tradisitradisi budaya, dan atau kebiasaan keagamaan yang pada umumnya memandang perempuan lebih rendah daripada laki-laki.

4. Usia

Menunjuk pada sikap-sikap negatif terhadap proses ketuaan. Proses ini sangat meyakini bahwa kategori usia tertentu mempunyai sifat yang rendah (inferiority) dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Oleh lantaran itu, perlakuan yang tidak adil sanggup dibenarkan. 

Meskipun hal ini umumnya diterapkan kepada insan lanjut usia (manula), sikap ini sering pula ditujukan kepada anak-anak.

5. Prasangka atau sikap-sikap negatif terhadap orang yang mempunyai kecacatan

Orang yang mempunyai abnormalitas (tubuh, mental) secara otomatis sering dianggap tidak sama dan tidak bisa melaksanakan tugas-tugas kehidupan sebagaimana orang normal. 

Orang dengan abnormalitas atau penyandang cacat (persons with disabilities) seringkali dipandang sebagai orang yang secara sosial tidak “matang” dan tidak bisa dalam segala hal. 

Konflik sosial yang terjadi umumnya melalui dua tahap yang dimulai dari tahap disorganisasi atau keretakan dan terus berlanjut ke tahap disintegrasi atau perpecahan. Timbulnya gejala-gejala disorganisasi dan disintegrasi ialah jawaban dari hal-hal diberikut.
  1. Ketidaksepahaman para anggota kelompok ihwal tujuan masyarakat yang pada awalnya menjadi aliran bersama.
  2. Norma-norma sosial tidak memmenolong anggota masyarakat dalam mencapai tujuan yang sudah disahkan.
  3. Kaidah-kaidah dalam kelompok yang dihayati oleh anggotanya berperihalan satu sama lain.
  4. Sanksi menjadi lemah bahkan tidak dilaksanakan dengan konsekuen.
  5. Tindakan anggota kelompok sudah berperihalan dengan normanorma kelompok.

Dari beberapa klarifikasi tersebut, sanggup ditarik kesimpulan bahwa terjadinya konflik disebabkan oleh hal-hal diberikut.
  1. Adanya perbedaan pendirian atau perasaan antara individu dan individu lain sehingga terjadi konflik di antara mereka.
  2. Adanya perbedaan kepribadian di antara anggota kelompok disebabkan oleh perbedaan latar belakang kebudayaan.
  3. Adanya perbedaan kepentingan atau tujuan di antara individu atau kelompok.
  4. Adanya perubahan-perubahan sosial yang cepat dalam masyarakat yang diikuti oleh adanya perubahan nilai-nilai atau sistem yang berlaku dalam masyarakat.

Sumber http://www.kuttabku.com

Post a Comment for "Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Konflik Sosial Dalam Masyarakat"