Landasan Kebijakan Pembangunan Pada Kala Pemerintah Orde Gres Dalam Bidang Pertanian, Pendidikan, Keluarga Berencana (Kb) Dan Kesehatan Masyarakat
Berikut ini akan dijelaskan tentang kebijakan pemerintah orde baru, kebijakan pembangunan orde baru, landasan pembangunan orde baru, kebijakan pembangunan masa orde baru, kebijakan pembangunan pada masa orde baru, pembangunan pada masa orde baru.
Kebijakan Pembangunan Orde Baru
Tujuan usaha Orde Baru yakni menegakkan tata kehidupan bernegara yang didasarkan atas kemurnian pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sejalan dengan tujuan tersebut maka ketika kondisi politik bangsa Indonesia mulai stabil untuk melaksanakan amanat masyarakat maka pemerintah mencanangkan pembangunan nasional yang diupayakan melalui Program Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan Jangka Panjang.
Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui pembangunan lima tahun (Pelita) yang di dalamnya mempunyai misi pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan bangsa Indonesia. Pada masa ini pengertian pembangunan nasional yakni suatu rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
Pembangunan nasional dilakukan untuk melaksanakan kiprah mewujudkan tujuan nasional yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian awet, dan keadilan sosial.
Dalam usaha mewujudkan tujuan nasional maka Majelis Permusyawaratan Rakyat semenjak tahun 1973-1978-1983-1988-1993 menetapkan garis-garis besar haluan negara (GBHN). GBHN ialah pola umum pembangunan nasional dengan rangkaian program-programnya yang kemudian dijabarkan dalam planning pembangunan lima tahun (Repelita).
Adapun Repelita yang meliputi program-program kongkrit yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu lima tahun, dalam repelita ini dimulai semenjak tahun 1969 sebagai awal pelaksanaan pembangunan jangka pendek dan jangka panjang.
Kemudian populer dengan konsep Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (1969-1994) berdasarkan indikator ketika itu pembangunan dianggap sudah berhasil memajukan segenap aspek kehidupan bangsa dan sudah meletakkan landasan yang cukup berpengaruh bagi bangsa Indonesia untuk memasuki Pembangunan Jangka Panjang Tahap II (1995-2020).
Pemerintahan Orde Baru senantiasa berpedoman pada tiga konsep pembangunan nasional yang populer dengan sebutan Trilogi Pembangunan, yaitu:
- pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat;
- pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi; dan
- stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi akhir pelaksanaan pembangunan tidak akan bermakna apabila tidak diimbangi dengan pemerataan pembangunan. Oleh lantaran itu, semenjak Pembangunan Lima Tahun Tahap III (1 April 1979-31 Maret 1984) maka pemerintahan Orde Baru menetapkan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
- pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya pangan, sandang, dan perumahan;
- pemerataan peluang memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan;
- pemerataan sumbangan pendapatan;
- pemerataan peluang kerja;
- pemerataan peluang berusaha;
- pemerataan peluang berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita;
- pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air; dan
- pemerataan peluang memperoleh keadilan.
a. Pertanian
Sepanjang 1970-an hingga 1980-an dilakukan investasi besar-bemasukan untuk infrastruktur Pembangunan Lima Tahun (Repelita), swasembada pangan ialah serius tersendiri dalam planning pembangunan yang dibentuk oleh Soeharto.
Pada Pelita I yang dicanangkan landasan awal pembangunan Pemerintahan Orde Baru, dititikberatkan pada pembangunan di sektor pertanian yang bertujuan mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan sektor pertanian.
Tujuan Pelita I, meningkatkan taraf hidup rakyat melalui sektor pertanian yang ditopang oleh kekuatan koperasi dan sekaligus meletakkan dasar-dasar pembangunan dalam tahapan diberikutnya. Soeharto membangun dan menyebarkan organisasi atau institusi yang akan menjalankan program-program tersebut.
Pembangunan ditekankan pada penciptaan institusi pedesaan sebagai wahana pembangunan dengan membentuk Bimbingan Massal (Bimas) yang diperuntukkan meningkatkan produksi beras dan koperasi sebagai organisasi ekonomi masyarakat pedesaan.
Sekaligus menjadi kepantidakboleh tangan pemerintah dalam menyalurkan masukana pengolahan dan pemamasukan hasil produksi. Di sisi lain pemerintah juga membuat Badan Urusan Logistik (BULOG).
Kemudian pemerintah melibatkan para petani melalui koperasi yang bertujuan memperbaiki produksi pangan nasional. Untuk itu kemudian pemerintah menyebarkan ekonomi pedesaan dengan menunjuk Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada dengan membentuk Badan Usaha Unit Desa (BUUD). Maka lahirlah Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai potongan dari pembangunan nasional.
Badan Usaha Unit Desa (BUUD)/KUD melaksanakan kegiatan pengadaan pangan untuk persediaan nasional yang diperluas dengan kiprah menyalurkan masukana produksi pertanian (pupuk, benih dan obat-obatan).
Soeharto juga menyebarkan institusi-institusi yang mendukung pertanian lainnya menyerupai institusi penelitian menyerupai BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) yang berkembang untuk menghasilkan penemuan untuk pengembangan pertanian yang pada masa Soeharto salah satu produknya yang cukup populer yakni Varietas Unggul Tahan Wereng (VUTW).
Pemerintah Orde Baru membangun pabrik-pabrik pupuk untuk penyediaan pupuk bagi petani. Para petani didiberi kegampangan memperoleh kredit bank untuk membeli pupuk. Pemamasukan hasil pguan mereka dijamin dengan kebijakan harga dasar dan pengadaan pangan.
Diperkenalkan juga administrasi usaha tani, dimulai dari Panca Usaha Tani, Bimas, Operasi Khusus, dan Intensifikasi Khusus yang terbukti bisa meningkatkan produksi pangan, terutama beras. Saat itu, kecerdikan daya padi di Indonesia yakni yang terbaik di Asia.
Pemerintah memfasilitasi ketersediaan benih unggul, pupuk, pestisida melalui subsidi yang terkontrol dengan baik. Pabrik pupuk yang dibangun antara lain yakni Petro Kimia Gresik di Gresik, Pupuk Sriwijaya di Palembang, dan Asean Aceh Fertilizer di Aceh. Jaenteng irigasi teknis dibangun di aneka macam tempat dan kegiatan pembibitan ditingkatkan.
Di dalam Pelita I Pertanian dan Irigasi dimasukkan sebagai satu potongan tersendiri dalam rincian planning bidang-bidang. Di dalam rincian klarifikasi dijelaskan bahwa tujuannya yakni untuk peningkatan produksi pangan terutama beras. Koperasi di pedesaan terus dipacu untuk meningkatkan produktivitasnya. Kebijakan terus mengalir guna menopang kegiatan di tempat pedesaan.
BUUD yang tiruanla spesialuntuk dilibatkan dalam kegiatan Bimbingan Massal (Bimas sektor pertanian pangan), kemudian ditingkatkan menjadi Koperasi Unit Desa (KUD) dengan kiprah serta peranan yang terus dikembangkan.
Instruksi Presiden (Inpres) No.4, Tahun 1973, Tentang Unit Desa dikeluarkan 5 Mei 1973, menjadi tonggak yuridis keberadaan KUD. Kebijakan tersebut dilanjutkan dengan Instruksi Presiden No. 4, Tahun 1973, yang membentuk Wilayah Unit Desa (Wilud), pada kesudahannya menjadi Koperasi Unit Desa (KUD).
Dari sinilah lahir Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), yang berada di bawah Departemen Pertanian. Para PPL memperkenalkan dan menyebarluaskan teknologi pertanian kepada para petani melalui kegiatan penyuluhan. Pemerintah menempatkan para penyuluh pertanian di tingkat desa dan kelompok petani.
Selain kegiatan penyuluhan, kelompencapir (kelompok pendengar, pembaca, pemirsa), juga menjadi salah satu kegiatan pembangunan pertanian Orde Baru yang khas. Kelompecapir ialah wadah temu wicara pribadi antara petani, nelayan, dan peternak dengan sesama petani, penyuluh, menteri atau bahkan dengan Presiden Soeharto.
Kelompencapir juga menyelenggarakan kompetisi cerdas cermat pertanian yang diikuti oleh para petani berprestasi dari aneka macam tempat hingga tingkat pusat.
Kelompencapir ialah kegiatan Orde Baru di bidang pertanian yang dijalankan oleh Departemen Penerangan. Kelompencapir diresmikan pada 18 Juni 1984, dengan keputusan Menteri Penerangan Republik Indonesia No.110/Kep/Menpen/1984.
b. Pendidikan
Pada masa kepemimpinan Soeharto pembangunan pendidikan mengalami kemajuan yang sangat penting. Ada tiga hal yang patut dicatat dalam bidang pendidikan masa Orde Baru yakni pembangunan SD Inpres (SD Inpres), kegiatan wajib berguru dan pembentukan kelompok berguru atau kejar.
Semuanya itu bertujuan untuk memperluas peluang belajar, terutama di pedesaan dan bagi tempat perkotaan yang penduduknya berpenghasilan rendah. Pada 1973, Soeharto mengeluarkan Inpres No 10/1973 tentang Program sumbangan Pembangunan Gedung SD.
Pelaksanaan tahap pertama kegiatan SD Inpres yakni pembangunan 6.000 gedung SD yang masing-masing mempunyai tiga ruang kelas. Dana pembangunan SD Inpres tersebut berasal dari hasil penjualan minyak bumi yang harganya naik sekitar 300 persen dari sebelumnya.
Pada tahun-tahun awal pelaksanaan kegiatan pembangunan SD Inpres, hampir setiap tahun, ribuan gedung sekolah dibangun. Sebelum kegiatan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dilaksanakan, jumlah gedung SD yang tercatat pada tahun 1968 sebanyak 60.023 unit dan gedung SMP 5.897 unit.
Pada awal Pelita VI, jumlah itu sudah meningkat menjadi sekitar 150.000 gedung SD dan 20.000 gedung SMP. Pembangunan paling besar terjadi pada periode 1982/1983 ketika 22.600 gedung SD gres dibuat. Hingga periode 1993/1994 tercatat hampir 150.000 unit SD Inpres sudah dibangun.
Peningkatan jumlah sekolah dasar diikuti pula oleh peningkatan jumlah guru. Jumlah guru SD yang sebelumnya berjumlah sekitar ratusan ribu, pada awal tahun 1994 menjadi lebih dari satu juta guru. Satu juta lebih guru ditempatkan di sekolah-sekolah inpres tersebut.
Lonjakan jumlah guru dari puluhan ribu menjadi ratusan ribu juga terjadi pada guru SMP. Total dana yang dikeluarkan untuk kegiatan ini hingga simpulan Pembangunan Jangka Panjang (PJP) I mencapai hampir Rp 6,5 triliun. Program wajib berguru pada kala Soeharto mulai dilaksanakan pada 2 Mei 1984, di simpulan Pelita (Pembangunan Lima Tahun) III.
Dalam sambutannya pelantikan wajib berguru ketika itu, Soeharto menyatakan bahwa kebijakannya bertujuan untuk mempersembahkan peluang yang sama dan adil kepada seluruh anak Indonesia berusia 7-12 tahun dalam menikmati pendidikan dasar.
Program wajib berguru itu mewajibkan setiap anak usia 7-12 tahun untuk mendapat pendidikan dasar 6 tahun (SD). Program ini tidak murni menyerupai kebijakan wajib berguru yang mempunyai unsur paksaan dan hukuman bagi yang tidak melaksankannya.
Pemerintah spesialuntuk mengimbau orangtua semoga memasukkan anaknya yang berusia 7-12 tahun ke sekolah. Negara bertanggung balasan terhadap penyediaan masukana dan pramasukana pendidikan yang dibutuhkan, menyerupai gedung sekolah, peralatan sekolah, di samping tenaga pengajarnya.
Meski kegiatan wajib berguru tidak diikuti oleh kebijakan pembebasan biaya pendidikan bagi belum dewasa dari keluarga kurang mampu, pemerintah waktu itu beruapya mengatasinya melalui kegiatan beasiswa. Untuk itu, kemudian muncul kegiatan Gerakan Nasional-Orang Tua Asuh (GN-OTA).
Dalam upaya memperkuat pelaksanaan GN-OTA, diterbitkanlah Surat Keputusan Bersama Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Agama Nomor 34/HUK/1996, Nomor 88 Tahun 1996, Nomor 0129/U/1996, Nomor 195 Tahun 1996 tentang sumbangan terhadap Anak Kurang Mampu, Anak Cacat, dan Anak yang Bertempat Tinggal di Daerah Terpencil dalam rangka Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar.
Keberhasilan kegiatan wajib berguru 6 tahun ditandai dengan kenaikan angka partisipasi sekolah dasar (SD) sebesar 1,4 persen. Angka partisipasi SD menjadi 89,91 persen di simpulan Pelita IV.
Kenaikan angka partisipasi itu menambah berpengaruh niat pemerintah untuk memperluas kelompok usia anak yang ikut kegiatan wajib berguru selanjutnya, menjadi 7-15 tahun, atau menuntaskan tingkat SMP (SMP).
Sepuluh tahun kemudian, kegiatan masuk akal berhasil ditingkatkan menjadi 9 tahun, yang berarti anak Indonesia harus mengenyam pendidikan hingga tingkat SMP. Upaya pelaksanaan wajib berguru 9 tahun pada kelompok usia 7-15 tahun mulai diresmikan pada Pencanangan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun pada 2 Mei 1994. Kebijakan ini diperkuat dengan dikeluarkannya Inpres Nomor 1 Tahun 1994.
Program wajib berguru sudah meningkatkan taraf pendidikan masyarakat Indonesia ketika itu. Fokus utama ketika itu yakni peningkatan angka-angka indikator kualitas pendidikan dasar. Fokus pembangunan pendidikan ketika itu, yaitu peningkatan secara kuantitatif, gres kemudian memerhatikan
kualitas atau mutu pendidikan.
Sesudah ekspansi peluang berguru untuk belum dewasa usia sekolah, samasukan perbaikan bidang pendidikan selanjutnya yakni pemberantasan buta aksara. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa masih banyak penduduk yang buta huruf.
Dalam upaya meningkatkan angka melek huruf, pemerintahan Orde Baru mencanangkan penuntasan buta huruf pada 16 Agustus 1978. Teknik yang ditempuh yakni dengan pembentukan kelompok berguru atau ”kejar”.
Kejar ialah kegiatan pengenalan huruf dan angka bagi kelompok masyarakat buta huruf yang berusia 10-45 tahun. Tutor atau pembimbing setiap kelompok yakni masyarakat yang sudah sanggup membaca, menulis dan berhitung dengan pendidikan minimal sekolah dasar. Jumlah akseptor dan waktu pelaksanaan dalam setiap kejar diadaptasi dengan kondisi setiap tempat.
Keberhasilan kegiatan kejar salah satunya terlihat dari angka statistik penduduk buta huruf yang menurun. Pada sensus tahun 1971, dari total jumlah penduduk 80 juta jiwa, Indonesia masih mempunyai 39,1 persen penduduk usia 10 tahun ke atas yang berstatus buta huruf.
Sepuluh tahun kemudian, berdasarkan sensus tahun 1980, persentase itu menurun menjadi spesialuntuk 28,8 persen. Hingga sensus diberikutnya tahun 1990, angkanya terus menyusut menjadi 15,9 persen.
c. Keluarga Berencana (KB)
Pada masa Orde Baru dilaksanakan kegiatan untuk pengendalian pertumbuhan penduduk yang dikenal dengan Keluarga Berencana (KB). Pada tahun 1967 pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 2,6% dan pada tahun 1996 sudah menurun drastis menjadi 1,6%.
Pengendalian penduduk dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas rakyat Indonesia dan peningkatan kesejahteraannya. Keberhasilan ini dicapai melalui kegiatan KB yang dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Berbagai kampanye terkena perlunya KB dilakukan oleh pemerintah, baik melalui media massa cetak maupun elektronik. Pada simpulan tahun 1970-an hingga simpulan tahun 1980-an di Televisi Republik Indonesia (TVRI) sering diisi oleh acara-acara terkena pentingnya KB. Baik itu melalui diberita atau kegiatan hiburan menyerupai drama dan wayang orang “Ria Jenaka”.
Di samping itu nyanyian mars “Keluarga Berencana” ditayangkan hampir setiap hari di TVRI. Selain di media massa, di papan iklan di pinggir-pinggir jalan pun banyak dipasang terkena pesan pentingnya KB. Demikian pula dalam mata uang koin seratus rupiah dicantumkan terkena KB.
Hal itu mengambarkan bahwa Orde Baru sangat fokus dalam melaksanakan kegiatan KB. Slogan yang muncul dalam kampanyekampanye KB yakni “dua anak cukup, laki perempuan sama saja”.
Program KB di Indonesia, diawali dengan ditanhadiraninya Deklarasi Kependudukan PBB pada tahun 1967 sehingga secara resmi Indonesia mengakui hak-hak untuk memilih jumlah dan jarak kelahiran sebagai hak dasar insan dan juga pentingnya pembatasan jumlah penduduk sebagai unsur perencanaan ekonomi dan sosial.
Keberhasilan Indonesia dalam pengendalian jumlah penduduk dipuji oleh UNICEF, lantaran dinilai berhasil menekan tingkat janjkematian bayi dan sudah melaksanakan aneka macam upaya lainnya dalam rangka mensejahterakan kehidupan belum dewasa di tanah air.
UNICEF bahkan mengemukakan bahwa tindakan yang sudah dilakukan pemerintah Indonesia itu hendaknya dijadikan pola bagi negara-negara lain yang tingkat janjkematian bayinya masih tinggi.
Program KB di Indonesia sebagai salah satu yang paling sukses di dunia, sehingga menarikdanunik perhatian dunia untuk mengikuti kesuksesan Indonesia. Pemerintah pun mengalokasikan sumber daya dan dana yang besar untuk kegiatan ini.
d. Kesehatan Masyarakat, Posyandu
Perkembangan puskesmas bermula dari konsep Bandung Plan diperkenalkan oleh dr. Y. Leimena dan dr. Patah pada tahun 1951, Bandung Plan ialah suatu konsep pelayanan yang menggabungkan antara pelayanan kuratif dan preventif. Tahun 1956 didirikanlah proyek Bekasi oleh dr. Y. Sulianti di Lemah Abang, yaitu model pelayanan kesehatan pedesaan dan sentra petes tenaga.
Kemudian didirikan Health Centre (HC) di 8 lokasi, yaitu di Indrapura (Sumut), Bojong Loa (Jabar), Salaman (Jateng), Mojosari (Jatim), Kesiman (Bali), Metro (Lampung), DIY dan Kalimantan Selatan.
Pada 12 November 1962 Presiden Soekarno mencanangkan kegiatan pemberantasan malaria dan pada tanggal tersebut menjadi Hari Kesehatan Nasional (HKN).
Konsep Bandung Plan terus dikembangkan, tahun 1967 diadakan seminar konsep Puskesmas. Pada tahun 1968 konsep Puskesmas diputuskan dalam Rapat Kerja Kesehatan Nasional dengan disahkannya bentuk Puskesmas yaitu Tipe A, B & C. Kegiatan Puskesmas ketika itu dikenal dengan istilah ’Basic’.
Ada Basic 7, Basic 13 Health Service yaitu : KIA, KB, Gizi Mas, Kesling, P3M, PKM, BP, PHN, UKS, UHG, UKJ, Lab, Pencatatan dan Pelaporan. Pada tahun 1969, Tipe Puskesmas menjadi A & B. Pada tahun 1977 Indonesia ikut menanhadiri akad Visi :
”Health For All By The Year 2000”, di Alma Ata, negara bekas Federasi Uni Soviet, pengembangan dari konsep ”Primary Health Care”.
Tahun 1979 Puskesmas tidak ada pen’tipe’an, dan dikembangkan piranti manajerial perencanaan dan evaluasi Puskesmas yaitu ’ Micro Planning’ dan Stratifikasi Puskesmas.
Pada tahun 1984 dikembangkan Posyandu, yaitu pengembangan dari pos penimbangan dan kurang gizi. Posyandu dengan 5 programnya yaitu, KIA, KB, Gizi, Penanggulangan Diare dan Imunisasi. Posyandu bukan saja untuk pelayanan balita tetapi juga untuk pelayanan ibu hamil.
Bahkan pada waktu-waktu tertentu untuk promosi dan distribusi Vit.A, Fe, Garam Yodium, dan pemanis gizi lainnya. Bahkan Posyandu ketika ini juga menjadi andalah kegiatan penggerakan masyarakat (mobilisasi sosial) menyerupai PIN, Campak, dan Vit A.
Perkembangan puskesmas menampakan hasilnya pada kala Orde Baru, salah satu indikatornya yakni semakin baiknya tingkat kesehatan. Pada sensus 1971 spesialuntuk ada satu dokter untuk melayani 20,9 ribu penduduk. Sensus 1980, mengatakan bahwa satu tenaga dokter untuk 11,4 ribu penduduk.
Post a Comment for "Landasan Kebijakan Pembangunan Pada Kala Pemerintah Orde Gres Dalam Bidang Pertanian, Pendidikan, Keluarga Berencana (Kb) Dan Kesehatan Masyarakat"