Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Peta Dan Kehidupan Politik Pada Era Demokrasi Terpimpin

Berikut ini akan dibahas terkena masa demokrasi terpimpin, pelaksanaan demokrasi terpimpin, sistem demokrasi terpimpin, kehidupan politik pada masa demokrasi terpimpin, kehidupan politik masa demokrasi terpimpin, kehidupan politik demokrasi terpimpin.

Peta Kekuatan Politik Nasional

Antara tahun 1960-1965, kekuatan politik pada waktu itu terpusat di tangan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno memegang seluruh kekuasaan negara dengan Tentara Nasional Indonesia AD dan PKI di sampingnya. TNI, yang semenjak kabinet Djuanda diberlakukan S.O.B. kemudian pemberontakan PRRI dan Permesta pada tahun 1958, mulai memainkan peranan penting dalam bidang politik.

Dihidupkannya Undang-Undang Dasar 1945 ialah anjuran dari Tentara Nasional Indonesia dan didukung penuh dalam pelaksanaannya. Menguatnya dampak Tentara Nasional Indonesia AD, membuat Presiden Soekarno berusaha menekan dampak Tentara Nasional Indonesia AD, terutama Nasution dengan dua taktik, yaitu Soekarno berusaha menerima pertolongan partai-partai politik yang berpusat di Jawa terutama PKI dan merangkul angkatan-angkatan bersenjata lainnya terutama angkatan udara.

Kekuatan politik gres lainnya yaitu PKI. PKI sebagai partai yang bangun kembali pada tahun 1952 dari puing-puing pemberontakan Madiun 1948. PKI kemudian muncul menjadi kekuatan gres pada pemilihan umum 1955. 

melaluiataubersamaini mendapatkan Penetapan Presiden No. 7 1959, partai ini menerima tempat dalam konstelasi politik baru. Kemudian dengan menyokong gagasan Nasakom dari Presiden Soekarno, PKI sanggup memperkuat kedudukannya. Sejak ketika itu PKI berusaha menyaingi Tentara Nasional Indonesia dengan memanfaatkan pertolongan yang didiberikan oleh Soekarno untuk menekan dampak Tentara Nasional Indonesia AD.

PKI berusaha untuk mendapatkan gambaran yang faktual di depan Presiden Soekarno. PKI menerapkan seni administrasi “menempel” pada Presiden Soekarno. Secara sistematis, PKI berusaha memperoleh gambaran sebagai Pancasilais dan pedukung kebijakan-kebijakan Presiden Soekarno yang menguntungkannya. 

Hal ini menyerupai apa yang diungkapkan D.N. Aidit bahwa melaksanakan Manipol secara konsekuen yaitu sama halnya dengan melaksakan aktivitas PKI. Hanya kaum Manipolis munafik dan kaum reaksionerlah yang berusaha menghambat dan menyabot manipol. 

Apa yang diungkapkan Aidit ini ialah suatu upaya untuk memperoleh gambaran sebagai pendukung Soekarno. PKI bisa memanfaatkan pedoman Nasakom yang diciptakan Soekarno sebaik-sebaiknya, sebab lewat Nasakom inilah PKI menerima tempat yang sah dalam konstelasi politik Indonesia. 

Kedudukan PKI semakin berpengaruh dan respektabilitasnya sebagai kekuatan politik sangat meningkat. Bahkan ketika Presiden Soekarno akan membubarkan partai melalui penetapan presiden, konsep awal disebutkan bahwa partai yang akan dibubarkan yaitu partai yang memberontak. 

Namun dalam keputusan final, Presiden Soekarno meminta dimenambahkan kata “sedang” di depan kata “memberontak”, sehingga rumusannya berbunyi “sedang memberontak sebab para pemimpinnya turut dalam pemberontakan....”. 

Sesuai dengan rumusan itu maka partai yang calon berpengaruh untuk dibubarkan spesialuntuk Masyumi dan PSI. Sebaliknya, PKI yang pernah memberontak pada tahun 1948 terhindar dari pembubaran. (Anhar Gonggong, 2005)

PKI pun melaksanakan banyak sekali upaya untuk memperoleh pertolongan politik dari masyarakat. Berbagai slogan disampaikan oleh pemimpin PKI, Aidit, Siapa baiklah Nasakom harus baiklah Pancasila. 

Berbagai pidato Soekarno dikutip diubahsuaikan sedemikian rupa sehingga seakan-akan sejalan dengan gagasan dan harapan PKI. PKI terus meningkatkan kegiatannya dengan banyak sekali isu yang memdiberi gambaran kepada PKI sebagai partai paling Manipolis dan pendukung Presiden Soekarno yang paling setia.

Ketika Presiden Soekarno gagal membentuk kabinet Gotong Royong (Nasakom) pada tahun 1960 sebab menerima perihalan dari kalangan Islam dan Tentara Nasional Indonesia AD, PKI menerima kompensasi tersendiri dengan memperoleh kedudukan dalam MPRS, DPRGR, DPA dan Pengurus Besar Front Nasional serta dalam Musyawarah Pemmenolong Pimpinan Revolusi (MPPR). 

Kondisi ini mendorong pimpinan Tentara Nasional Indonesia AD berusaha untuk mengimbanginya dengan mengajukan calon-calon lain sehingga menjadi pengontrol terhadap PKI dalam komposisinya. Upaya ini tidak mencapai hasil yang optimal sebab Presiden Soekarno tetap mempersembahkan porsi dan posisi kepada anggota PKI. 

Ketika Tentara Nasional Indonesia AD mensinyalir adanya upaya dari PKI melaksanakan tindakan pengacauan di Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan, pimpinan Tentara Nasional Indonesia AD mengambil tindakan menurut UU Keadaan Bahaya mengambil tindakan terhadap PKI dengan melarang terbitnya Harian Rakyat dan dikeluarkan perintah penangkapan Aidit dan kawan-kawan, namun mereka berhasil lolos. Kegiatan-kegiatan PKI-PKI di tempat juga dibekukan. 

Namun tindakan Tentara Nasional Indonesia AD ini tidak disetujui oleh Presiden Soekarno dan memerintahkan segala keputusan dicabut kembali. Presiden Soekarno melarang Peperda mengambil tindakan politis terhadap PKI.

Pada selesai tahun 1964, PKI disudutkan dengan diberita ditemukannya dokumen diam-diam milik PKI ihwal Resume Program Kegiatan PKI Dewasa ini. Dokumen tersebut sebut bahwa PKI akan melancarkan perebutan kekuasaan. 

Namun pimpinan PKI, Aidit, menyangkal dengan banyak sekali cara dan menyebutnya sebagai dokumen tiruan. Peristiwa ini menjadi isu politik besar pada tahun 1964. 

Namun hal ini diselesaikan Presiden Soekarno dengan mengumpulkan para pemimpin partai dan membuat komitmen untuk menuntaskan permasalahan diantara unsur-unsur di dalam negeri diselesaikan secara musyawarah sebab sedang menjalankan proyek Nekolim, konfrontasi dengan Malaysia. Kesepakatan tokoh-tokoh partai politik ini dikenal sebagai Deklarasi Bogor. 

Namun PKI melaksanakan tindakan sebaliknya dengan melaksanakan perilaku ofensif dengan melaksanakan serangan politik terhadap Partai Murba dengan tuduhan sudah memecah belah persatuan Nasakom, dan akan mengadakan perebutan kekuasaan serta akan membunuh pedoman dan eksklusif Presiden Soekarno. 

Upaya-upaya PKI ini membawa hasil dengan ditangkapnya tokoh-tokoh Murba, diantaranya Soekarni dan partai Murba dibekukan oleh Presiden Soekarno.

Merasa kedudukannya yang semakin berpengaruh PKI berusaha untuk memperoleh kedudukan dalam kabinet. Berbagai upaya dilakukan PKI mulai dari agresi corat-coret, pidato-pidato dan petisi-petisi yang menyerukan pembentukan kabinet Nasakom. 

Mereka juga menuntut penggantian pemmenolong-pemmenolong Presiden yang tidak bisa merealisasikan Tri Program Pemerintah, serta mendesak agar segera dibuat Kabinet Gotong-Royong yang berporoskan Nasakom.

Terhadap Tentara Nasional Indonesia AD pun, PKI melaksanakan banyak sekali upaya dalam rangka mematahkan training teritorial yang sudah dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia AD. Seperti insiden Bandar Betsy (Sumatera Utara), Peristiwa Jengkol. 

Upaya merongrong ini dilakukan melalui radio, pers, dan poster yang menggambarkan setan desa yang harus dibunuh dan dibasmi. Tujuan politik PKI disini yaitu menguasai desa untuk mengepung kota.

Sumber http://www.kuttabku.com

Post a Comment for "Peta Dan Kehidupan Politik Pada Era Demokrasi Terpimpin"