Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Proses Interaksi Masyarakat Diberbagai Tempat Dengan Tradisi Hindu-Budha Serta Efek Kebudayaan Hindu-Budha Di Bidang Arsitektur, Kesusastraan, Politik Dan Pemerintahan, Sosial Serta Di Bidang Bahasa Dan Tulisan

Berikut ini akan dijelaskan terkena perkembangan hindu budha di indonesia, interaksi masyarakat diberbagai tempat dengan tradisi hindu budha, imbas hindu budha di indonesia, akulturasi hindu budha, tradisi hindu budha di indonesia, akulturasi kebudayaan hindu budha, akulturasi budaya hindu budha, imbas hindu budha, imbas hindu budha di bidang arsitektur, imbas kebudayaan hindu budha di bidang kesusastraan, imbas hindu budha di bidang politik, imbas kebudayaan hindu budha dalam bidang politik, imbas hindu budha dalam bidang sosial, imbas hindu budha di bidang pemerintahan, imbas kebudayaan hindu budha di bidang bahasa dan tulisan.

Proses Interaksi Masyarakat di Berbagai Daerah dengan Tradisi Hindu-Buddha 

Masuknya suatu kebudayaan abnormal ke dalam lingkup suatu masyarakat sanggup menjadikan tiga kemungkinan: kedua kebudayaan itu akan berakulturasi, berjauhan, atau salah satu hancur. Akulturasi kebudayaan ialah pencampuran dua kebudayaan atau lebih yang melaksanakan kebudayaan baru. 

Dalam perkembangan kehidupan masyarakat Nusantara ketika terjalin hubungan dagang antara India, Cina, dan Indonesia, terjadilah akulturasi budaya. 

Akulturasi budaya Hindu-Buddha India dengan budaya orisinil Nusantara secara hening melahirkan budaya gres yang disebut budaya Hindu-Buddha Nusantara. Menghadapi proses akulturasi tersebut, berdasarkan para ahli, bangsa Indonesia bersikap pasif maupun aktif. 

Pada awalnya bersikap pasif mendapatkan ajaran-ajaran baru, di kemudian hari aktif mencari ilmu hingga mengirim pelajarnya ke luar negeri dan mengundang brahmana dari luar negeri untuk memdiberi pelajaran. 

Proses akulturasi selama berabad-abad menjadikan sinkretisme antara kedua agama tersebut dan unsur budaya orisinil hingga lahirlah agama gres yang dikenal sebagai Syiwa Buddha. 

Sinkretisme ialah paham atau aliran gres yang ialah perpaduan dari beberapa paham untuk mencari keserasian dan keseimbangan. Aliran ini berkembang pesat pada kurun ke-13 M. Penganutnya, antara lain, Raja Kertguagara dan Adityawarman. 

Akulturasi budaya paling simpel kita lihat dalam bentuk kesenian, mirip seni rupa, seni sastra, dan seni bangunan yang ialah unsur kebudayaan material. Akulturasi budaya ini juga sanggup kita saksikan dalam upacara-upacara ritual. 

Pelaksanaan proses akulturasi tersebut dilakukan oleh para cendekiawan, agamawan, arsitek, sastrawan istana maupun rakyat, dan para seniman.

1. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Bidang Arsitektur atau Seni Bangunan

Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha dalam bidang arsitektur atau seni bangunan sanggup kita lihat dengan terperinci pada candi-candi. Ada perbedaan fungsi antara candi dalam agama Hindu dan candi dalam agama Buddha. Dalam agama Hindu, candi difungsikan sebagai makam.

Adapun dalam agama Buddha, candi berfungsi sebagai tempat pemujaan atau peribadatan. Meski difungsikan sebagai makam, namun tidak berarti bahwa mayat atau bubuk mayit dikuburkan dalam candi. Benda yang dikuburkan atau dicandikan ialah macam-macam benda yang disebut pripih. 

Pripih ini dianggap sebagai lambang zat jasmaniah yang rohnya sudah bersatu dengan tuhan penitisnya. Pripih ini diletakkan dalam peti kerikil di dasar bangunan, kemudian di atasnya dibuatkan patung tuhan sebagai perwujudan sang raja. 

Arca perwujudan raja itu umumnya ialah Syiwa atau lambang Syiwa, yaitu lingga. Pada candi Buddha, tidak terdapat pripih dan arca perwujudan raja. Abu mayit raja ditanam di sekitar candi dalam bangunan stupa. Bangunan candi terdiri atas tiga bagian, yaitu kaki, tubuh, dan atap.
  • Kaki candi berbentuk persegi (bujur sangkar). Di tengah-tengah kaki candi inilah ditanam pripih.
  • Tubuh candi terdiri atas sebuah bilik yang meliputi arca perwujudan. Dinding luar sisi bilik didiberi relung (ceruk) yang meliputi arca. Dinding relung sisi selatan meliputi arca Guru, relung utara meliputi arca Durga, dan relung belakang meliputi arca Gguasha. Relung-relung untuk candi yang besar biasanya diubah.
  • Atap candi terdiri atas tiga tingkat. Bagian atasnya lebih kecil dan pada puncaknya terdapat lingga atau stupa. Bagian dalam atap (puncak bilik) ada sebuah rongga kecil yang dasarnya berupa kerikil segi empat dengan gambar teratai merah, melambangkan takhta dewa. Pada upacara pemujaan, jasad dari pripih dinaikkan rohnya dari rongga atau diturunkan ke dalam arca perwujudan. Hiduplah arca itu menjadi perwujudan almarhum sebagai dewa.
Bangunan candi di Indonesia yang bercorak Hindu, antara lain, candi Prambanan, candi Sambisari, candi Ratu Boko, candi Gedongsongo, candi Sukuh, candi Dieng, candi Jago, candi Singasari, candi Kidal, candi Panataran, candi Surawana, dan gapura Bajang Ratu. 

Bangunan candi yang bercorak Buddha, antara lain, candi Borobudur, candi Mendut, candi Pawon, candi Kalasan, candi Sewu, candi Sari, dan candi Muara Takus.

Beberapa peninggalan bangunan lain yang mirip candi sebagai diberikut.
  • Patirtan atau pemandian, misalnya, patirtan di Jalatunda dan Belahan (lereng Gunung Penanggungan), di candi Tikus (Trowulan), dan di Gona Gajah (Gianyar, Bali).
  • Candi Padas di Gunung Kawi, Tampaksiring. Di tempat ini terdapat sepuluh candi yang dipahatkan mirip relief pada tebing-tebing di Pakerisan.
  • Gapura yang berbentuk candi dan mempunyai pintu keluar masuk. misal candi semacam ini ialah candi Plumbangan, candi Bajang Ratu, dan candi Jedong.
  • Jenis gapura lainnya yang berbentuk mirip candi yang dibelah dua untuk jalan keluar masuk. misal candi semacam ini ialah candi Bentar dan candi Wringin Lawang.

Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Bidang seni rupa

Seni rupa Nusantara yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Buddha dari India ialah seni pahat atau ukir dan seni patung. Seni pahat atau ukir umumnya berupa hiasan-hiasan dinding candi dengan tema suasana Gunung Mahameru, tempat kediaman para dewa. 

Hiasan yang terdapat pada ambang pintu atau relung ialah kepala kala yang disebut Banaspati (raja hutan). Kala yang terdapat pada candi di Jawa Tengah selalu dirangkai dengan makara, yaitu sejenis buaya yang menghiasi penggalan bawah kanan kiri pintu atau relung. 

Pola hiasan lainnya berupa daun-daunan yang dirangkai dengan sulur-sulur melingkar menjadi sulur gelung. Pola ini menghiasi bidang naik horizontal maupun vertikal. Ada juga bentuk-bentuk hiasan berupa bunga teratai biru (utpala), merah (padam), dan putih (kumala). 

Pola-pola teratai ini tidak dibedakan berdasarkan warna, melainkan detail bentuknya yang tidak sama-beda. Khususnya pada dinding candi di Jawa Tengah, terdapat hiasan pohon kalpataru (semacam diberingin) yang diapit oleh dua buntut binatang atau sepasang kenari. 

Beberapa candi mempunyai relief yang melukiskan suatu cerita. Cerita tersebut diambil dari kitab kesusastraan ataupun keagamaan. Gaya relief tiap-tiap tempat mempunyai keunikan. Relief di Jawa Timur bergaya mayang dengan objek-objeknya berbentuk gepeng (dua dimensi). 

Adapun relief di Jawa Tengah bergaya naturalis dengan lekukan-lekukan yang dalam sehingga memdiberi kesan tiga dimensi. 

Pada masa Kerajaan Majapahit, relief di Jawa Timur menjiplak gaya Jawa Tengah dengan mempersembahkan latar belakang pemandangan sehingga tercipta kesan tiga dimensi. Relief-relief yang penting sebagai diberikut.
  • Relief candi Borobudur menceritakan Kormanibhangga, menggambarkan perbuatan insan serta hukum-hukumnya sesuai dengan Gandawyuha (Sudhana mencari ilmu).
  • Relief candi Roro Jonggrang menceritakan kisah Ramayana dan Kresnayana.
Seni patung yang berkembang umumnya berupa patung atau arca raja pada sebuah candi. Raja yang sudah meninggal dimuliakan dalam wujud arca dewa. 

misal seni patung hasil kebudayaan Hindu-Buddha sekarang sanggup kita saksikan di candi Prambanan (patung Roro Jonggrang) dan di Museum Mojokerto (Jawa Timur). Salah satu koleksi museum tersebut yang terindah ialah patung Airlangga (perwujudan Wisnu) dan patung Ken Dedes.

3. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Bidang Kesusastraan

Wiracarita atau kisah kepahlawanan India yang memasyarakat di Indonesia dan memengaruhi kehidupan serta perkembangan sosial budaya ialah dongeng Mahabharata dan Ramayana. Kitab Mahabharata terdiri atas delapan belas jilid (parwa). 

Setiap jilid terbagi lagi menjadi beberapa penggalan (juga disebut parwa) yang digubah dalam bentuk syair. Cerita pokoknya meliputi 24.000 seloka. Sebagian besar isi kitab ini menceritakan peperangan sengit selama delapan hari antara Pandawa dan Kurawa. 

Kata Mahabharatayudha sendiri berarti peperangan besar antarkeluarga Bharata. Menurut cerita, kitab ini dihimpun oleh Wiyasa Dwipayana. 

Akan tetapi, para hebat sejarah beranggapan bahwa lebih masuk nalar kalau kitab itu ialah kumpulan aneka macam dongeng brahmana antara tahun 400 SM hingga 400 M. 

Kitab Ramayana dikarang oleh Walmiki. Kitab ini terdiri atas tujuh jilid (kanda) dan digubah dalam bentuk syair sebanyak 24.000 seloka. Kitab ini meliputi usaha Rama dalam merebut kembali istrinya, Dewi Sinta (Sita), yang diculik oleh Rahwana. 

Dalam perjuangannya, Rama yang selalu dikawani Laksmana (adiknya) itu menerima menolongan dari pasukan monyet yang dipimpin oleh Sugriwa. Selain itu, Rama juga dimenolong oleh Gunawan Wibhisana, adik Rahwana yang diusir oleh kakaknya lantaran bermaksud membela kebenaran (Rama). 

Perjuangan tersebut menjadikan peperangan besar dan banyak korban berjatuhan. Di simpulan cerita, Rahwana beserta anak buahnya gugur dan Dewi Sinta kembali kepada Rama. 

Akulturasi di bidang sastra sanggup dilihat pada adanya modifikasi cerita-cerita orisinil India dengan unsur tokoh-tokoh Indonesia serta peristiwa-peristiwa yang seperti terjadi di Indonesia. contohnya ialah penambahan tokoh punakawan (Semar, Bagong, Gareng, Petruk) dalam kisah Mahabharata. 

Bahkan, dalam literatur-literatur keagamaan Hindu-Buddha di Indonesia susah kita temukan dongeng orisinil mirip yang ada di negeri asalnya. Pengaruh kebudayaan India yang dipertahankan dalam kesusastraan ialah gagasan, konsep, dan pandangan-pandangannya.

4. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di bidang politik dan sistem pemerintahan

Salah satu pola kasatmata imbas kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia ialah perubahan sistem pemerintahan. Sebelum imbas Hindu-Buddha masuk ke Indonesia, struktur sosial orisinil masyarakat Indonesia berbentuk suku-suku dengan pimpinannya ditunjuk atas prinsip primus inter pares. 

Sesudah imbas Hindu-Buddha masuk, sistem pemerintahan ini menjelma kerajaan. Kepemimpinan kemudian diturunkan kepada keturunan raja. Raja dan keluarganya kemudian membentuk kalangan yang disebut bangsawan. 

Dalam perkembangannya, ada dua corak kerajaan berdasarkan budaya Hindu- Buddha. Kerajaan-kerajaan bercorak Hindu, antara lain, Kerajaan Kutai, Tarumguagara, Mataram Hindu (Mataram Kuno), Kahuripan (Airlangga), dan Majapahit. 

Kerajaan Majapahit dikenal sebagai kerajaan Hindu terbesar. Adapun kerajaan-kerajaan bercorak Buddha, antara lain, Kerajaan Holing (Kalingga), Melayu, Sriwijaya, dan Mataram Buddha. Kerajaan Sriwijaya ialah kerajaan Buddha terbesar di Indonesia.

5. Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap sistem kepercayaan

Pada dikala budaya Hindu-Buddha masuk ke Indonesia, masyarakat masih menganut kepercayaan asli, yaitu animisme dan dinamisme. Akibat adanya proses akulturasi, agama Hindu dan Buddha kemudian diterima penduduk asli. 

Dibandingkan agama Hindu, agama Buddha lebih simpel diterima oleh masyarakat kebanyakan sehingga sanggup berkembang pesat dan menyebar ke aneka macam wilayah. 

Sebabnya ialah agama Buddha tidak mengenal kasta, tidak membeda-bedakan manusia, dan menganggap tiruana insan itu sama derajatnya di hadapan Tuhan (tidak diskriminatif). 

Menurut agama Buddha, setiap insan sanggup mencapai surga asalkan baik kecerdikan pekertinya dan berjasa terhadap masyarakat.

6. Sistem perdagangan dan transportasi

Kekayaan bumi Nusantara sudah dikenal luas semenjak lampau. Kemenyan, kayu cendana, dan kapur barus dari Indonesia sudah dikenal di Cina menyaingi materi wangi-wangian lainnya dari Asia Barat. 

Begitu pula aneka macam jenis rempah-rempah, mirip lada dan cengkih, serta hasil-hasil kerajinan dan aneka macam jenis binatang khas yang unik. Awalnya, pedagang-pedagang dari India yang singgah di Indonesia membawa barang-barang tersebut ke Cina. 

Seiring dengan perkembangan perdagangan internasional, hubungan dagang antara Indonesia – India – Cina pun berkembang . Wolters beropini bahwa perkembangan ini akhir dari perilaku terbuka dan berteman dekat dengan orang abnormal serta penghargaan terhadap barang dagangan yang dibawa orang asing. 

Sikap ini pula yang memungkinkan agama Hindu-Buddha sanggup berkembang di Indonesia. Dalam aneka macam prasasti yang ditemukan, disebutkan bahwa pada kurun ke-5 Masehi, bangsa Indonesia sudah bisa turut serta dalam perdagangan maritim internasional Asia. 

Perkembangan ini dipicu pula oleh perkembangan teknologi transportasi pelayaran. I-Tsing, musafir dan pendeta Buddha dari Cina yang mampir ke Indonesia pada kurun ke-7 dalam perjalanannya ke India dengan menumpang kapal milik Sriwijaya, menyampaikan bahwa pada awalnya bangsa Indonesia memang sudah bersahabat dengan dunia pelayaran, meski gres terbatas pada pulau-pulau yang berdekatan. 

Alat transportasi yang dipakai ialah kapal cadik berukuran kecil. Bersamaan dengan munculnya kerajaan-kerajaan besar, mirip Sriwijaya, Singasari, dan Majapahit, mulailah dikenal teknologi pembuatan kapal-kapal yang lebih besar dan pelayaran yang dilakukan sanggup menjangkau jarak yang lebih jauh. 

Bangsa Indonesia jadi sanggup berperan lebih aktif dalam perdagangan internasional dengan berlayar sendiri ke negara-negara yang biasanya berdagang dengan Indonesia. 

Hal ini tergambar dalam relief candi Borobudur. Tiga jenis kapal yang digambarkan dalam relief tersebut ialah bahtera lesung, kapal besar tidak bercadik, dan kapal bercadik.

7. Sistem penguasaan tanah

Tanah dalam lingkungan sebuah kerajaan secara umum menjadi milik kerajaan. Namun, pengolahan atau memanfaatkan diserahkan kepada rakyat yang hidup dalam lingkup kerajaan tersebut. Hak memanfaatkan lahan ini disebut hak anggaduh, artinya rakyat spesialuntuk dipinjami tanah oleh raja. 

Tanah garapan itu sanggup dipindahtangankan kepada rakyat lainnya dalam lingkup kerajaan yang sama dan hak anggaduh tersebut sanggup dipakai secara turun temurun. 

Akan tetapi, kalau sewaktu-waktu raja memintanya kembali, misalnya, untuk keperluan pendirian candi atau bangunan milik kerajaan atau suatu kepentingan umum lainnya, rakyat tidak sanggup menolak.

8. Sistem pajak

Pengembangan dan jaminan kelangsungan suatu kerajaan tentu memerlukan biaya. Biaya ini diambil dari hasil perdagangan, pertanian, dan pungutan pajak kepada rakyat. Pajak dipungut oleh pejabat di tingkat tempat dari desa-desa yang ada di wilayahnya. 

Setiap habis pguan, pajak tersebut wajib diserahkan pada kerajaan. Di tingkat pusat, ada petugas khusus yang bertugas mencatat luas tanah di wilayah kerajaan untuk dijadikan dasar perhitungan penetapan pajak yang wajib dipungut. Rakyat diwajibkan untuk membayar pajak sempurna waktu.

9. Tenaga kerja

Tenaga kerja berasal dari rakyat. Dalam hal ini, rakyat ialah abdinya yang harus menaati tiruana perintahnya. 

Hal ini dikarenakan pada masa itu, kekuasaan raja  ialah kekuasaan tertinggi dan mutlak alasannya ialah raja dianggap sebagai penjelmaan tuhan di bumi dan memerintah atas nama dewa. Oleh lantaran itu, rakyat dituntut untuk bersikap setia kepada raja.

10. Perkembangan tradisi Hindu-Buddha

Pada masa berkembangnya agama Hindu-Buddha di Nusantara, tradisi Hindu- Buddha mengalami perkembangan yang cukup pesat di wilayah Nusantara dalam aneka macam sektor sebagai diberikut.

a. Sistem struktur sosial masyarakat

Masuk dan berkembangnya agama Hindu di Indonesia memengaruhi sektor kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk sistem dan struktur sosial masyarakatnya. Pengaruhnya sanggup dilihat melalui diterapkannya sistem santunan kasta pada masyarakat Indonesia. 

Sistem santunan kasta di Indonesia tidak mirip yang ada di India, akan tetapi ialah sistem pengelompokan masyarakat melalui tingkatan-tingkatan kehidupan masyarakat dan berlaku turun temurun. 

Hal ini untuk menunjukkan status sosial dalam masyarakat Indonesia. Sementara itu, di India perbedaan sistem kasta sangat fundamental alasannya ialah untuk membedakan status sosial antara golongan Arya dan Dravida.

Pada masyarakat Indonesia yang menerima imbas Buddha muncul santunan kelompok masyarakat bhiksu dan bhiksuni, yaitu kelompok masyarakat yang tinggal di wihara-wihara dan hidup mementingkan rohani saja, tata kehidupan duniawi mulai ditinggalkan. 

Kelompok masyarakat yang lain ialah kelompok masyarakat umum, yakni kelompok masyarakat yang masih mementingkan hidup duniawi. Sistem dan struktur masyarakat Indonesia yang menerima imbas Hindu-Buddha berkembang pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Mataram. 

Kerajaan Sriwijaya ialah kerajaan maritim di mana kehidupan rakyatnya banyak bergantung pada kelautan. Sriwijaya banyak menguasai jalur-jalur dan sentra perdagangan maka Sriwijaya menjadi kerajaan yang besar dan penting, kesannya menjadi kerajaan nasional yang pertama di Nusantara. 

Kerajaan Mataram Hindu terdiri atas tempat sentra yang dikenal dengan ibu kota kerajaan (tempat tinggal raja, putra raja, kerabat dekat raja, serta pejabat tinggi kerajaan) dan tempat watak, yaitu tempat yang dikuasai para rakai atau pamgat yang berkedudukan sebagai pegawai tinggi kerajaan yang berkedudukan turun-temurun.

b. Pemerintahan

Sebelum imbas Hindu ke Nusantara, bangsa Indonesia sudah mengenal sistem pemerintahan, yakni dari seorang kepala suku dikenal bentuk kesukuan, seorang kepala suku menduduki jabatannya berdasarkan kemampuan yang dimiliki, maka ia pemimpin yang dipilih oleh kelompok sukunya secara demokratis. 

Mereka mempunyai kelebihan dalam anggota kelompoknya. Masuk dan berkembangnya agama Hindu dan Buddha di Indonesia membawa imbas yakni mulai lahirnya kerajaan. Kerajaan Hindu pertama di Indonesia ialah Kerajaan Kutai dengan rajanya Mulawarman. 

Raja berkuasa secara turun temurun sehingga keluarga raja mempunyai kehormatan di tengah-tengah masyarakat negara. Raja mempunyai kekuasaan tunggal, tidak ada forum yang bisa menandingi kekuasaan raja.

c. Kesenian

Perkembangan bidang kesenian tampak sekali dalam seni bangunan, seni rupa, dan seni sastra.

1) Seni bangunan yakni adanya bangunan candi Hindu dan candi Buddha yang banyak ditemukan di Nusantara. 

Dasar pembangunan candi berasal dari zaman megalitikum sehingga candi-candi yang ada di Nusantara mempunyai bentuk bangunan yang megah serta punden berundak mirip yang tampak pada candi Borobudur.

2) Seni rupa, seni lukis yang masuk ke Nusantara berkembang, ditandai dengan ditemukannya patung Buddha berlanggam Gandara di Kota Bangun Kutai, dan patung Buddha berlanggam Amarawati yang ditemukan di Sulawesi, adanya hiasan bahtera yang menunjukkan majunya seni di Nusantara dikala itu serta pada dinding candi Prambanan kita jumpai relief Ramayana.

3) Dalam bidang sastra, seni sastra Hindu banyak kita jumpai pada prasasti-prasasti serta kitab-kitab sastra. Banyak prasasti di Nusantara memakai bahasa Sanskerta bahkan kitab-kitab sastra zaman Hindu secara umum dikuasai memakai bahasa tersebut dan goresan pena Palawa.

d. Perkembangan teknologi

Kemajuan teknologi sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Sebelum imbas Hindu masuk ke Nusantara bangsa Indonesia sudah mempunyai teknologi yang tinggi khususnya dalam pembuatan alat kehidupan baik yang terbuat dari kerikil atau logam. 

Sesudah adanya imbas Hindu, teknologi semakin maju, contohnya pembuatan candi. Jika dibandingkan dengan candi-candi di India maka candi di Indonesia jauh lebih megah dan kokoh mirip candi Borobudur, candi Prambanan. melaluiataubersamaini demikian, bangsa Indonesia mempunyai pengetahuan teknologi yang sudah tinggi.

e. Perkembangan pendidikan

Pendidikan berkembang pesat setelah adanya imbas Hindu, yakni masyarakat menerima pendidikan yang dilakukan para pendeta Hindu dan Buddha. Mereka ada yang belajar kepada pendeta dengan pergi ke rumah-rumah pendeta atau berada di tempat khusus mirip wihara-wihara. 

Kaum Brahmana yang mempersembahkan pendidikan serta mengajarkan agama Hindu kepada masyarakat di daerah-daerah membuka tempat-tempat pendidikan yang dikenal Pasraman. Di Pasraman inilah, masyarakat Indonesia mendapatkan aneka macam pengetahuan yang diajarkan para Brahmana.

Sumber http://www.kuttabku.com

Post a Comment for "Proses Interaksi Masyarakat Diberbagai Tempat Dengan Tradisi Hindu-Budha Serta Efek Kebudayaan Hindu-Budha Di Bidang Arsitektur, Kesusastraan, Politik Dan Pemerintahan, Sosial Serta Di Bidang Bahasa Dan Tulisan"