Sejarah Pendiri Kerajaan, Letak, Prasasti Dan Candi Peninggalan, Sistem Pemerintahan Dan Kehidupan Sosial Politik Kerajaan Mataram Kuno
Berikut ini akan dijabarkan bahan wacana sejarah kerajaan mataram kuno, peninggalan kerajaan mataram kuno, prasasti canggal, letak kerajaan mataram kuno, pendiri kerajaan mataram kuno, dinasti sanjaya, letak geografis kerajaan mataram kuno, silsilah kerajaan mataram kuno, lokasi kerajaan mataram kuno, sistem pemerintahan kerajaan mataram kuno, prasasti balitung, prasasti kerajaan mataram kuno, isi prasasti canggal, kehidupan sosial kerajaan mataram kuno, prasasti peninggalan kerajaan mataram kuno, raja kerajaan mataram kuno, prasasti kedu, raja sanjaya, candi peninggalan kerajaan mataram kuno, kehidupan politik kerajaan mataram kuno, kerajaan syailendra.
Kerajaan Mataram Kuno
Pada pertengahan era ke-8 di Jawa kepingan tengah berdiri sebuah kerajaan baru. Kerajaan itu kita kenal dengan nama Kerajaan Mataram Kuno. Mengenai letak dan sentra Kerajaan Mataram Kuno tepatnya belum sanggup dipastikan.
Ada yang sebut sentra kerajaan di Medang dan terletak di Poh Pitu. Sementara itu letak Poh Pitu hingga kini belum jelas. Keberadaan lokasi kerajaan itu sanggup diterangkan berada di sekeliling pepegununganan, dan sungai-sungai.
Di sebelah utara terdapat Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, dan Sindoro; di sebelah barat terdapat Pepegununganan Serayu; di sebelah timur terdapat Gunung Lawu, serta di sebelah selatan berdekatan dengan Laut Selatan dan Pepegununganan Seribu.
Sungai-sungai yang ada, contohnya Sungai Bogowonto, Elo, Progo, Opak, dan Bengawan Solo. Letak Poh Pitu mungkin di antara Kedu hingga sekitar Prambanan. Untuk mengetahui perkembangan Kerajaan Mataram Kuno sanggup dipakai sumber yang berupa prasasti.
Ada beberapa prasasti yang berkaitan dengan Kerajaan Mataram Kuno di antaranya Prasasti Canggal, Prasasti Kalasan, Prasasti Klura, Prasasti Kedu atau Prasasti Balitung. Di samping beberapa prasasti tersebut, sumber sejarah untuk Kerajaan Mataram Kuno juga berasal dari diberita Cina.
salah satu situs liangan, sisa peninggalan mataram kuno |
Perkembangan Sistem Pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno
Sebelum Sanjaya berkuasa di Mataram Kuno, di Jawa sudah berkuasa seorang raja berjulukan Sanna. Menurut prasasti Canggal yang berangka tahun 732 M, diterangkan bahwa Raja Sanna sudah digantikan oleh Sanjaya.
Raja Sanjaya yaitu putra Sanaha, saudara wanita dari Sanna. Dalam Prasasti Sojomerto yang ditemukan di Desa Sojomerto, Kabupaten Batang, disebut nama Dapunta Syailendra yang beragama Syiwa (Hindu).
Diperkirakan Dapunta Syailendra berasal dari Sriwijaya dan menurunkan Dinasti Syailendra yang berkuasa di Jawa kepingan tengah.
Dalam hal ini Dapunta Syailendra diperkirakan yang menurunkan Sanna, sebagai raja di Jawa. Sanjaya tampil memerintah Kerajaan Mataram Kuno pada tahun 717 - 780 M.
Ia melanjutkan kekuasaan Sanna. Sanjaya kemudian melaksanakan penaklukan terhadap raja-raja kecil bekas bawahan Sanna yang melepaskan diri.
Prasasti Canggal dan Sojomerto |
Sesudah itu, pada tahun 732 M Raja Sanjaya mendirikan bangunan suci sebagai tempat pemujaan. Bangunan ini berupa lingga dan berada di atas Gunung Wukir (Bukit Stirangga). Bangunan suci itu ialah lambang keberhasilan Sanjaya dalam menaklukkan raja-raja lain.
Raja Sanjaya bersikap arif, adil dalam memerintah, dan mempunyai pengetahuan luas. Para pujangga dan rakyat hormat kepada rajanya.
Oleh lantaran itu, di bawah pemerintahan Raja Sanjaya, kerajaan menjadi kondusif dan tenteram. Rakyat hidup makmur. Mata pencaharian penting yaitu pertanian dengan hasil utama padi.
Candi Kalasan |
Sanjaya juga dikenal sebagai raja yang paham akan isi kitab-kitab suci. Bangunan suci dibangun oleh Sanjaya untuk pemujaan lingga di atas Gunung Wukir, sebagai lambang sudah ditaklukkannya raja-raja kecil di sekitarnya yang dulu mengakui kemaharajaan Sanna.
Sesudah Raja Sanjaya wafat, ia digantikan oleh putranya berjulukan Rakai Panangkaran. Panangkaran mendukung adanya perkembangan agama Buddha.
Dalam Prasasti Kalasan yang berangka tahun 778, Raja Panangkaran sudah mempersembahkan hadiah tanah dan memerintahkan membangun sebuah candi untuk Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta agama Buddha. Tanah dan bangunan tersebut terletak di Kalasan.
Prasasti Kalasan juga menunjukan bahwa Raja Panangkaran disebut dengan nama Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai Panangkaran. Raja Panangkaran kemudian memindahkan sentra pemerintahannya ke arah timur.
Raja Panangkaran dikenal sebagai penakluk yang gagah berani bagi musuh-musuh kerajaan. Daerahnya bertambah luas. Ia juga disebut sebagai permata dari Dinasti Syailendra.
Agama Buddha Mahayana waktu itu berkembang pesat. Ia juga memerintahkan didirikannya bangunan-bangunan suci.
Misalnya, Candi Kalasan dan arca Manjusri. Sesudah kekuasaan Penangkaran berakhir, timbul duduk kasus dalam keluarga Syailendra, lantaran adanya perpecahan antara anggota keluarga yang sudah memeluk agama Buddha dengan keluarga yang masih memeluk agama Hindu (Syiwa).
Hal ini menjadikan perpecahan di dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno. Satu pemerintahan dipimpin oleh tokoh-tokoh kerabat istana yang menganut agama Hindu berkuasa di tempat Jawa kepingan utara.
Kemudian keluarga yang terdiri atas tokoh-tokoh yang beragama Buddha berkuasa di tempat Jawa kepingan selatan. Keluarga Syailendra yang beragama Hindu meninggalkan bangunan-bangunan candi di Jawa kepingan utara.
Misalnya, candi-candi kompleks Pepegununganan Dieng (Candi Dieng) dan kompleks Candi Gedongsongo. Kompleks Candi Dieng menggunakan nama-nama tokoh wayang menyerupai Candi Bima, Puntadewa, Arjuna, dan Semar.
Sementara yang beragama Buddha meninggalkan candi-candi menyerupai Candi Ngawen, Mendut, Pawon dan Borobudur.
Candi Borobudur |
Candi Borobudur diperkirakan mulai dibangun oleh Samaratungga pada tahun 824 M. Pembangunan kemudian dilanjutkan pada zaman Pramudawardani dan Pikatan. Perpecahan di dalam keluarga Syailendra tidak berlangsung lama. Keluarga itu karenanya bersatu kembali.
Hal ini ditandai dengan perkawinan Rakai Pikatan dan keluarga yang beragama Hindu dengan Pramudawardani, putri dari Samaratungga.
Perkawinan itu terjadi pada tahun 832 M. Sesudah itu, Dinasti Syailendra bersatu kembali di bawah pemerintahan Raja Pikatan.
Perkawinan itu terjadi pada tahun 832 M. Sesudah itu, Dinasti Syailendra bersatu kembali di bawah pemerintahan Raja Pikatan.
Kelompok Arjuna kompleks Candi Dieng di Dataran Tinggi Dieng Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah |
Sesudah Samaratungga wafat, anaknya dengan Dewi Tara yang berjulukan Balaputradewa menawarkan perilaku menentang terhadap Pikatan.
Kemudian terjadi perang kudeta antara Pikatan dengan Balaputradewa. Dalam perang ini Balaputradewa membuat benteng pertahanan di perbukitan di sebelah selatan Prambanan.
Benteng ini kini kira kenal dengan Candi Boko. Dalam pertempuran, Balaputradewa terdesak dan melarikan diri ke Sumatra. Balaputradewa kemudian menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya.
Kerajaan Mataram Kuno wilayahnya bertambah luas. Kehidupan agama berkembang pesat tahun 856 Rakai Pikatan turun takhta dan digantikan oleh Kayuwangi atau Dyah Lokapala.
Kayuwangi kemudian digantikan oleh Dyah Balitung. Raja Balitung ialah raja yang terbesar. Ia memerintah pada tahun 898 - 911 M dengan gelar Sri Maharaja Rakai Wafukura Dyah Balitung Sri Dharmadya Mahasambu.
Kompleks Percandian Gedongsongo, terletak di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah |
Sesudah pemerintahan Balitung berakhir, Kerajaan Mataram mulai mengalami kemunduran. Raja yang berkuasa setelah Balitung yaitu Daksa, Tulodong, dan Wawa.
Beberapa faktor yang mengakibatkan kemunduran Mataram Kuno antara lain adanya musibah dan bahaya dari musuh yaitu Kerajaan Sriwijaya.
Beberapa faktor yang mengakibatkan kemunduran Mataram Kuno antara lain adanya musibah dan bahaya dari musuh yaitu Kerajaan Sriwijaya.
Kekuasaan Dinasti Isyana
Perperihalan di antara keluarga Mataram, sepertinya terus berlangsung hingga masa pemerintahan Mpu Sindok pada tahun 929 M.
Pertikaian yang tidak pernah berhenti mengakibatkan Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan dari Medang ke Daha (Jawa Timur) dan mendirikan dinasti gres yaitu Dinasti Isyanawangsa.
Di samping lantaran perperihalan keluarga, pemindahan sentra kerajaan juga dikarenakan kerajaan mengalami kehancuran jawaban letusan Gunung Merapi.
Berdasarkan prasasti, sentra pemerintahan Keluarga Isyana terletak di Tamwlang. Letak Tamwlang diperkirakan erat Jombang, lantaran di Jombang masih ada desa yang namanya mirip, yakni desa Tambelang.
Daerah kekuasaannya mencakup Jawa kepingan timur, Jawa kepingan tengah, dan Bali. Sesudah Mpu Sindok meninggal, ia digantikan oleh anak perempuannya berjulukan Sri Isyanatunggawijaya.
Ia naik takhta dan kawin dengan Sri Lokapala. Dari perkawinan ini lahirlah putra yang berjulukan Makutawangsawardana. Makutawangsawardana naik takhta menggantikan ibunya.
Kemudian pemerintahan dilanjutkan oleh Dharmawangsa. Dharmawangsa Tguh yang memeluk agama Hindu ajaran Waisya. Pada masa pemerintahannya, Dharmawangsa Tguh memerintahkan untuk menyadur kitab Mahabarata dalam bahasa Jawa Kuno.
Sesudah Dharmawangsa Tguh turun takhtah ia digantikan oleh Raja Airlangga, yang ketika itu usianya masih 16 tahun. Hancurnya kerajaan Dharmawangsa mengakibatkan Airlangga berkelana ke hutan.
Selama di hutan ia hidup bersama pendeta sambil mendalami agama. Airlangga kemudian dinobatkan oleh pendeta agama Hindu dan Buddha sebagai raja.
Begitulah kehidupan agama pada masa Mataram Kuno. Meskipun mereka tidak sama ajaran dan keyakinan, penduduk Mataram Kuno tetap menghargai perbedaan yang ada.
Sesudah dinobatkan sebagai raja, Airlangga segera mengadakan pemulihan relasi baik dengan Sriwijaya, bahkan memmenolong Sriwijaya ketika diserang Raja Colamandala dari India Selatan.
Pada tahun 1037 M, Airlangga berhasil mempersatukan kembali daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Dharmawangsa, mencakup seluruh Jawa Timur.
Airlangga kemudian memindahkan ibu kota kerajaannya dari Daha ke Kahuripan. Pada tahun 1042, Airlangga mengundurkan diri dari takhta kerajaan, kemudian hidup sebagai pertapa dengan nama Resi Gentayu (Djatinindra).
Menjelang selesai pemerintahannya Airlangga menyerahkan kekuasaanya pada putrinya Sangrama Wijaya Tungga- Dewi.
Namun, putrinya itu menolak dan menentukan untuk menjadi seorang petapa dengan nama Ratu Giriputri. Airlangga memerintahkan Mpu Bharada untuk membagi dua kerajaan.
Kerajaan itu yaitu Kediri dan Janggala. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya perang saudara di antara kedua putranya yang lahir dari selir.
Kerajaan Janggala di sebelah timur didiberikan kepada putra sulungnya yang berjulukan Garasakan (Jayengrana), dengan ibu kota di Kahuripan (Jiwana).
Wilayahnya mencakup tempat sekitar Surabaya hingga Pasuruan, dan Kerajaan Panjalu (Kediri). Kerajaan Kediri di sebelah barat didiberikan kepada putra bungsunya yang berjulukan Samarawijaya (Jayawarsa) dengan ibu kota di Kediri (Daha), mencakup tempat sekitar Kediri dan Madiun.
Kerajaan Kediri yaitu kerajaan pertama yang mempunyai sistem manajemen kewilayahan negara berjenjang. Hierarki kewilayahan dibagi atas tiga jenjang.
Struktur paling bawah dikenal dengan thani (desa). Desa ini terbagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi yang dipimpin oleh seorang duwan.
Setingkat lebih tinggi di atasnya disebut wiaku, yaitu sekumpulan dari desa-desa. Tingkatan paling tinggi yaitu negara atau kerajaan yang disebut dengan bhumi.
Pertikaian yang tidak pernah berhenti mengakibatkan Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan dari Medang ke Daha (Jawa Timur) dan mendirikan dinasti gres yaitu Dinasti Isyanawangsa.
Di samping lantaran perperihalan keluarga, pemindahan sentra kerajaan juga dikarenakan kerajaan mengalami kehancuran jawaban letusan Gunung Merapi.
Berdasarkan prasasti, sentra pemerintahan Keluarga Isyana terletak di Tamwlang. Letak Tamwlang diperkirakan erat Jombang, lantaran di Jombang masih ada desa yang namanya mirip, yakni desa Tambelang.
Daerah kekuasaannya mencakup Jawa kepingan timur, Jawa kepingan tengah, dan Bali. Sesudah Mpu Sindok meninggal, ia digantikan oleh anak perempuannya berjulukan Sri Isyanatunggawijaya.
Ia naik takhta dan kawin dengan Sri Lokapala. Dari perkawinan ini lahirlah putra yang berjulukan Makutawangsawardana. Makutawangsawardana naik takhta menggantikan ibunya.
Kemudian pemerintahan dilanjutkan oleh Dharmawangsa. Dharmawangsa Tguh yang memeluk agama Hindu ajaran Waisya. Pada masa pemerintahannya, Dharmawangsa Tguh memerintahkan untuk menyadur kitab Mahabarata dalam bahasa Jawa Kuno.
Sesudah Dharmawangsa Tguh turun takhtah ia digantikan oleh Raja Airlangga, yang ketika itu usianya masih 16 tahun. Hancurnya kerajaan Dharmawangsa mengakibatkan Airlangga berkelana ke hutan.
Selama di hutan ia hidup bersama pendeta sambil mendalami agama. Airlangga kemudian dinobatkan oleh pendeta agama Hindu dan Buddha sebagai raja.
Begitulah kehidupan agama pada masa Mataram Kuno. Meskipun mereka tidak sama ajaran dan keyakinan, penduduk Mataram Kuno tetap menghargai perbedaan yang ada.
Sesudah dinobatkan sebagai raja, Airlangga segera mengadakan pemulihan relasi baik dengan Sriwijaya, bahkan memmenolong Sriwijaya ketika diserang Raja Colamandala dari India Selatan.
Pada tahun 1037 M, Airlangga berhasil mempersatukan kembali daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Dharmawangsa, mencakup seluruh Jawa Timur.
Airlangga kemudian memindahkan ibu kota kerajaannya dari Daha ke Kahuripan. Pada tahun 1042, Airlangga mengundurkan diri dari takhta kerajaan, kemudian hidup sebagai pertapa dengan nama Resi Gentayu (Djatinindra).
Menjelang selesai pemerintahannya Airlangga menyerahkan kekuasaanya pada putrinya Sangrama Wijaya Tungga- Dewi.
Namun, putrinya itu menolak dan menentukan untuk menjadi seorang petapa dengan nama Ratu Giriputri. Airlangga memerintahkan Mpu Bharada untuk membagi dua kerajaan.
Kerajaan itu yaitu Kediri dan Janggala. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya perang saudara di antara kedua putranya yang lahir dari selir.
Kerajaan Janggala di sebelah timur didiberikan kepada putra sulungnya yang berjulukan Garasakan (Jayengrana), dengan ibu kota di Kahuripan (Jiwana).
Wilayahnya mencakup tempat sekitar Surabaya hingga Pasuruan, dan Kerajaan Panjalu (Kediri). Kerajaan Kediri di sebelah barat didiberikan kepada putra bungsunya yang berjulukan Samarawijaya (Jayawarsa) dengan ibu kota di Kediri (Daha), mencakup tempat sekitar Kediri dan Madiun.
Kerajaan Kediri yaitu kerajaan pertama yang mempunyai sistem manajemen kewilayahan negara berjenjang. Hierarki kewilayahan dibagi atas tiga jenjang.
Struktur paling bawah dikenal dengan thani (desa). Desa ini terbagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi yang dipimpin oleh seorang duwan.
Setingkat lebih tinggi di atasnya disebut wiaku, yaitu sekumpulan dari desa-desa. Tingkatan paling tinggi yaitu negara atau kerajaan yang disebut dengan bhumi.
Post a Comment for "Sejarah Pendiri Kerajaan, Letak, Prasasti Dan Candi Peninggalan, Sistem Pemerintahan Dan Kehidupan Sosial Politik Kerajaan Mataram Kuno"