Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sumber Sejarah Lengkap Perihal Letak, Peninggalan, Pendiri Serta Kehidupan Politik, Ekonomi Dan Sosial Kerajaan Mataram Kuno

Berikut inni akan dijelaskan wacana kerajaan mataram kuno, berdirinya kerajaan mataram kuno, sejarah berdirinya kerajaan mataram kuno, sejarah kerajaan mataram kuno, sumber sejarah kerajaan mataram kuno, peninggalan kerajaan mataram kuno, letak kerajaan mataram kuno, pendiri kerajaan mataram kuno, sejarah kerajaan mataram kuno lengkap, kehidupan politik kerajaan mataram kuno, masa kejayaan kerajaan mataram kuno, candi peninggalan kerajaan mataram kuno, kehidupan ekonomi kerajaan mataram kuno, kehidupan sosial kerajaan mataram kuno.

Kerajaan Mataram Kuno

a. Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno

Pada periode ke-8 di pedalaman Jawa Tengah berdiri Kerajaan Mataram Hindu. Pendirinya ialah Raja Sanjaya. Munculnya Kerajaan Mataram diterangkan dalam Carita Parahyangan. Kisahnya ialah lampau ada sebuah kerajaan di Jawa Barat berjulukan Galuh. Rajanya berjulukan Sanna (Sena). 

Suatu ketika, ia diserang oleh saudaranya yang menghendaki takhta. Raja Sanna meninggal dalam insiden tersebut, sementara saudara perempuannya, Sannaha, bersama keluarga raja yang lainnya berhasil melarikan diri ke lereng Gunung Merapi. 

Anak Sannaha, Sanjaya, di kemudian hari mendirikan Kerajaan Mataram dengan ibu kota Medang ri Poh Pitu. Tepatnya pada tahun 717 M.
 Berikut inni akan dijelaskan wacana kerajaan mataram kuno Sumber Sejarah Lengkap Tentang Letak, Peninggalan, Pendiri serta Kehidupan Politik, Ekonomi dan Sosial Kerajaan Mataram Kuno
Peta Kerajaan Mataram Kuno

b. Bukti-bukti sejarah

Bukti lain terkena keberadaan Kerajaan Mataram Hindu atau sering juga disebut Mataram Kuno ialah prasasti Canggal yang dikeluarkan oleh Sanjaya. 

Prasasti ini berangka tahun Cruti Indria Rasa atau 654 Saka (1 Saka sama dengan 78 Masehi, berarti 654 Saka sama dengan 732 M), hurufnya Pallawa, bahasanya Sanskerta, dan letak dan posisinya di Gunung Wukir, sebelah selatan Muntilan. 

Isinya ialah pada tahun tersebut Sanjaya mendirikan lingga di Bukit Stirangga untuk keselamatan rakyatnya dan pemujaan terhadap Syiwa, Brahma, dan Wisnu, di kawasan suci Kunjarakunja. 

Menurut para andal sejarah, yang dimaksud Bukit Stirangga ialah Gunung Wukir dan yang dimaksud Kunjarakunja ialah Sleman (kunjara = gajah = leman; kunja = hutan). 

Lingga ialah simbol yang menggambarkan kekuasaan, kekuatan, pemerintahan, lakilaki, dan yang kuasa Syiwa.

Selain dalam prasasti Canggal, nama Sanjaya sanggup kita jumpai pula dalam prasasti Kedu (Mantyasih – 907 M) yang dikeluarkan Raja Balitung, prasasti Taji dan Gatak (menggunakan tarikh Sanjaya), dan prasasti Pupus yang ditemukan di kawasan Semarang pada tahun 1100. 

Dalam prasasti Pupus ini disebutkan bahwa Sanjaya sudah meninggal atau Rahyangta. Menurut Carita Parahyangan, Sanjaya pernah menaklukkan kawasan di luar Jawa.

c. Pemerintahan wangsa Sanjaya

Raja-raja wangsa Sanjaya, menyerupai dimuat dalam prasasti Mantyasih (Kedu), sebagai diberikut.

1) Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (717 – 746 M)

Raja ini ialah pendiri Kerajaan Mataram sekaligus pendiri wangsa Sanjaya. Sesudah wafat, ia digantikan oleh Rakai Panangkaran.

2) Sri Maharaja Rakai Panangkaran (746 – 784 M)

Dalam prasasti Kalasan (778 M) diceritakan bahwa Rakai Panangkaran (yang dipersamakan dengan Panamkaran Pancapana) mendirikan candi Kalasan untuk memuja Dewi Tara, istri Bodhisatwa Gautama, dan candi Sari untuk dijadikan wihara bagi umat Buddha atas seruan Raja Wisnu dari dinasti Syailendra. 

Ini menunjukkan bahwa pada masa pemerintahan raja ini hadirlah dinasti Syailendra dipimpin rajanya, Bhanu (yang kemudian digantikan Wisnu), dan menyerang wangsa Sanjaya hingga melarikan diri ke Dieng, Wonosobo. 

Selain itu, Raja Panangkaran juga dipaksa mengubah kepercayaannya dari Hindu ke Buddha. Adapun penerus wangsa Sanjaya sehabis Panangkaran tetap beragama Hindu. Mengenai perubahan kepercayaan dari Hindu ke Buddha, ada dua pendapat. 

Adanya desakan dinasti Syailendra terhadap wangsa Sanjaya ini diyakini oleh para andal sejarah yang menyimpulkan bahwa dinasti Syailendra bukanlah pribumi Nusantara. Adapun Prof. Poerbatjaraka meyakini bahwa Sanjaya tidak mendirikan dinasti (wangsa). 

Dinasti Syailendra terbentuk ketika Raja Sanjaya menyuruh anaknya, Rakai Panangkaran, untuk meninggalkan kepercayaan nenek moyangnya (Hindu) dan memeluk agama Buddha. Artinya, dinasti Syailendra berdasarkan Prof. Poerbatjaraka ialah orisinil pribumi Nusantara.

3) Sri Maharaja Rakai Panunggalan (784 – 803 M)

4) Sri Maharaja Rakai Warak (803 – 827 M)

Dua raja ini tidak mempunyai tugas yang berarti, mungkin lantaran kurang cakap dalam memerintah sehingga dimanfaatkan oleh dinasti Syailendra untuk berkuasa atas Mataram. 

Sesudah Raja Warak turun takhta bekerjsama sempat digantikan seorang raja wanita, yaitu Dyah Gula (827 – 828 M), namun lantaran kedudukannya spesialuntuk bersifat sementara maka jarang ada sumber sejarah yang mengungkap peranannya atas Mataram Hindu.

5) Sri Maharaja Rakai Garung (828 – 847 M)

Raja ini diberistana di Dieng, Wonosobo. Ia mengeluarkan prasasti Pengging (819 M) di mana nama Garung disamakan dengan Patapan Puplar (terkena Patapan Puplar diceritakan dalam prasasti Karang Tengah – Gondosuli).

6) Sri Maharaja Rakai Pikatan (847 – 855 M)

Raja Pikatan berusaha keras mengangkat kembali kejayaan wangsa Sanjaya dalam masa pemerintahannya. Ia memakai nama Kumbhayoni dan Jatiningrat (Agastya). Beberapa sumber sejarah yang sebut nama Pikatan sebagai diberikut.
  • Prasasti Perot, berangka tahun 850 M, sebut bahwa Pikatan ialah raja yang sebelumnya bergelar Patapan.
  • Prasasti Argopuro yang dikeluarkan Kayuwangi pada tahun 864 M.
  • Tulisan pada sebelah kanan dan kiri pintu masuk candi Plaosan sebut nama Sri Maharaja Rakai Pikatan dan Sri Kahulunan. Diduga goresan pena tersebut ialah catatan perkawinan antara Rakai Pikatan dan Sri Kahulunan. Sri Kahulunan diduga ialah Pramodhawardhani, putri Samaratungga, dari dinasti Syailendra. Mengenai janji nikah mereka dikisahkan kembali dalam prasasti Karang Tengah. Rakai Pikatan sendiri mengeluarkan tiga prasasti diberikut.
  • Prasasti Pereng (862 M), isinya terkena penghormatan kepada Syiwa dan penghormatan kepada Kumbhayoni.
  • Prasasti Code D 28, berangka tahun Wulung Gunung Sang Wiku atau 778 Saka (856 M). Isinya adalah; (1) Jatiningrat (Pikatan) menyerahkan kekuasaan kepada putranya, Lokapala (Kayuwangi dalam prasasti Kedu); (2) Pikatan mendirikan bangunan Syiwalaya (candi Syiwa), yang dimaksud ialah candi Prambanan; (3) kisah peperangan antara Walaputra (Balaputradewa) melawan Jatiningrat (Pikatan) di mana Walaputra kalah dan lari ke Ungaran (Ratu Boko).
  • Prasasti Ratu Boko, meliputi kisah pendirian tiga lingga sebagai tanda kemenangan. Ketiga lingga yang dimaksud ialah Krttivasa Lingga (Syiwa sebagai petapa berpakaian kulit harimau), Tryambaka Lingga (Syiwa menghancurkan benteng Tripura yang dibentuk raksasa), dan Hara Lingga (Syiwa sebagai yang kuasa tertinggi atau paling berkuasa).
Sebagai raja, Pikatan berusaha menguasai seluruh Jawa Tengah, namun harus menghadapi wangsa Syailendra yang ketika itu menjadi penguasa Mataram Buddha. Untuk itu, Pikatan memakai strategi berkeluargai Pramodhawardhani, putri Samaratungga, Raja Mataram dari dinasti Syailendra. 

Pernikahan ini memicu peperangan dengan Balaputradewa yang merasa berhak atas tahta Mataram sebagai putra Samaratungga. Balaputradewa kalah dan Rakai Pikatan menyatukan kembali kekuasaan Mataram di Jawa Tengah.

7) Sri Maharaja Kayuwangi (855 – 885 M)

Nama lain Sri Maharaja Kayuwangi ialah Lokapala. Ia mengeluarkan, antara lain, tiga prasasti diberikut. 

a) Prasasti Ngabean (879 M), ditemukan akrab Magelang. Prasasti ini terbuat dari tembaga. b) Prasasti Surabaya, sebut gelar Sajanotsawattungga untuk Kayuwangi. c) Prasasti Argopuro (863 M), sebut Rakai Pikatan pu Manuku berdampingan dengan nama Kayuwangi.

Dalam pemerintahannya, Kayuwangi dimenolong oleh dewan penasihat merangkap staf pelaksana yang terdiri atas lima orang patih. Dewan penasihat ini diketuai seorang mahapatih.

8) Sri Maharaja Watuhumalang (894 – 898 M)

Masa pemerintahan Kayuwangi dan penerus-penerusnya hingga masa pemerintahan Dyah Balitung dipenuhi peperangan perebutan kekuasaan. Itu sebabnya, sehabis Kayuwangi turun takhta, penggantinya tidak ada yang bertahan lama. 

Di antara raja-raja yang memerintah antara masa Kayuwangi dan Dyah Balitung yang tercatat dalam prasasti Kedu ialah Sri Maharaja Watuhumalang. 

Raja-raja sebelumnya, yaitu Dyah Taguras (885 M), Dyah Derendra (885 – 887 M), dan Rakai Gurunwangi (887 M) tidak tercatat dalam prasasti tersebut mungkin lantaran masa pemerintahannya terlalu singkat atau lantaran Balitung sendiri tidak mau mengakui kekuasaan mereka.

9) Sri Maharaja Watukura Dyah Balitung (898 – 913 M)

Raja ini dikenal sebagai raja Mataram yang terbesar. Ialah yang berhasil mempersatukan kembali Mataram dan memperluas kekuasaan dari Jawa Tengah hingga ke Jawa Timur. Dyah Balitung memakai beberapa nama:

a) Balitung Uttunggadewa (tercantum dalam prasasti Penampihan),
b) Rakai Watukura Dyah Balitung (tercantum dalam kitab Negarakertagama),
c) Dharmodaya Mahacambhu (tercantum dalam prasasti Kedu), dan
d) Rakai Galuh atau Rakai Halu (tercantum dalam prasasti Surabaya).

Prasasti-prasasti yang penting dari Balitung sebagai diberikut.

a) Prasasti Penampihan di Kediri (898 M).
b) Prasasti Wonogiri (903 M).
c) Prasasti Mantyasih di Kedu (907 M).
d) Prasasti Djedung di Surabaya (910 M).

Sebenarnya, Balitung bukan pewaris takhta Kerajaan Mataram. Ia sanggup naik takhta lantaran kegagahberaniannya dan lantaran perkawinannya dengan putri Raja Mataram. Selama masa pemerintahannya, Balitung sangat memerhatikan kesejahteraan rakyat, terutama dalam hal mata pencaharian, yaitu bercocok tanam, sehingga rakyat sangat menghormatinya. 

Tiga jabatan penting yang berlaku pada masa pemerintahan Balitung ialah Rakryan i Hino (pejabat tertinggi di bawah raja), Rakryan i Halu, dan Rakryan i Sirikan. Ketiga jabatan itu ialah tritunggal dan terus digunakan hingga zaman Kerajaan Majapahit. 

Balitung digantikan oleh Sri Maharaja Daksa dan diteruskan oleh Sri Maharaja Tulodhong dan Sri Maharaja Wana. Namun, ketiga raja ini sangat lemah sehingga berakhirlah kekuasaan dinasti Sanjaya.

d. Pemerintahan dinasti Syailendra

Ketika Mataram diperintah oleh Panangkaran (wangsa Sanjaya), hadirlah dinasti Syailendra ke Jawa. Ada beberapa pendapat terkena asal-usul dinasti Syailendra ini. Dr. Majumdar, Nilakanta Sastri, dan Ir. Moens beropini bahwa dinasti Syailendra berasal dari India. 

Adapun Coedes beropini bahwa dinasti Syailendra berasal dari Funan. Dinasti ini kemudian berhasil mendesak wangsa Sanjaya menyingkir ke Pepegununganan Dieng, Wonosobo, di wilayah Jawa Tengah kepingan utara. Di sanalah wangsa Sanjaya kemudian memerintah. 

Sementara itu, dinasti Syailendra mendirikan Kerajaan Syailendra (Mataram Buddha) di wilayah sekitar Yogyakarta dan menguasai Jawa Tengah kepingan selatan. Sumber-sumber sejarah terkena keberadaan dinasti Syailendra sebagai diberikut.

1) Prasasti Kalasan (778 M)
2) Prasasti Kelurak (782 M)
3) Prasasti Ratu Boko (856 M)
4) Prasasti Nalanda (860 M)

Raja-raja dinasti Syailendra sebagai diberikut.

1) Bhanu (752 – 775 M)

Bhanu berarti matahari. Ia ialah raja Syailendra yang pertama. Namanya disebutkan dalam prasasti yang ditemukan di Plumpungan (752 M), akrab Salatiga.

2) Wisnu (775 – 782 M)

Nama Wisnu disebutkan dalam beberapa prasasti.
  • Prasasti Ligor B sebut nama Wisnu yang dipersamakan dengan matahari, bulan, dan yang kuasa Kama. Disebutkan pula gelar yang didiberikan kepada Wisnu, yaitu Syailendravamsaprabhunigadata Sri Maharaja, artinya pembunuh musuh yang gagah berani.
  • Prasasti Kalasan (778 M) sebut desakan dinasti Syailendra terhadap Panangkaran.
  • Prasasti Ratu Boko (778 M) sebut nama Raja Dharmatunggasraya.
3) Indra (782 – 812 M)

Raja Indra mengeluarkan prasasti Kelurak (782 M) yang sebut pendirian patung Boddhisatwa Manjusri, yang meliputi beberapa aspek Triratna (candi Lumbung), Vajradhatu (candi Sewu), dan Trimurti (candi Roro Jongrang). 

Sesudah wafat, Raja Indra dimakamkan di candi Pawon. Nama lain candi ini ialah candi Brajanala atau Wrajanala. Wrajanala artinya petir yang menjadi senjata yang kuasa Indra.

4) Samaratungga (812 – 832 M)

Raja ini ialah raja terakhir keturunan Syailendra yang memerintah di Mataram. Ia mengeluarkan prasasti Karang Tengah yang berangka tahun Rasa Segara Krtidhasa atau 746 Saka (824 M). Dalam prasasti tersebut disebutkan nama Samaratungga dan putrinya, Pramodhawardhani. 

Disebutkan pula terkena pendirian bangunan Jimalaya (candi Prambanan) oleh Pramodhawardhani. Nama Samaratungga juga disebutkan dalam prasasti Nalanda (860 M) yang menceritakan pendirian biara di Nalanda pada masa pemerintahan Raja Dewapaladewa (Kerajaan Pala, India). 

Pada masa pemerintahannya, Samaratungga membangun candi Borobudur yang ialah candi besar agama Buddha. 

Samaratungga kemudian digantikan oleh Rakai Pikatan, suami Pramodhawardhani yang berasal dari wangsa Sanjaya. Kembalilah kekuasaan wangsa Sanjaya atas Mataram Kuno sepenuhnya.

e. Kehidupan ekonomi

Kerajaan Mataram Kuno ialah negara agraris yang bersifat tertutup. Akibatnya, kerajaan ini susah berkembang secara ekonomi, terutama lantaran segi perdagangan dan pelayaran sangat kering. Kejayaan gres diperoleh pada masa pemerintahan Balitung. 

Ia membangun sentra perdagangan menyerupai disebutkan dalam prasasti Purworejo (900 M). Dalam prasasti Wonogiri (903 M) diterangkan bahwa desa-desa yang terletak di kanan-kiri Sungai Bengawan Solo dibebaskan dari pajak dengan syarat penduduk desa tersebut harus menjamin kelancaran korelasi kemudian lintas melalui sungai.

f. Kehidupan kebudayaan

Ketika wangsa Sanjaya menyingkir ke Pepegununganan Dieng semenjak masa Panangkaran hingga Rakai Pikatan, banyak didirikan candi yang sekarang dikenal sebagai kompleks candi Dieng. 

Kompleks candi ini, antara lain, terdiri atas candi Bimo, Puntadewa, Arjuna, dan Nakula. Adapun di Jawa Tengah kepingan selatan ditemukan candi Prambanan (Roro Jonggrang), Sambi Sari, Ratu Boko, dan Gedung Songo (Ungaran) sebagai hasil budaya Mataram Kuno.

Sumber http://www.kuttabku.com

Post a Comment for "Sumber Sejarah Lengkap Perihal Letak, Peninggalan, Pendiri Serta Kehidupan Politik, Ekonomi Dan Sosial Kerajaan Mataram Kuno"