Dongeng Legenda Si Janda Dan Ketela Pohon
Si Janda dan Ketela Pohon
Pada zaman lampau, hiduplah seorang
janda di sebuah desa terpencil. Untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, setiap hari
ia menjual dedaunan dan rempah-rempah
hasil ladang miliknya yang tak seberapa
luas.
Suatu hari terjadi serangan babi
hutan. Seluruh ladang petani di desa itu
hancur alasannya serangan hewan buas itu,
termasuk ladang si Janda. Si janda sangat
murung karenanya. Ladang itu ialah satusatunya
sumber penghidupannya. Kini
ladang itu sudah rusak dan ia tidak tahu
harus berbuat apa.
Dalam keputusasaannya, ia berjalan
menyusuri hutan seorang diri. Ia berharap
sanggup menemukan sesuatu yang sanggup dijual
ke pasar. Tak usang kemudian sampailah ia
pada sebuah pohon guah yang rindang dan
besar. Buahnya panjang dan berwarna
cokelat tua. Si Janda tak pernah tahu
wacana keberadaan pohon tersebut sebelumnya.
Ia kemudian duduk di bawah pohon itu untuk
melepas lelah. Tiba-tiba terdengar suara
yang sangat keras, "Hai anak manusia,
mengapa kamu duduk di situ? Tidakkah kau
harus bekerja mengurus keluargamu?"
Si Janda sangat terkejut, kemudian mencari
asal bunyi itu. Mengetahui asal bunyi yang
menggelegar itu dari pohon yang berdiri
kokoh di depannya, badan si Janda gemetar.
Lidahnya kelu.
"Jangan takut, saya tak bermaksud jahat
padamu. Ayolah, balasan pertanyaanku,"
balas bunyi tadi.
Sesudah mengumpulkan segala
keberaniannya, risikonya si Janda men-
janda di sebuah desa terpencil. Untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, setiap hari
ia menjual dedaunan dan rempah-rempah
hasil ladang miliknya yang tak seberapa
luas.
Suatu hari terjadi serangan babi
hutan. Seluruh ladang petani di desa itu
hancur alasannya serangan hewan buas itu,
termasuk ladang si Janda. Si janda sangat
murung karenanya. Ladang itu ialah satusatunya
sumber penghidupannya. Kini
ladang itu sudah rusak dan ia tidak tahu
harus berbuat apa.
Dalam keputusasaannya, ia berjalan
menyusuri hutan seorang diri. Ia berharap
sanggup menemukan sesuatu yang sanggup dijual
ke pasar. Tak usang kemudian sampailah ia
pada sebuah pohon guah yang rindang dan
besar. Buahnya panjang dan berwarna
cokelat tua. Si Janda tak pernah tahu
wacana keberadaan pohon tersebut sebelumnya.
Ia kemudian duduk di bawah pohon itu untuk
melepas lelah. Tiba-tiba terdengar suara
yang sangat keras, "Hai anak manusia,
mengapa kamu duduk di situ? Tidakkah kau
harus bekerja mengurus keluargamu?"
Si Janda sangat terkejut, kemudian mencari
asal bunyi itu. Mengetahui asal bunyi yang
menggelegar itu dari pohon yang berdiri
kokoh di depannya, badan si Janda gemetar.
Lidahnya kelu.
"Jangan takut, saya tak bermaksud jahat
padamu. Ayolah, balasan pertanyaanku,"
balas bunyi tadi.
Sesudah mengumpulkan segala
keberaniannya, risikonya si Janda men-
ceritakan kejadian yang menimpanya serta
tujuannya hadir ke hutan itu.
"Kasihan sekali kau. Kalau begitu,
izinkan saya memmenolongmu, terimalah
pemdiberianku ini." Pohon itu kemudian menjatuhkan
beberapa buahnya. Akan tetapi, si
Janda resah bagaimana cara
memakannya. Sebab, gres kali ini ia melihat
buah guah itu.
"Jangan bingung, rebus saja buahku,
kamu sudah sanggup menikmatinya," terdengar
sang pohon menerangkan.
"Terima kasih, wahai pohon yang baik.
Aku sangat tertolong sekarang. melaluiataubersamaini apa
saya harus membalas kebaikanmu ini?"
"Tak apa-apa, kamu tak perlu membalasnya.
Aku spesialuntuk ingin memmenolong. Oh
... saya lupa memperkenalkan, namaku
Ketela Pohon."
"Sekali lagi terima kasih, Ketela
Pohon."
Begitulah seterusnya, hidup si Janda
kini ditopang sepenuhnya oleh Ketela
Pohon. Buah pemdiberian Ketela Pohon
sebagian dimakan dan sisanya dijual ke
pasar. Orang-orang sangat menyukai buah
yang dijual oleh si Janda, walaupun awalnya
mereka merasa asing.
Pada suatu hari, tak menyerupai biasanya
si Janda tidak pergi ke hutan untuk
mengambil buah Ketela Pohon. Hari itu ia
masih memiliki persediaan untuk
dimakan sekaligus untuk dijual.
Keesokan harinya ketika berjualan di
pasar, ia mendengar kabar bahwa kemarin
pasukan kerajaan membabat habis hutan
di daerahnya. Si Janda sangat terkejut. Ia
kemudian lari tunggang langgang menuju ke hutan.
Ia ingin pertanda kebenaran diberita itu.
Jika memang benar, sungguh ia tidak ingin
kehilangan yang kuasa penolongnya yang sudah
banyak memmenolongnya ketika mengalami
kesusahan hidup.
Sesampai di dalam hutan, badan si
Janda lemas. Tak ada sebatang pohon pun
yang masih bangkit tegak, tiruananya roboh.
Hanya tonggak-tonggak kayu yang tersisa.
Mata Si Janda nanar melihat pemandangan
yang terpampang persis di
depannya. Tanpa ba bi bu lagi, segera dia
mencari batang ketela pohon.
Akhirnya, ia menemukan Ketela
Pohon yang sudah tergeletak tak berdaya.
Ia menangis sejadi-jadinya. Ia menyesal
alasannya kemarin tidak pergi ke hutan. Andai
saja ia kemarin hadir, ia sanggup melihat
Ketela Pohon untuk yang terakhir kalinya
dan mengucapkan salam perpisahan.
Tapi nasi sudah menjadi bubur. Si Janda
spesialuntuk sanggup menangis menyesali nasibnya.
Dalam tangisnya yang panjang, ia
memohon kepada Tuhan supaya dipertemukan
kembali dengan Ketela Pohon.
"Jangan menangis, Kawan. Kau dapat
memotong tubuhku menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil, kemudian tanamlah. Suatu saat
nanti kamu akan kembali bersua denganku,"
kata Ketela Pohon.
Si Janda terperanjat namun gembira.
Tak disangkanya Ketela Pohon teman dekatnya
itu masih sanggup bersuara. Segera ia
mengambil badan Ketela Pohon yang sudah
terpotong-potong kemudian membawanya pulang
ke rumah. Sesampai di rumah segera ia
tanam batang-batang pohon itu sesuai
dengan petunjuk Ketela Pohon Waktu silam. Batang-batang itu kini
sudah tumbuh bersemi. Potongan batang
yang ditancapkan si Janda di ladangnya kini
tumbuh menjadi satu pohon yang utuh. Saat
si Janda tengah asyik menyiangi tanamannya,
terdengar bunyi Ketela Pohon, "Terima
kasih, hai Janda yang baik hati! Semua ini
berkat kemuliaan hatimu. Tuhan sudah
mengabulkan doamu."
"Tak apa, Kawan! Aku harus membalas
akal baikmu. Kau sudah banyak
memmenolongku."
"Oh ya, kini kamu sanggup mengambil buahku
kembali. Tetapi, kini buahku berada di dalam
tanah, batangku juga tak sanggup tinggi
menjulang menyerupai dulu lagi."
"Mengapa begitu?" tanya si Janda.
"Itu tiruana alasannya kehendak Tuhan.
Kau tak perlu khawatir, saya baik-baik saja.
Kini, kamu tak perlu takut kehilangan diriku
lagi alasannya kamu sanggup memperbanyak diriku.
Tekniknya sama dengan yang kamu lakukan
kemarin terhadapku."
Si Janda mengangguk-angguk tanda
mengerti, kemudian tersenyum bahagia. Kini Ketela
Pohon sanggup kembali lagi ke sisinya,
walaupun dengan wujud yang sedikit tidak sama.
Begitulah, waktu terus bergulir. Ketela
Pohon tetap hidup hingga kini. Karena
buahnya berada di dalam tanah, orangorang
menyebutnya dengan sebutan umbi.
Mereka juga menggandakan cara si Janda memperbanyak
tumbuhan itu yang kemudian lebih
dikenal dengan nama setek. Itulah asal-usul
ketela pohon yang kita kenal kini ini
Post a Comment for "Dongeng Legenda Si Janda Dan Ketela Pohon"