Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Seni Batik

Seni Batik

Pengertian Seni Batik
Pengertian Seni Batik secara umum yakni pembentukan gambar pada kain dengan menggunakan metode tutup celup dengan menggunakan lilin atau malam sebagai perintang dan zat pewarna pada kain. (Warsito, 2008: 12). Penelusuran arti kata Batik dalam istilah Jawa berasal dari kata rambataning titik atau rangkaian dari titik-titik.(Honggopuro, 2002: 62). Sedangkan berdasarkan Yahya, 1971:2 Seni Batik yakni karya yang dipaparkan di atas bidang datar (kain atau sutra) dengan dilukis atau ditulis, dikuas atau ditumpahkan atau dengan menggunakan canting atau cap dengan menggunakan malam untuk menutup biar tetap mirip warna aslinya.

Seni Batik ialah karya warisan budaya bangsa Indonesia yang sudah mengalami perkembangan seiring dengan perjalanan waktu. Perkembangan yang terjadi sudah menandakan bahwa seni kerajinan batik sangat dinamis dan sanggup menyesuaikan dirinya baik dalam dimensi bentuk, ruang, dan waktu.

Seni Batik ialah unsur local genius yang menjadi ciri masyarakat Jawa. Seorang sarjana Belanda, J.L.A. Brandes (1889) sudah menyatakan bahwa ada 10 butir kekayaan budaya yang sudah dimiliki bangsa Indonesia (Jawa) sebelum tersentuh oleh budaya India yang salah satu diantaranya yakni Seni Batik. Perkembangan batik tersebut mirip terlihat dan dibuktikan pada patung-patung tuhan di candi-candi dan seakan-akan sudah menggunakan kain batik.
Sejarah Seni Batik

Timbul Haryono menerangkan bahwa di Indonesia kawasan yang mengenal batik pertama kali yakni Priyangan, yang disebut dengan istilah simbut. Kain simbut dibentuk dengan mori hasil pintalan dan tenunan sendiri, tidak menggunakan malam sebagai perintang warna tetapi menggunakan kanji (jenang) beras ketan.
Awalnya seni kerajinan batik ialah kebudayaan yang terbatas dalam kraton saja (budaya ageng) dan hasilnya berupa kain untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Ragam corak dan warna juga terbatas, beberapa corak spesialuntuk boleh digunakan oleh kalangan tertentu dinamakan batik tradisional. Batik tradisonal digunakan dalam upacara-upacara adat, alasannya yakni biasanya masing-masing corak mempunyai perlambangan masing-masing.

Sekitar era ke-12 orang Indonesia sudah sanggup membuat adonan pewarna untuk menghasilkan batik Bangun tulak (hitam putih). Sekitar era ke-15 seni kerajinan batik menuju ke arah keindahan setelah mendapat efek dari India, Cina, dan Arab seiring dengan berkembangnya kebudayaan Islam yang masuk ke nusantara.
Sesudah runtuhnya Majapahit, penyebaran dan pengembangan seni kerajinan batik kemudian banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, seni kerajinan batik banyak dilakukan para perempuan di lingkungan kraton. Pada waktu itu mulai ditemukan pewarna merah dan kuning serta perpaduan warna gula kelapa. Perkembangan Seni Batik mulai pesat setelah ditemukannya warna-warna seperti: soga (coklat), kuning (kunyit) pada sekitar era ke-17
.
Motif Batik

Motif Seni Batik jumlahnya tak terhitung banyaknya, motif-motif batik mempunyai ciri khas yaitu hasil dari stilasi dan abstraksi, disusun secara acak dan mengikuti prinsip pengulangan, selang-seling dengan arah diagonal, vertikal, ataupun horizontal. Dilihat dari gaya dan corak motif batik sanggup dibedakan menjadi dua, yakni motif batik pedalaman dan pesisir Batik pedalaman diwakili oleh Surakarta dan Yogyakarta cenderung warnanya berat dan petang terdiri dari hitam, biru, putih, dan coklat. Bentuk motifnya ialah abstraksi dan stilasi alam lingkungan mirip motif parang, garuda, hujan, kawung dan sebagainya. Sedangkan batik pesisir warnanya cerah, enteng dan bebas.

Bentuk motifnya banyak berupa stilasi dari alam mirip pegunungan, awan, burung, tumbuh-tumbuhan, naga, kaligrafi Arab. Hal ini diduga banyak mendapat efek dari seni rupa Cina alasannya yakni kontak perdagangan terutama di kawasan Pekalongan.


Alat Membatik
Perlengkapan orang membatik tidak banyak mengalami perubahan dari d
ahulu sampai
sekarang. Dilihat dari peralatan dan cara mengerjakannya membatik sanggup digolongkan sebagai suatu kerja yang bersifat tradisionil.
1. GawanganGawangan yakni perkakas untuk menyangkutkan dan membentangkan mori sewaktu dibatik. Gawangan dibentuk dari materi kayu, atau bamboo. Gawangan harus dibentuk sedemikian rupa, sehingga praktis dipindah-pindah, tetapi harus berpengaruh dan enteng.

2. Bandul
Bandul dibentuk dari timah, atau kayu, atau kerikil yang dikantongi. Fungsi pokok bandul yakni untuk menahan mori yang gres dibatik biar tidak praktis tergesar tertiup angin, atau tarikan si pembantik secara tidak sengaja.
3. WajanWajan ialah perkakas untuk mencairkan “malam”. Wajan dibentuk dari logam baja, atau tanah liat. Wajan sebaiknya bertangkai supaya praktis diangkat dan diturunkan dari perapian tanpa menggunakan alat lain.

4. Kompor
Kompor yakni alat untuk membuat api. Kompor yang biasa digunakanadalah kompor dengan materi bakar minyak.

5. Taplak
Taplak ialah kain untuk menutup paha si pembantik supaya tidak kena tetesan “malam”
gerah sewaktu canting ditiup, atau waktu membatik.

6. Saenteng “malam”
Saenteng ialah alat untuk menyaring “malam” gerah yang banyak kotorannya. Jika “malam” disaring, maka kotoran sanggup dimembuang sehingga tidak mengganggu jalannya “malam” pada cucuk canting sewaktu dipergunakan untuk membatik.
7. CantingCanting yakni alat yang digunakan untuk memindahkan atau mengambil cairan. Canting untuk membatik yakni alat kecil yang terbuat dari tembaga dan bambu sebagai
pegangannya. Canting ini digunakan untuk menuliskan pola batik dengan cairan lilin. Sebelum materi plastik banyak digunakan sebagai perlengkapan rumah tangga, canting yang terbuat dari tempurung kelapa banyak digunakan sebagai salah satu perlengkapan dapur sebagai gayung. Dewasa ini canting tempurung kelapa sudah jarang terlihat lagi alasannya yakni digantikan materi lain mirip plastik. Canting untuk membatikpun perlahan digantikan dengan teflon.

8. Mori
Mori yakni materi baku batik dari katun. Kwalitet mori bermacam-macam, dan jenisnya sangat memilih baik buruknya kain batik yang dihasilkan. Mori yang diperlukan sesuai dengan panjang pendeknya kain yang dikehendaki. Ukuran panjang pendeknya
mori biasanya tidak berdasarkan standar yang pasti, tetapi dengan ukuran tradisionil. Ukuran tradisionil tersebut dinamakan “kacu”. Kacu ialah sapu tangan, biasanya berbentuk bujur sangkar. Maka yang disebut “sekacu” ialah ukuran perseginya mori, diambil dari ukuran
lebar mori tersebut. Kaprikornus panjang sekacu dari suatu jenis mori akan tidak sama dengan panjang sekacu dari mori jenis lain.

9. Lilin (“Malam”)
Lilin atau “malam” ialah materi yang dipergunakan untuk membatik. Sebenarnya “malam” tidak habis (hilang), alasannya yakni karenanya diambil kembali pada proses mbabar, proses pengerjaan dari membatik hingga batikan menjadi kain. “malam” yang dipergunakan untuk membatik tidak sama dengan malam atau lilin biasa. Malam untuk membatik bersifat
cepat menyerap pada kain tetapi sanggup dengan praktis lepas ketika proses pelorotan
.
10. Pola
Pola ialah suatu motif batik dalam mori ukuran tertentu sebagai tumpuan motif batik yang akan dibuat. Ukuran pola ada dua macam. Pola A ialah pola yang panjangnya selebar mori.
Pola B ialah pola yang panjangnya sepertiga mori, atau sepertiga panjang pola A. jikalau pola A 1/4 kacu, ola B 1/12 kacu; Pola A ½ kacu, pola B 1/6 kacu. Yang dimaksud pola ¼, ½ atau 1/3 kacu ialah lebar pola 1/4, ½, atau 1/3 ukuran sebuah sisi sekacu mori. Tetapi ukuran pola A dan B sering tidak mirip yang dikatakan di atas, alasannya yakni masing-masing
tidak digunakan dalam selembar mori, atau alasannya yakni ukuran lebar mori tidak selalu sama.

Keunikan Karakter Motif Batik di Jawa

Indonesia yakni negara yang sangat kaya dengan berragam motif batik. Dari barat hingga timur pulau Jawa, akan ditemukan aneka macam macam corak dan jenis batik.  Secara umum, batik Jawa sanggup dibagi menjadi dua kelompok yaitu batik Keraton Jawa dan batik pantai utara Jawa. Sedangkan untuk batik Keraton Jawa, ada dua jenis yakni batik Yogyakarta dan batik Solo. Karakter motif batikdari setiap kelompok dan jenis ini juga tidak sama-beda.

Warna batik tradisional di Yogyakarta khususnya, yakni biru-hitam, soga cokelat dan putih. Batik Yogya sendiri mempunyai huruf motif batik yang tegas, formal, sedikit kaku, dan patuh pada pakem. Sedangkan Batik Solo lebih populer pada corak dan polanya yang tradisional. Warna mayoritas Batik Solo yakni cokelat soga kekuningan. Berbeda dengan batik Yogya, motif batik Solo lebih luwes, variatif serta berwarna-warni.

Kemudian untuk Batik pantai utara Jawa mempunyai huruf sangat jauh tidak sama apabila dibandingkan dengan batik Solo dan Yogyakarta. Pantai utara Jawa yang mencakup Cirebon, Pekalongan, Lasem, Semarang, Tuban, dan Kudus yakni masyarakat pelabuhan yang sering diberinteraksi dengan orang bangsa luar. Sehingga huruf motif batik yang dibentuk pun sedikit banyak mendapat efek dari kain sari yang dibawa para pedagang India. Selain itu, para istri belanda yang turut serta suami ketika bertugas di Indonesia, secara tidak langusng juga mensugesti motif batik yang ada, yakni motif batik bunga.

Ketika melihat huruf motif batik Solo dan Yogyakarta yang lebih kalem, maka motif batik pantai utara jawa ini lebih berwarna cerah dan sangat banyak menampilkan motif bunga. Yang cukup unik pula adalah, batik Cirebon dan Semarang, sering sekali menampilkan objek manusia, kapal, binatang, rumah, dan bentuk lain yang mirip karikatur.

Salah satu ciri khas batik Cirebon yakni sebagian besar batiknya mempunyai motif gambar hutan dan margasatwa. Selanjutnya, untuk motif bahari sangat dipengaruhi pedoman bangsa Cina yang ketika itu Kesultanan Cirebon pernah berkeluargai putri Cina. Sedangkan batik Cirebon yang mempunyai gambar garuda yakni hasil efek dari motif batik Yogyakarta dan Solo.





Sumber https://kumpulantugasekol.blogspot.com

Post a Comment for "Seni Batik"