Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kebijakan Dwi Fungsi Abri Pada Kurun Pemerintah Orde Baru

Berikut ini kita akan mengulas terkena kebijakan pemerintah orde baru, kebijakan politik pada masa orde baru, dwi fungsi abri, dwifungsi abri mempunyai kiprah ganda dalam bidang, dwifungsi abri.

Penerapan Dwi Fungsi ABRI

Konsep Dwifungsi ABRI sendiri dipahami sebagai “jiwa, tekad dan semangat dedikasi ABRI, untuk bahu-membahu dengan kekuatan usaha lainnya, memikul kiprah dan tanggung tanggapan usaha bangsa Indonesia, baik di bidang hankam negara maupun di bidang kesejahteraan bangsa dalam rangka penciptaan tujuan nasional, menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Berangkat dari pemahaman tersebut, ABRI mempunyai keyakinan bahwa kiprah mereka tidak spesialuntuk dalam bidang hankam namun juga non-hankam. Sebagai kekuatan hankam, ABRI ialah suatu unsur dalam lingkungan aparatur pemerintah yang bertugas di bidang acara “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.” 

Sebagai kekuatan sosial, ABRI yakni suatu unsur dalam kehidupan politik di lingkungan masyarakat yang bahu-membahu dengan kekuatan sosial lainnya secara aktif melakukan kegiatan-kegiatan pembangunan nasional.

Dwifungsi ABRI, menyerupai yang sudah dijelaskan sebelumnya diartikan bahwa ABRI mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi sebagai sentra kekuatan militer Indonesia dan juga fungsinya di bidang politik. 

Dalam pelaksanaannya pada kala Soeharto, fungsi utama ABRI sebagai kekuatan militer Indonesia memang tidak sanggup dikesampingkan, namun pada kala ini, kiprah ABRI dalam bidang politik terlihat lebih signifikan seiring dengan diangkatnya Presiden Soeharto oleh MPRS pada tahun 1968.

Secara umum, intervensi ABRI dalam bidang poilitik pada masa Orde Baru yang mengatasnamakan Dwifungsi ABRI ini salah satunya yakni dengan ditempatkannya militer di DPR, MPR, maupun DPD tingkat provinsi dan kabupaten. 

Perwira yang aktif, sebanyak seperlima dari jumlahnya menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRD), dimana mereka bertanggung tanggapan kepada komandan setempat, sedangkan yang di MPR dan dewan perwakilan rakyat tingkat nasional bertanggung tanggapan eksklusif kepada panglima ABRI. 

Selain itu, para ABRI juga menempati posisi formal dan informal dalam pengendalian Golkar serta mengawasi penduduk melalui gerakan teritorial di seluruh kawasan dari mulai Jakarta hingga ke dareah-daerah terpencil, salah satunya dengan gerakan AMD (ABRI Masuk Desa). 

Keikutsertaan militer dalam bidang politik secara umum bersifat antipartai. Militer percaya bahwa mereka ialah pihak yang setia kepada modernisasi dan pembangunan. Sedangkan partai politik dipandang mempunyai kepentingan-kepentingan golongan tersendiri.

Keterlibatan ABRI di sektor administrator sangat faktual terutama melalui Golkar. Hubungan ABRI dan Golkar disebut sebagai relasi yang bersifat simbiosis mutualisme. 

contohnya pada Munas I Golkar di Surabaya (4-9 September 1973), ABRI bisa menempatkan perwira aktif ke dalam Dewan Pengurus Pusat. 

Selain itu, hampir di seluruh kawasan tingkat I dan kawasan tingkat II jabatan ketua Golkar dipegang oleh ABRI aktif. 

Selain itu, terpilihnya Sudharmono sebagai wakil militer pada pucuk pemimpin Golkar (pada Munas III) juga mengambarkan bahwa Golkar masih di bawah kendali militer. 

Selain dalam sektor eksekutif, ABRI dalam bidang politik juga terlibat dalam sektor legislatif. Meskipun militer bukan kekuatan politik yang ikut serta dalam pemilihan umum, mereka tetap mempunyai wakil dalam jumlah besar (dalam dewan perwakilan rakyat dan MPR) melalui Fraksi Karya ABRI. 

Namun keberadaan ABRI dalam dewan perwakilan rakyat dipandang efektif oleh beberapa pihak dalam rangka mengamankan budi administrator dan meminimalisasi kekuatan kontrol dewan perwakilan rakyat terhadap eksekutif. 

Efektivitas ini diperoleh dari adanya sinergi antara Fraksi ABRI dan Fraksi Karya Pembangunan dalam proses kerja DPR; serta adanya perangkat hukum kerja dewan perwakilan rakyat yang dalam batas tertentu membatasi kiprah satu fraksi secara otonom. 

Dalam MPR sendiri, ABRI (wakil militer) mengamankan nilai dan kepentingan pemerintah dalam formulasi kebijakan oleh MPR. 

Pada masa Orde Baru, pelaksanaan negara banyak didominasi oleh ABRI. Dominasi yang terjadi pada masa itu sanggup dilihat dari: 
  1. Banyaknya jabatan pemerintahan mulai dari Bupati, Walikota, Gubernur, Pejabat Eselon, Menteri, bahkan Duta Besar diisi oleh anggota ABRI yang “dikaryakan”, 
  2. Selain dilakukannya pembentukan Fraksi ABRI di parlemen, ABRI bahu-membahu Korpri pada waktu itu juga dijadikan sebagai salah satu tulang punggung yang menyangga keberadaan Golkar sebagai “partai politik” yang berkuasa pada waktu itu, 
  3. ABRI melalui aneka macam yayasan yang dibuat diperkenankan mempunyai dan menjalankan aneka macam bidang usaha dan lain sebagainya.

Sumber http://www.kuttabku.com

Post a Comment for "Kebijakan Dwi Fungsi Abri Pada Kurun Pemerintah Orde Baru"