Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Krisis Moneter, Politik, Aturan Dan Akidah Menjelang Berakhirnya Masa Pemerintahan Orde Baru

Kali ini kita akan mengulas terkena sejarah berakhirnya orde baru, masa reformasi, berakhirnya pemerintahan orde baru, berakhirnya masa orde baru, krisis moneter, krisis politik.

Krisis Moneter, Politik, Hukum dan Kepercayaan

Krisis moneter yang melanda Thailand pada awal Juli 1997, ialah permulaan kejadian yang mengguncang nilai tukar mata uang negara-negara di Asia, ibarat Malaysia, Filipina, Korea dan Indonesia. Rupiah yang berada pada posisi nilai tukar Rp.2.500/US$ terus mengalami kemerosotan. 

Situasi ini mendorong Presiden Soeharto meminta menolongan dari International Monetary Fund (IMF). Persetujuan menolongan IMF dilakukan pada Oktober 1997 dengan syarat pemerintah Indonesia harus melaksanakan pembaruan kebijakan-kebijakan, terutama kebijakan ekonomi. 

Diantara syarat-syarat tersebut yaitu penghentian subsidi dan penutupan 16 bank swasta. Namun perjuangan ini tidak menuntaskan problem yang dihadapi. 

Upaya pemerintah untuk menguatkan nilai tukar rupiah, melalui Bank Indonesia dengan melaksanakan intervensi pasar tidak bisa membendung nilai tukar rupiah yang terus merosot. 

Nilai tukar rupiah yang berada di posisi Rp.4000/US$ pada Oktober terus melemah menjadi sekitar Rp.17.000/US$ pada bulan Januari 1998. 

Kondisi ini berdampak pada jatuhnya bursa saham Jakarta, bangkrutnya perusahaan-perusahaan besar di Indonesia yang menjadikan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besarbemasukan. 

Kondisi ini membuat Presiden Soeharto mendapatkan anjuran reformasi IMF pada tanggal 15 Januari 1998 dengan ditanhadiraninya Letter of Intent (Nota Kesepakatan) antara Presiden Soeharto dan Direktur Pelaksana IMF Michele Camdesius. 

Namun, kemudian Presiden Soeharto menyatakan bahwa paket IMF yang ditanhadiraninya membawa Indonesia pada sistem ekonomi liberal. 

Hal ini menyiratkan bahwa pemerintah Indonesia tidak akan melaksanakan perjanjian IMF yang meliputi 50 butir kesepakatan tersebut. 

Situasi tarik menarikdanunik antara pemerintah dan IMF itu menjadikan krisis ekonomi semakin memburuk. Pada ketika krisis semakin dalam, muncul ketegangan-ketegangan sosial dalam masyarakat. Pada bulan-bulan awal 1998 di sejumlah kota terjadi kerusuhan anti Cina. 

Kelompok ini menjadi samasukan kemarahan masyarakat alasannya yaitu mereka mendominasi perekonomian di Indonesia. Krisis ini pun semakin menjalar dalam bentuk gejolak-gejolak non ekonomi lainnya yang membawa efek terhadap proses perubahan selanjutnya. 

Sementara itu, sesuai dengan hasil Pemilu ke-6 yang diselenggarakan pada tanggal 29 Mei 1997, Golkar memperoleh bunyi 74,5 persen, PPP 22,4 persen, dan PDI 3 persen. 

Sesudah pelaksanaan pemilu tersebut perhatian tercurah pada Sidang Umum MPR yang dilaksanakan pada Maret 1998. Sidang umum MPR ini akan menentukan presiden dan wakil presiden. 

Sidang umum tersebut kemudian menetapkan kembali Soeharto sebagai presiden untuk masa jabatan lima tahun yang ketujuh kalinya dengan B.J. Habibie sebagai wakil presiden. 

Dalam beberapa ahad setelah terpilihnya kembali Soeharto sebagai Presiden RI, kekuatan-kekuatan oposisi yang semenjak usang dibatasi mulai muncul ke permukaan. 

Meningkatnya kecaman terhadap Presiden Soeharto terus meningkat yang ditandai lahirnya gerakan mahasiswa semenjak awal 1998. Gerakan mahasiswa yang mulai mengkristal di kampus-kampus, ibarat ITB, UI dan lain-lain semakin meningkat intensitasnya semenjak terpilihnya Soeharto. 

Demonstrasi-demonstrasi mahasiswa berskala besar di seluruh Indonesia melibatkan pula para staf akademis maupun pimpinan universitas. 

Garis besar tuntutan mahasiswa dalam aksi-aksinya di kampus di banyak sekali kota, yaitu tuntutan penurunan harga sembako (sembilan materi pokok), peniadaan monopoli, kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) serta suksesi kepemimpinan nasional. 

Aksi-aksi mahasiswa yang tidak mendapatkan jawaban dari pemerintah menjadikan para mahasiswa di banyak sekali kota mulai mengadakan agresi sampai keluar kampus. 

Maraknya aksi-aksi mahasiswa yang sering berlanjut menjadi bentrokan dengan pegawanegeri kemanan membuat Menhankam/Pangab, Jenderal Wiranto, mencoba meredamnya dengan menunjukkan dialog. 

Dari obrolan tersebut diperlukan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat kembali terbuka. Namun mahasiswa menganggap bahwa obrolan dengan pemerintah tidak efektif alasannya yaitu tuntutan pokok mereka yaitu reformasi politik dan ekonomi pengunduran diri Presiden Soeharto. 

Menurut mahasiswa, kawan obrolan yang paling efektif yaitu forum kepresidenan dan MPR. Di tengah maraknya agresi protes mahasiswa dan komponen masyarakat lainnya, pada tanggal 4 Mei 1998 pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikkan harga BBM dan tarif dasar listrik. 

Kebijakan yang diambil pemerintah berperihalan dengan tuntutan yang berkembang ketika itu. Sehingga naiknya harga BBM dan tarif dasar listrik semakin memicu gerakan massa, alasannya yaitu kebijakan tersebut berdampak pula pada naiknya biaya angkutan dan barang kebutuhan lainnya. 

Dalam kondisi negara yang sedang mengalami krisis, Presiden Soeharto, Pada 9 Mei 1998, berangkat ke Kairo (Mesir) untuk menghadiri Konferensi G 15. 

Di dalam pesawat menjelang keberangkatannya Presiden Soeharto meminta masyarakat damai dan memahami kenaikan harga BBM. 

Selain itu, ia menyerukan kepada lawan–lawan politiknya bahwa pasukan keamanan akan menangani dengan tegas setiap gangguan yang muncul. 

Meskipun demikian kerusuhan tetap tidak sanggup dipadamkan dan gelombang protes dari banyak sekali kalangan komponen masyarakat terus berlangsung. 

Sumber http://www.kuttabku.com

Post a Comment for "Krisis Moneter, Politik, Aturan Dan Akidah Menjelang Berakhirnya Masa Pemerintahan Orde Baru"