Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Organisasi Pergerakan Nasional Bentukan Jepang Pada Masa Pendudukan Dan Penjajahan Jepang Di Indonesia

Berikut ini akan dijelaskan terkena pendudukan jepang, masa penjajahan jepang, penjajahan jepang di indonesia, masa pendudukan jepang di indonesia, masa penjajahan jepang di indonesia, organisasi bentukan jepang, menganalisis organisasi pergerakan masa pendudukan jepang, organisasi pada masa pendudukan jepang, pergerakan nasional pada masa pendudukan jepang, organisasi pergerakan pada masa pendudukan jepang, organisasi organisasi bentukan jepang, organisasi bentukan jepang, Gerakan Tiga A, Putera, Pusat Tenaga Rakyat, Jawa Hokokai, Cuo Sangi In, MIAI.

Organisasi Pergerakan Zaman Jepang

Selama masa pendudukan Jepang, bangsa Indonesia dihentikan membentuk organisasi sendiri. Akan tetapi, Jepang sendiri membentuk organisasi-organisasi bagi rakyat Indonesia dengan maksud dipersiapkan untuk memmenolong Jepang. Organisasi-organisasi ini pada balasannya berbalik melawan Jepang.

1. Gerakan Tiga A

 Berikut ini akan dijelaskan terkena pendudukan jepang Organisasi Pergerakan Nasional Bentukan Jepang Pada Masa Pendudukan dan Penjajahan Jepang di Indonesia

Gerakan Tiga A ialah organisasi propaganda untuk kepentingan perang Jepang. Organisasi ini berdiri pada bulan April 1942. Pimpinannya ialah Mr. Sjamsuddin.

Tujuan berdirinya Gerakan Tiga A ialah biar rakyat dengan sukarela menyumbangkan tenaga bagi perang Jepang. Semboyannya ialah Nippon cahaya Asia, Nippon pemimpin Asia, Nippon pelindung Asia. 

Untuk menunjang gerakan ini, dibuat Barisan Pemuda Asia Raya yang dipimpin Sukarjo Wiryopranoto. Adapun untuk menyebarluaskan propaganda, diterbitkan surat kabar Asia Raya. 

Sesudah kedok organisasi ini diketahui, rakyat kehilangan simpati dan meninggalkan organisasi tersebut. Pada tanggal 20 November 1942, organisasi ini dibubarkan.

2. Putera (Pusat Tenaga Rakyat)

Pada tanggal 9 Maret 1943, diumumkan lahirnya gerakan gres yang disebut Pusat Tenaga Rakyat atau Putera. Pemimpinnya ialah empat serangkai, yaitu Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan Mas Mansyur. 

Tujuan Putera berdasarkan versi Ir. Soekarno ialah untuk membangun dan menghidupkan segala sesuatu yang sudah dirobohkan oleh imperialisme Belanda. Adapun tujuan bagi Jepang ialah untuk memusatkan segala potensi masyarakat Indonesia dalam rangka memmenolong usaha perangnya. 

Oleh lantaran itu, sudah digariskan sebelas macam acara yang harus dilakukan sebagaimana tercantum dalam peraturan dasarnya. 

Di antaranya yang terpenting ialah memengaruhi rakyat supaya berpengaruh rasa tanggung jawabannya untuk menghapuskan imbas Amerika, Inggris, dan Belanda, mengambil penggalan dalam mempertahankan Asia Raya, memperkuat rasa persaudaraan antara Indonesia dan Jepang, serta mengintensifkan pelajaran-pelajaran bahasa Jepang. 

Di samping itu, Putera juga mempunyai kiprah di bidang sosial-ekonomi. Jadi, Putera dibuat untuk membujuk para kaum nasionalis sekuler dan golongan intelektual biar mengerahkan tenaga dan pikirannya guna memmenolong Jepang dalam rangka menyukseskan Perang Asia Timur Raya. 

Organisasi Putera tersusun dari pemimpin pusat dan pemimpin daerah. Pemimpin pusat terdiri dari pejabat penggalan usaha budaya dan pejabat penggalan propaganda. Akan tetapi, organisasi Putera di tempat semakin hari semakin mundur. Hal ini disebabkan, antara lain;
  • keadaan sosial masyarakat di tempat ternyata masih terbelakang, termasuk dalam bidang pendidikan, sehingga kurang maju dan dinamis;
  • keadaan ekonomi masyarakat yang kurang bisa berakibat mereka tidak sanggup membiayai gerakan tersebut.
Dalam perkembangannya, Putera lebih banyak dimanfaatkan untuk usaha dan kepentingan bangsa Indonesia. Mengetahui hal ini, Jepang membubarkan Putera dan mementingkan pembentukan organisasi baru, yaitu Jawa Hokokai.

3. Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa (Jawa Hokokai)

Jepang mendirikan Jawa Hokokai pada tanggal 1 Januari 1944. Organisasi ini diperintah pribadi oleh kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan). 

Latar belakang dibentuknya Jawa Hokokai ialah Jepang menyadari bahwa Putera lebih bermanfaa bagi pihak Indonesia daripada bagi pihak Jepang. 

Oleh lantaran itu, Jepang merancang pembentukan organisasi gres yang mencakup beberapa aspek tiruana golongan masyarakat, termasuk golongan Cina dan Arab. 

Berdirinya Jawa Hokokai diumumkan oleh Panglima Tentara Keenambelas, Jenderal Kumakichi Harada. Sebelum mendirikan Jawa Hokokai, pemerintah pendudukan Jepang lebih lampau meminta pendapat empat serangkai. 

Alasan yang diajukan ialah semakin hebatnya Perang Asia Timur Raya sehingga Jepang perlu membentuk organisasi gres untuk lebih menggiatkan dan mempersatukan segala kekuatan rakyat. 

Dasar organisasi ini ialah pengorbanan dalam hokoseiskin (semangat kebaktian) yang mencakup pengorbanan diri, mempertebal rasa persaudaraan, dan melaksanakan sesuatu dengan bakti. Secara tegas, Jawa Hokokai ditetapkan sebagai organisasi resmi pemerintah. 

Jika pucuk pimpinan Putera diserahkan kepada golongan nasionalis Indonesia, kepemimpinan Jawa Hokokai pada tingkat pusat dipegang pribadi oleh Gunseikan. 

Adapun pimpinan tempat diserahkan kepada pejabat setempat mulai dari Shucokan hingga Kuco. Kegiatan-kegiatan Jawa Hokokai sebagaimana digariskan dalam anggaran dasarnya sebagai diberikut.
  • Melaksanakan segala sesuatu dengan faktual dan tulus untuk menyumbangkan segenap tenaga kepada pemerintah Jepang.
  • Memimpin rakyat untuk menyumbangkan segenap tenaga berdasarkan semangat persaudaraan antara segenap bangsa.
  • Memperkukuh pembelaan tanah air.
Anggota Jawa Hokokai ialah bangsa Indonesia yang berusia minimal 14 tahun, bangsa Jepang yang menjadi pegawai negeri, dan orang-orang dari banyak sekali kelompok profesi. Jawa Hokokai ialah pelaksana utama usaha pengerahan barang-barang dan padi. 

Pada tahun 1945, tiruana acara pemerintah dalam bidang pergerakan dilaksanakan oleh Jawa Hokokai sehingga organisasi ini harus melaksanakan kiprah dengan faktual dan menjadi alat bagi kepentingan Jepang. 

Jawa Hokokai ialah organisasi sentral yang anggota-anggotanya terdiri atas majemuk hokokai sesuai dengan bidang profesinya. 

Guru-guru bergabung dalam wadah Kyoiku Hokokai (Kebaktian para Pendidik) dan para dokter bergabung dalam wadah Izi Hokokai (Kebaktian para Dokter). 

Selain itu, Jawa Hokokai juga mempunyai anggota-anggota istimewa yang terdiri dari Fujinkai (Organisasi Wanita), Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan), Boei Engokai (Tata Usaha Pemmenolong Prajurit Peta dan Heiko), serta hokokai perusahaan.

4. Cuo Sangi In (Badan Pertimbangan Pusat)

Ketika pemerintahan Jepang berada di tangan Perdana Menteri Toyo, Jepang pernah memdiberi kesepakatan merdeka kepada Filipina dan Burma, namun tidak melaksanakan hal yang sama kepada Indonesia. 

Oleh lantaran itu, kaum nasionalis Indonesia protes. Menanggapi protes tersebut, PM Toyo kemudian membuat kebijakan diberikut.

a. Pembentukan Dewan Pertimbangan Pusat (Cuo Sangi In).
b. Pembentukan Dewan Pertimbangan Karesidenan (Shu Sangi Kai) atau daerah.
c. Tokoh-tokoh Indonesia diangkat menjadi penasihat banyak sekali departemen.
d. Pengangkatan orang Indonesia ke dalam pemerintahan dan organisasi resmi lainnya.

Untuk melaksanakan kebijakan tersebut, pada tanggal 5 September 1943, Kumakichi Harada mengeluarkan Osamu Serei No. 36 dan 37 Tahun 1943 wacana pembentukan Cuo Sangi In dan Shu Sangi Kai. 

Cuo Sangi In yang berada di bawah pengawasan Saiko Shikikan (Pemerintahan Tentara Keenambelas) bertugas menjawaban pertanyaan Saiko Shikikan dalam hal politik dan pemerintah. 

Cuo Sangi In juga berhak mengajukan seruan kepada Saiko Shikikan. Rapat-rapat Cuo Sangi In mengulas pengembangan pemerintah militer, mempertinggi derajat rakyat, penanganan pendidikan dan penerangan, duduk kasus ekonomi dan industri, kemakmuran dan menolongan sosial, serta kesehatan. 

Keanggotaan Cuo Sangi In terdiri atas 43 orang, yaitu 23 orang diangkat oleh Saiko Shikikan, 18 orang dipilih oleh anggota Shu Sangi Kai, dan dua orang anggota yang diusulkan dari tempat Surakarta dan Yogyakarta. 

Anggota Cuo Sangi In dilantik pada tanggal 17 Oktober 1943 dengan ketua Ir. Soerkarno, serta wakilnya dua orang, yaitu M.A.A. Kusumo Utoyo dan Dr. Boentaran Martoatmodjo. Cuo Sangi In dibuat dengan tujuan biar ada perwakilan, baik bagi pihak Jepang maupun pihak Indonesia. 

Namun, biar tidak dimanfaatkan untuk usaha bangsa Indonesia, Cuo Sangi In menerima pengawasan ketat dari pemerintah Jepang. 

Dilihat dari segi usaha bangsa Indonesia dalam memperoleh kemerdekaan, keberadaan Cuo Sangi In memang tidak berarti banyak. Akan tetapi, keberadaan forum ini mempunyai kegunaan bagi pertambahan wawasan pengalaman kaum nasionalis Indonesia.

5. Majelis Islam A'laa Indonesia (MIAI)

MIAI ialah organisasi yang berdiri pada masa penjajahan Belanda, tepatnya pada tahun 1937 di Surabaya. Pendirinya ialah K. H. Mas Mansyur dan kawan-kawan.

Organisasi ini tetap diizinkan berdiri pada masa pendudukan Jepang alasannya ialah ialah gerakan anti-Barat dan spesialuntuk bergerak dalam bidang amal (sebagai baitulmal) serta penyelenggaraan hari-hari besar Islam saja. 

Meskipun demikian, pengaruhnya yang besar menyebabkan Jepang merasa perlu untuk membatasi ruang gerak MIAI. Pada awal pendudukan, Jepang membentuk Bagian Pengajaran dan Agama yang dipimpin oleh Kolonel Horie. Ia mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemuka agama di Surabaya. 

Dalam pertemuan tersebut, Horie meminta biar umat Islam tidak melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bersifat politik. Permintaan ini disetujui oleh penerima pertemuan tersebut yang kemudian membuat pernyataan perilaku di simpulan pertemuan. 

Pada simpulan Desember 1942, hasil pertemuan di Surabaya itu ditingkatkan dengan mengundang 32 orang kiai di seluruh Jawa Timur untuk menghadap Letnan Jenderal Imamura dan Gunseikan, Mayor Jenderal Okasaki. 

Dalam pertemuan tersebut, Gunseikan menyatakan bahwa Jepang akan tetap menghargai Islam dan akan mengikutsertakan golongan Islam dalam pemerintahan. Pemerintah militer Jepang menentukan MIAI sebagai satu-satunya wadah bagi organisasi adonan golongan Islam. 

Akan tetapi, organisasi ini gres diakui oleh Jepang setelah mengubah anggaran dasarnya, khususnya terkena asas dan tujuannya. 

Pada asas dan tujuan MIAI dimenambahkan kalimat: "... turut bekerja dengan sekuat tenaga dalam pekerjaan membangun masyarakat gres untuk mencapai kemakmuran bersama di lingkungan Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon." 

 Sebagai organisasi tunggal golongan Islam, MIAI menerima simpati yang luar biasa dari kalangan umat Islam sehingga organisasi ini berkembang semakin maju. 

Melihat perkembangan ini, Jepang mulai merasa curiga. Tokoh-tokoh MIAI di banyak sekali tempat mulai diawasi. Untuk mengantisipasi biar gerakan para pemuka agama Islam tidak menjurus pada acara yang berbahaya bagi Jepang, diadakan petes para kiai. 

Para kiai yang menjadi penerima petes tersebut dipilih berdasarkan syarat-syarat mempunyai imbas yang luas di lingkungannya dan mempunyai tabiat yang baik. Petes tersebut berlangsung di Balai Urusan Agama di Jakarta selama satu bulan. 

Namun, keterbatasan acara MIAI justru dirasakan kurang memuaskan bagi Jepang sendiri. Pada bulan Oktober 1943, MIAI secara resmi dibubarkan dan diganti dengan organisasi baru, yaitu Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). 

Organisasi ini disahkan oleh Gunseikan pada tanggal 22 November 1943. Susunan kepengurusan Masyumi ialah ketua pengurus besar dipegang oleh K.H. Hasyim Asy'ari, wakil dari Muhammadiyah ialah K.H. Mas Mansur, K.H. Farid Ma'ruf, K.H. Mukti, K.H. Hasyim, dan Kartosudarmo. Adapun wakil dari NU ialah K.H. Nachrowi, Zainul Arifin, dan K.H. Mochtar.

Reaksi Kaum Pergerakan Nasional terhadap Jepang

Kaum pergerakan dan kaum intelek nasional balasannya sadar bahwa Jepang ternyata jauh lebih berbahaya bagi bangsa Indonesia lantaran kekejaman dan penindasannya terhadap rakyat. 

Sejak awal tahun 1944, rasa simpati terhadap Jepang mulai hilang dan berganti dengan kebencian. Muncullah gerakan-gerakan perlawanan terhadap Jepang, menyerupai Gerakan 3A, Putera, dan Peta.

Salah satu rujukan pemberontakan bangsa Indonesia yang terbesar terhadap Jepang ialah pemberontakan Peta Blitar tanggal 4 Februari 1945. Pemberontakan yang dipimpin Supriyadi ini sangat mengejutkan Jepang. Banyak tentara Jepang yang terbunuh. 

Untuk menghadapinya, Jepang mengepung kedudukan Supriyadi. Terjadilah tembak menembak yang membawa banyak korban bagi kedua belah pihak. Dalam pertempuran tersebut, Supriyadi menghilang. Peristiwa ini diawetkan sebagai hari Peta. 

Sesudah perlawanan tersebut, muncul perlawanan-perlawanan lainnya dari banyak sekali daerah, menyerupai perlawanan rakyat Aceh dan perlawanan rakyat Sukamanah, Tasikmalaya. 

Adapun dari kalangan intelektual, muncul organisasi-organisasi bawah tanah yang menyebarluaskan pandangan anti-Jepang. 

Mereka menanamkan bahwa bagaimanapun, Jepang tetap ialah juga penjajah menyerupai halnya Belanda. Bangsa Indonesia berdasarkan mereka, spesialuntuk akan sejahtera jikalau sudah sepenuhnya merdeka. Tokoh gerakan ini ialah Sjahrir dan Amir Sjarifuddin.

Sumber http://www.kuttabku.com

Post a Comment for "Organisasi Pergerakan Nasional Bentukan Jepang Pada Masa Pendudukan Dan Penjajahan Jepang Di Indonesia"