Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Abad Kedatangan Jepang Serta Imbas Dan Akhir Dari Kebijakan-Kebijakan Pendudukan Dan Penjajahan Jepang Di Indonesia

Berikut ini akan dijelaskan terkena pendudukan jepang, kehadiran jepang di indonesia, masa penjajahan jepang, penjajahan jepang, masa pendudukan jepang, zaman penjajahan jepang, penjajahan jepang di indonesia, dampak pendudukan jepang di indonesia, jepang menjajah indonesia selama, pendudukan jepang di indonesia, masa pendudukan jepang di indonesia, indonesia dijajah jepang selama, masa penjajahan jepang di indonesia, berapa usang jepang menjajah indonesia, sistem pemerintahan jepang di indonesia, kebijakan jepang di indonesia.

Pendudukan Jepang

Dalam Perang Dunia II, sebagian wilayah negara Belanda sudah dikuasai Jerman. Selanjutnya, pada tanggal 8 Maret 1942, Belanda mengalah tanpa syarat kepada Jepang, termasuk juga penyerahan hak atas tanah jajahan Belanda di Indonesia. 

 Berikut ini akan dijelaskan terkena pendudukan jepang Sejarah Masa Kehadiran Jepang serta Dampak dan Akibat dari Kebijakan-Kebijakan Pendudukan dan Penjajahan Jepang di Indonesia
Tentara Pendudukan Jepang
Hal ini tentunya juga berdampak atau kuat terhadap pergerakan-pergerakan yang ada, sehingga muncullah organisasi-organisasi dan reaksi kaum pergerakan nasional Indonesia. 

Bagaimana awal kehadiran Jepang di Indonesia? Apakah dampak yang ditimbulkannya? Bagaimana reaksi kaum pergerakan nasional Indonesia? Berikut akan dijelaskan satu per satu.

Kehadiran Jepang di Indonesia

Pada tahun 1936, Sutarjo Kartohadikusumo, ketua Persatuan Pegawai Bestuur (Pamong Praja) Bumi Putera, mengajukan surat undangan kepada pemerintah Hindia Belanda yang dikenal dengan Petisi Sutarjo. 

Isi petisi tersebut ialah meminta diadakannya konferensi antara wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk menyusun planning pemerintahan sendiri bagi bangsa Indonesia meskipun masih dalam lingkungan kekuasaan Belanda. 

Pelaksanaan pemerintahan dijalankan dalam waktu 10 tahun atau sesuai dengan hasil konferensi. Pada tahun diberikutnya, Gabungan Politik Indonesia (GAPI) merumuskan anjuran dalam slogan Indonesia Berparlemen. Kedua anjuran tersebut ternyata ditolak oleh pemerintah Belanda. 

Bulan Agustus 1940, dalam Perang Dunia II, sebagian wilayah negara Belanda sudah dikuasai Jerman. Sebagai jajahan Belanda, Indonesia ditetapkan berada dalam keadaan perang. 

Saat itulah GAPI kembali mengeluarkan resolusi yang menuntut diadakannya perubahan ketatguagaraan di Indonesia memakai aturan tata negara dalam masa genting (Nood Staatsrecht). 

Isi resolusi tersebut ialah mengubah Volksraad menjadi DPR sejati yang anggotanya dipilih dari rakyat dan mengubah fungsi kepala-kepala departemen menjadi menteri-menteri yang bertanggung jawaban kepada parlemen. 

Resolusi tersebut dikirimkan kepada Gubernur Jenderal, Ratu Wilhelmina, dan Kabinet Belanda yang pada dikala itu berada di London. 

Sesudah melalui usaha yang sangat gigih, balasannya pemerintah kolonial Belanda berjanji akan membentuk komisi yang bertugas mengumpulkan bahan-bahan wacana perubahan ketatguagaraan yang diinginkan oleh bangsa Indonesia. 

Pada tanggal 14 September 1940 dibuat Commissie tot Berstudeering van Staatsrechtelijke Hervormingen (Komisi untuk Menyelidiki dan Mempelajari Perubahan-Perubahan Ketatguagaraan). 

Komisi ini dikenal dengan nama Komisi Visman, diketuai oleh Dr. F.H. Visman. Pembentukan komisi ini tidak mendapat sambutan dari anggota-anggota Volksraad, bahkan anggota GAPI terang-terangan menyatakan tidak setuju. 

Ketidaksetujuan di kalangan kaum pergerakan disebabkan menurut pengalaman, komisi-komisi yang dibuat Belanda (contohnya, komisi sejenis pada tahun 1918) tidak akan membawa hasil yang menguntungkan bagi Indonesia. 

Pada dikala yang bersamaan, Jepang sudah menduduki wilayah beberapa negara di Asia Tenggara. Kedudukan Belanda di Indonesia pun terancam. 

melaluiataubersamaini kampanye 3A, kedudukan Jepang di Asia makin kuat. Sementara itu, tindakan pemerintah kolonial Belanda yang keras kepala semakin meyakinkan kaum pergerakan nasional bahwa selama Belanda berkuasa, bangsa Indonesia tidak akan pernah memperoleh kemerdekaannya. 

Akibatnya, kampanye Jepang yang mengumandangkan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia mendapat simpati yang besar dari rakyat Indonesia. Dalam rangka menguasai Indonesia, Jepang menyerang markas-markas Belanda di Tarakan, Sumatra, dan Jawa. 

Pada tanggal 8 Maret 1942, Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda Letnan Jenderal H. Ter Poorten, atas nama Angkatan Perang Sekutu di Indonesia, mengalah tanpa syarat kepada pimpinan tentara Jepang, Letnan Jenderal Hitoshi Imamura. 

Penyerahan tanpa syarat tersebut ditandai dengan persetujuan Kalijati yang diadakan di Subang, Jawa Barat. Isi persetujuan tersebut ialah penyerahan hak atas tanah jajahan Belanda di Indonesia kepada pemerintahan pendudukan Jepang. 

Artinya, bangsa Indonesia memasuki periode penjajahan yang baru. Meski kehadirannya, menyerupai juga Belanda, ialah untuk tujuan menjajah, Jepang diterima dan disambut lebih baik oleh bangsa Indonesia. Berikut alasan yang melatarbelakangi perbedaan perilaku tersebut.
  1. Jepang menyatakan bahwa kehadirannya di Indonesia tidak untuk menjajah, bahkan bermaksud untuk membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan Belanda.
  2. Jepang melaksanakan propaganda melalui Gerakan 3A (Jepang cahaya Asia, Jepang pelindung Asia, dan Jepang pemimpin Asia).
  3. Jepang mengaku sebagai saudara bau tanah bangsa Indonesia yang hadir dengan maksud hendak membebaskan rakyat Indonesia.
  4. Adanya semboyan Hakoo Ichiu, yakni dunia dalam satu keluarga dan Jepang ialah pemimpin keluarga tersebut yang berusaha membuat kemakmuran bersama.
Pemimpin-pemimpin pergerakan pun mau bekerja sama dengan Jepang. misalnya, Moh. Hatta dan Ir. Soekarno. Meski keduanya populer sebagai tokoh nonkooperatif yang gigih, namun mau bekerja sama dengan Jepang. 

Pertimbangannya, menyerupai diungkapkan dalam biografi Soekarno yang ditulis Cindi Adams, ialah bahwa dikala itu Jepang sedang dalam keadaan kuat, sedangkan Indonesia sedang dalam keadaan lemah. Untuk itu, Indonesia membutuhkan menolongan Jepang supaya sanggup mencapai cita-cita.

Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia

Pendudukan Jepang di Indonesia dibagi dalam tiga wilayah.
  1. Pemerintahan Militer Angkatan Darat ke-25 (Tentara Keduapuluhlima), wilayah kekuasaannya mencakup Sumatra dengan sentra pemerintahan di Bukittinggi.
  2. Pemerintahan Militer Angkatan Darat ke-16 (Tentara Keenambelas), wilayah kekuasaannya mencakup Jawa dan Madura dengan sentra pemerintahan di Jakarta.
  3. Pemerintahan Militer Angkatan Laut II (Armada Selatan Kedua), wilayah kekuasaannya mencakup Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku dengan sentra pemerintahan di Makassar.
Pemerintahan pendudukan militer di Jawa sifatnya spesialuntuk sementara, sesuai dengan Osamu Seirei Nomor 1 Pasal 1 yang dikeluarkan tanggal 7 Maret 1942 oleh Panglima Tentara Keenambelas.

Undang-undang tersebut menjadi pokok dari peraturan-peraturan ketatguagaraan pada masa pendudukan Jepang. Jabatan gubernur jenderal di zaman Hindia Belanda dihapuskan. 

Segala kekuasaan yang lampau dipegang gubernur jenderal kini dipegang oleh panglima tentara Jepang di Jawa. 

Undang-undang tersebut juga mengisyaratkan bahwa pemerintahan pendudukan Jepang berkeinginan untuk terus memakai pegawanegeri pemerintah sipil yang usang beserta para pegawainya. 

Hal ini dimaksudkan supaya pemerintahan sanggup terus berjalan dan kekacauan sanggup dicegah. Adapun pimpinan sentra tetap dipegang tentara Jepang.

Susunan pemerintahan militer Jepang sebagai diberikut.
  1. Gunshireikan (panglima tentara), kemudian disebut Saiko Shikikan (panglima tertinggi), ialah pucuk pimpinan.
  2. Gunseikan (kepala pemerintahan militer), dirangkap oleh kepala staf tentara.
Gunshireikan bertugas memutuskan peraturan yang dikeluarkan oleh Gunseikan. Peraturan itu disebut Osamu Kanrei. Peraturan-peraturan tersebut diumumkan dalam Kan Po (diberita pemerintahan), sebuah penerbitan resmi yang dikeluarkan oleh Gunseikanbu. 

Gunseikanbu ialah staf pemerintahan militer sentra yang terdiri dari lima bu (departemen): Sumabu (Departemen Urusan Umum), Zaimubu (Departemen Keuangan), Sangyobu (Departemen Perusahaan, Industri, dan Kerajinan), Kotsubu (Departemen Lalu Lintas), dan Shihobu (Departemen Kehakiman).

Koordinator pemerintahan militer setempat disebut gunseibu. Pusat-pusat koordinator militer tersebut berada di Bandung (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), dan Surabaya (Jawa Timur). Selain itu, dibuat pula dua tempat istimewa (koci), yaitu Surakarta dan Yogyakarta. 

Untuk setiap gunseibu ditempatkan beberapa komandan militer setempat. Mereka bertugas memulihkan ketertiban dan keamanan, menanamkan kekuasaan, dan membentuk pemerintahan setempat. Mereka juga didiberi wewenang untuk memecat para pegawai yang berkebangsaan Belanda. 

Akan tetapi, usaha untuk membentuk pemerintahan setempat ternyata tidak berjalan lancar. Jepang masih sangat belum sempurnanya tenaga pemerintah. 

Jepang sudah berusaha mengirimkan tenaga yang dibutuhkan, namun tidak hingga ke tujuan lantaran kapal yang mengangkut tenaga-tenaga pemerintahan tersebut karam setelah terkena serangan torpedo sekutu. Akhirnya, Jepang terpaksa mengangkat pegawai-pegawai dari bangsa Indonesia asli. 

Hal ini memdiberi laba bagi pihak Indonesia lantaran memperoleh pengalaman dalam bidang pemerintahan. 

Dalam rangka mempertahankan kekuasaan dan menghapus imbas Belanda pada masyarakat Indonesia, Jepang memutuskan Undang-Undang No. 4. Undang-undang tersebut memutuskan bahwa spesialuntuk bendera Jepang, Hinomaru, yang boleh dipasang dan spesialuntuk lagu kebangsaan Jepang, Kimigayo, yang boleh diperdengarkan pada hari-hari besar. 

Mulai tanggal 1 April 1942, tiruana lapisan masyarakat harus memakai proteksi waktu sesuai dengan yang dipergunakan di Jepang. 

Perbedaan waktu antara Tokyo dan Jawa pada masa itu ialah 90 menit. Selain itu, mulai tanggal 29 April 1942 diputuskan bahwa kalender yang digunakan ialah kalender Jepang yang berjulukan Sumera. 

Tahun 1942 pada kalender Masehi sama dengan tahun 2602 pada kalender Sumera. Rakyat Indonesia juga diwajibkan untuk ikut merayakan hari raya Tencosetsu, yaitu hari lahirnya Kaisar Hirohito.

Menurut Undang-Undang No. 27 wacana Perubahan Tata Pemerintahan Daerah, seluruh Pulau Jawa dan Madura (kecuali kedua koci, Surakarta dan Yogyakarta) dibagi atas enam wilayah pemerintahan.

1. Syu (karesidenan), dipimpin oleh seorang syuco.
2. Syi (kotapraja), dipimpin oleh seorang syico.
3. Ken (kabupaten), dipimpin oleh seorang kenco.
4. Gun (kawedanan atau distrik), dipimpin oleh seorang gunco.
5. Son (kecamatan), dipimpin oleh seorang sonco.
6. Ku (kelurahan atau desa), dipimpin oleh seorang kuco.

Dalam menjalankan pemerintahan, syucokan dimenolong oleh Cokan Kanbo (Majelis Pemusyawaratan Cokan) yang terdiri dari tiga bu (bagian), yaitu Naiseibu (bagian pemerintahan umum), Keizaibu (bagian ekonomi), dan Keisatsubu (bagian kepolisian).

Para syucokan secara resmi dilantik oleh gunseikan pada bulan September 1942. Pelantikan ini ialah awal dari pelaksanaan organisasi pemerintahan tempat dan menyingkirkan pegawai-pegawai Indonesia yang pernah menduduki kedudukan tinggi pada masa pemerintahan sementara. 

Pemerintahan militer di Sumatra yang berada di bawah Panglima Tentara Keduapuluhlima membentuk sepuluh karesidenan (syu) yang terdiri dari bungsyu (subkaresidenan), gun, dan son. 

Kesepuluh syu tersebut ialah Aceh, Sumatra Timur, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Jambi, Palembang, Lampung, dan Bangka Bilitan (Belitung). Jabatan syucokan dipegang oleh orang Jepang.

Selain pemerintahan militer (gunsei) angkatan darat, Armada Selatan Kedua juga membentuk suatu pemerintahan yang disebut Minseibu. Pemerintahan ini terdapat di tiga tempat, yaitu Kalimantan, Sulawesi, dan Seram. Daerah bawahannya mencakup syu, ken, bunken (subkabupaten), gun, dan son.

Seperti di Pulau Jawa dan Sumatra, tidak usang setelah pendaratan tentara Jepang, orang-orang Indonesia mendapat jabatan-jabatan tinggi. 

Namun, setelah bulan Agustus 1942, jabatan-jabatan yang disediakan untuk orang Indonesia spesialuntuk terbatas hingga gunco dan sanco, sedangkan jabatan wali kota untuk Makassar, Manado, Banjarmasin, dan Pontianak dipegang oleh orang Jepang.

Dalam bidang ekonomi, Jepang membuat kebijakan-kebijakan yang pada pada dasarnya terpusat pada tujuan mengumpulkan materi mentah untuk industri perang. 

Ada dua tahap perencanaan untuk mewujudkan tujuan tersebut, yaitu tahap penguasaan dan tahap menyusun kembali struktur.

Pada tahap penguasaan, Jepang mengambil alih pabrik-pabrik gula milik Belanda untuk dikelola oleh pihak swasta Jepang, misalnya, Meiji Seilyo Kaisya dan Okinawa Seilo Kaisya.

Adapun dalam tahap restrukturisasi (menyusun kembali struktur), Jepang membuat kebijakan-kebijakan diberikut.
  1. Sistem autarki, yakni rakyat dan pemerintah tempat wajib memenuhi kebutuhan sendiri untuk menunjang kepentingan perang Jepang.
  2. Sistem tonarigumi, yakni dibuat organisasi rukun tetangga yang terdiri atas 10 - 20 KK untuk mengumpulkan setoran kepada Jepang.
  3. Jepang memonopoli hasil perkebunan menurut UU No. 22 Tahun 1942 yang dikeluarkan oleh Gunseikan.
  4.  Adanya pengerahan tenaga untuk kebutuhan perang.
Pengaruh Jepang dalam bidang pendidikan dan kebudayaan di Indonesia sebagai diberikut.
  1. Bahasa Belanda dihentikan digunakan. Sebagai gantinya, bahasa Jepang dan bahasa Indonesia wajib digunakan di sekolah-sekolah dan kantor-kantor. Selain itu, Jepang juga mengajarkan penerapan huruf Kanji, Hiragana, dan Katakana.
  2. Untuk membuatkan bidang budaya, diterbitkan koran berbahasa Jepang dan dibuka kursus bahasa Jepang.
  3. Rakyat diwajibkan mengikuti tradisi menghormat matahari dengan seikeirei atau menghadap ke timur pada setiap pagi ketika matahari terbit.
  4. Pada tanggal 1 April 1943 didirikan Pusat Kebudayaan Keiman Bunka Shidosko.
Sebagai usaha penunjang kebutuhan perang, Jepang memberlakukan mobilitas sosial yang meliputi:

1. pelaksanaan kinrohoshi atau tes kerja paksa,
2. pelaksanaan romusa atau kerja paksa tanpa bayar selamanya, dan
3. pembentukan tonarigumi atau organisasi rukun tetangga.

Untuk membangun mentalitas, ditanamkan seiskin atau semangat serta bhusido atau jalan ksatria yang berani mati, rela berkorban, siap menghadapi bahaya, dan menjunjung tinggi keperwiraan.

Bentuk-bentuk organisasi kemiliteran yang dibuat Jepang sebagai diberikut.
  1. Seinendan, yaitu barisan perjaka yang berumur 14 – 22 tahun.
  2. Iosyi Seinendan, yaitu barisan cadangan atau seinendan putri.
  3. Bakutai, yaitu pasukan berani mati.
  4. Keibodan, yaitu barisan menolong polisi yang anggotanya berusia 23 – 35 tahun. Barisan ini di Sumatra disebut Bogodan dan di Kalimantan disebut Borneo Konon Hokokudan.
  5. Hisbullah, yaitu barisan semimiliter untuk orang Islam.
  6. Heiho, yaitu pemmenolong prajurit Jepang yang anggotanya berusia 18– 25 tahun.
  7. Jawa Sentotai, yaitu barisan benteng usaha Jawa.
  8. Suisyintai, yaitu barisan pelopor.
  9. Peta atau Pembela Tanah Air, yaitu tentara tempat yang dibuat oleh Kumakichi Harada menurut Osamu Serei No. 44 tanggal 23 Oktober 1943.
  10. Gokutokai, yaitu korps pelajar yang dibuat pada bulan Desember 1944.
  11. Fujinkai, yaitu himpunan perempuan yang dibuat pada tanggal 23 Agustus 1943. 
Jabatan-jabatan militer yang sanggup diperoleh setelah seseorang menamatkan pendidikan ialah sebagai diberikut.
  1. Daidanco (komandan batalyon), dipilih dari kalangan tokoh-tokoh masyarakat, menyerupai pegawai pemerintah, pemimpin agama, pamong praja, politikus, dan penegak hukum.
  2. Cudanco (komandan kompi), dipilih dari kalangan mereka yang sudah bekerja, namun belum mencapai pangkat yang tinggi, menyerupai guru dan juru tulis.
  3. Shodanco (komandan peleton), umumnya dipilih dari kalangan pelajar sekolah lanjutan pertama atau sekolah lanjutan atas.
  4. Budanco (komandan regu), dipilih dari kalangan perjaka yang lulus sekolah dasar.
  5. Giyuhei (prajurit sukarela), dipilih dari kalangan perjaka yang masih setingkat sekolah dasar.
Calon perwira Peta mendapat tes pertama kali di Bogor. Sesudah mendapat tes-tes tersebut, tentara Peta ditempatkan di daidan-daidan (batalyon) yang tersebar di Jawa, Madura, dan Bali. Semuanya berjumlah 66 daidan. 

Dalam perkembangannya, banyak anggota Peta yang merasa kecewa terhadap pemerintah pendudukan Jepang. 

Mulai tahun 1944 terjadi pemberontakan- pemberontakan, yang terbesar ialah pemberontakan Peta Blitar, Jawa Timur, pada tanggal 14 Februari 1945 yang diikuti oleh sekitar separuh dari seluruh anggota daidan. Sayangnya, pemberontakan yang dipimpin oleh Supriyadi dan Muradi tersebut sanggup ditumpas Jepang.

Sumber http://www.kuttabku.com

Post a Comment for "Sejarah Abad Kedatangan Jepang Serta Imbas Dan Akhir Dari Kebijakan-Kebijakan Pendudukan Dan Penjajahan Jepang Di Indonesia"