Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perkembangan Politik Dan Ekonomi Serta Kebijakan-Kebijakan Pada Abad Kepemimpinan Dan Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri

Artikel sejarah kita kali ini akan mencoba mengkaji ihwal perkembangan politik dan ekonomi, masa pemerintahan megawati, pemerintahan megawati, kepemimpinan megawati soekarnoputri, masa pemerintahan megawati soekarnoputri, masa kepemimpinan megawati, masa pemerintahan presiden megawati, kebijakan presiden megawati, kabinet gotong royong, masa pemerintahan presiden megawati soekarnoputri, nama kabinet megawati.

Masa Pemerintahan Presiden Megawati Soekarno Putri

Presiden Megawati Soekarno Putri mengawali tugasnya sebagai presiden kelima Republik Indonesia dengan membentuk Kabinet Gotong Royong.

Kabinet ini mempunyai lima agenda utama yakni menunjukan perilaku tegas pemerintah dalam menghapus KKN, menyusun langkah untuk menyelamatkan rakyat dari krisis yang berkepantidakboleh, meneruskan pembangunan politik, mempertahankan supremasi aturan dan membuat situasi sosial kultural yang aman untuk memajukan kehidupan masyarakat sipil, membuat kesejahteraan dan rasa aman masyarakat dengan meningkatkan keamanan dan hak asasi manusia.

Tugas Presiden Megawati di awal pemerintahannya terutama upaya untuk memberantas KKN terbilang berat lantaran selain banyaknya kasus-kasus KKN masa Orde Baru yang belum tuntas, masalah KKN pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid menambah beban pemerintahan gres tersebut.

 Artikel sejarah kita kali ini akan mencoba mengkaji ihwal perkembangan politik dan ekon Perkembangan Politik dan Ekonomi Serta Kebijakan-Kebijakan Pada Masa Kepemimpinan dan Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri
Presiden Megawati Soekarnoputri
Untuk menuntaskan aneka macam masalah KKN, pemerintahan Presiden Megawati membentuk Komisi Tindak Pidana Korupsi setelah keluarnya UU RI No. 28 tahun 1999 ihwal penyelenggaraan negara yang membersihkan dan bebas KKN.

Pembentukan komisi ini menuai Koreksi lantaran pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid sudah dibuat Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN). Dari sisi kemiripan tugas, keberadaan dua komisi tersebut tersebut terkesan tumpang tindih. 

Dalam perjalanan pemerintahan Megawati, kedua komisi tersebut tidak berjalan terbaik lantaran sampai final pemerintahan Presiden Megawati, aneka macam masalah KKN yang ada belum sanggup diselesaikan.

a. Reformasi Bidang Hukum dan Pemerintahan

Pada masa pemerintahan Presiden Megawati, MPR kembali melaksanakan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 10 November 2001. Amandemen tersebut mencakup penegasan Indonesia sebagai negara aturan dan kedaulatan berada di tangan rakyat. 

Salah satu perubahan penting terkait dengan pemilihan umum ialah perubahan tata cara pemilihan presiden dan wakil presiden yang dipilih pribadi oleh rakyat dan mulai diterapkan pada pemilu tahun 2004. 

melaluiataubersamaini demikian rakyat akan berpartisipasi dalam pemilihan umum untuk menentukan calon anggota legislatif, presiden dan kepala kawasan secara terpisah.

Hal lain yang dilakukan terkait dengan reformasi di bidang aturan dan pemerintahan ialah pembatasan wewenang MPR, kesejajaran kedudukan antara presiden dan dewan perwakilan rakyat yang secara pribadi menguatkan posisi DPR, kedudukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), penetapan APBN yang diajukan oleh presiden dan penegasan wewenang BPK.

Salah satu potongan penting amandemen yang dilakukan MPR terkait upaya pemberantasan KKN ialah penegasan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan independen untuk menyelenggarakan peradilan yang adil dan membersihkan guna menegakkan aturan dan keadilan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung.

Amandemen ini mempersembahkan kekuatan bagi penegak aturan untuk menembus birokrasi yang selama ini disalahgunakan untuk mencegah penyelidikan terhadap tersangka kejahatan terlebih jikalau sebuah masalah menimpa pejabat pemerintah yang tengah berkuasa. 

Upaya lain untuk melanjutkan harapan reformasi di bidang aturan ialah pencanangan pembentukan Mahkamah Konstitusi selambat-lambatnya tanggal 17 Agustus 2003.

Selain beberapa amandemen terkait masalah aturan dan pemerintahan, pemerintahan Presiden Megawati juga berupaya melanjutkan upaya reformasi di bidang pers yang ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Pers dan Undang-undang Penyiaran. 

Dilihat dari sisi kebebasan mengeluarkan pendapat, keberadaan kedua undang-undang tersebut berdampak positif namun di sisi lain aneka macam media yang diterbitkan oleh partai-partai politik dan LSM seringkali melahirkan polemik dan susah dikontrol oleh pemerintah.

b. Reformasi Bidang Ekonomi

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia semenjak 1998 belum sanggup dilalui oleh dua presiden sebelum Megawati sehingga pemerintahannya mewarisi aneka macam masalah ekonomi yang harus dituntaskan. Masalah ekonomi yang kompleks dan saling berkaitan menuntut perhatian pemerintah untuk memulihkan situasi ekonomi guna memperbaiki kehidupan rakyat. 

Wapres Hamzah Haz menerangkan bahwa pemerintah merancang paket kebijakan pemulihan ekonomi menyeluruh yang sanggup menggerakkan sektor riil dan keuangan semoga sanggup menjadi stimulus pemulihan ekonomi.

Selain upaya pemerintah untuk memperbaiki sektor ekonomi, MPR berhasil mengeluarkan keputusan yang menjadi pedoman bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi di masa reformasi yaitu Tap MPR RI No. IV/MPR/1999 ihwal Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999-2004. 

Sesuai dengan amanat GBHN 1999-2004, arah kebijakan penyelenggaraan negara harus dituangkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) lima tahun yang diputuskan oleh presiden bersama DPR.

Minimnya perdebatan selama masa pemerintahan Megawati berdampak positif pada sektor ekonomi. Hal ini membuat pemerintahan Megawati mencatat beberapa pencapaian di bidang ekonomi dan dianggap berhasil membangun kembali perekonomian bangsa yang sempat terpuruk semenjak beralihnya pemerintahan dari pemerintahan Orde Baru ke pemerintahan pada kurun reformasi. 

Salah satu indikator keberhasilan pemerintahan Presiden Megawati ialah rendahnya tingkat inflasi dan stabilnya cadangan devisa negara. Nilai tukar rupiah relatif membaik dan berdampak pada stabilnya harga-harga barang. 

Kondisi ini juga meningkatkan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia yang dianggap mengatakan perkembangan positif. Kenaikan inflasi pada bulan Januari 2002 akhir kenaikan harga dan suku bunga serta aneka macam tragedi lainnya juga berhasil ditekan pada bulan Maret dan April 2002.

Namun aneka macam pencapaian di bidang ekonomi pemerintahan Presiden Megawati mulai mengatakan penurunan pada paruh kedua pemerintahannya.

Pada pertengahan tahun 2002-2003 nilai tukar rupiah yang sempat menguat sampai Rp. 8.500,- per dolar kemudian melemah seiring menurunnya kinerja pemerintah. 

Di sisi lain, aneka macam pencapaian tersebut juga tidak berbanding lurus dengan jumlah penduduk yang ternyata masih banyak berada di bawah garis kemiskinan.

Popularitas pemerintah juga menurun akhir aneka macam kebijakan yang tidak populis dan meningkatkan inflasi. Meningkatnya inflasi berdampak jelek terhadap tingkat inflasi riil. Diantara kebijakan tersebut ialah kebijakan pemerintah yang menaikkan harga materi bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) serta pajak pendapatan negara. (Sarwanto, 2004: 50). 

Selain itu, masalah pinjaman luar negeri juga menjadi masalah pada masa pemerintahan Presiden Megawati lantaran pembayaran pinjaman luar negeri mengambil porsi APBN yang paling besar yakni mencapai 52% dari total penerimaan pajak yang dibayarkan oleh rakyat sebesar 219,4 triliun rupiah. Hal ini menyebabkan pemerintah mengalami defisit anggaran dan kebutuhan pinjaman baru.

c. Masalah Disintegrasi dan Kedaulatan Wilayah

Pemerataan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia ialah salah satu pekerjaan rumah pemerintahan Presiden Megawati. 

Tidak meratanya pembangunan dan tidak adilnya sumbangan hasil sumber daya alam antara pemerintah pusat dan kawasan menjadi masalah yang berujung pada keinginan untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia terutama beberapa provinsi yang kaya akan sumber daya alam tetapi spesialuntuk mendapatkan sedikit dari hasil sumber daya alam mereka. 

Dua provinsi yang rentan untuk melepaskan diri ialah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Papua. Kebijakan represif yang diterapkan pada masa pemerintahan Orde Baru di kedua provinsi tersebut menjadi alat propaganda efektif bagi kelompokkelompok yang ingin memisahkan diri. 

Untuk meredam keinginan melepaskan diri kedua provinsi tersebut, Presiden Megawati melaksanakan upaya-upaya untuk menuntaskan permasalahan disintegrasi dan memperbaiki persentase sumbangan hasil sumber daya alam antara pemerintah pusat dan kawasan di kedua propinsi tersebut. 

Berdasarkan UU No. 1b/2001 dan UU No. 21/2001 baik propinsi NAD dan Papua akan mendapatkan 70% dari hasil pertambangan minyak bumi dan gas alam. 

Upaya Presiden Megawati untuk memperbaiki hubungan pemerintah pusat dan rakyat propinsi NAD juga dilakukan dengan melaksanakan kunjungan kerja ke Banda Aceh pada tanggal 8 September 2001. 

Dalam kunjungan kerja tersebut, presiden melaksanakan obrolan dengan sejumlah tokoh Aceh dan berpidato di halaman Masjid Raya Baiturrahman. Dalam peluang tersebut, presiden mensosialisasikan UU No. 18 tahun 2001 ihwal otonomi khusus Provinsi NAD. 

Presiden Megawati juga menanhadirani prasasti perubahan status Universitas Malikussaleh Lhokseumawe menjadi universitas negeri. 

Upaya Presiden Megawati untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI juga diuji ketika pemerintah berusaha untuk menuntaskan sengketa status Pulau Sipadan dan Ligitan dengan pemerintah Malaysia. Sengketa status kedua pulau tersebut tidak sanggup diselesaikan melalui negosiasi bilateral antara pemerintah Indonesia dan Malaysia. 

Kedua negara setuju untuk membawa masalah ini ke Mahkamah Internasional di Den Haag. Pemerintah Indonesia semenjak tahun 1997 sudah memperjuangkan ratifikasi internasional bahwa kedua pulau tersebut ialah potongan dari wilayah Republik Indonesia. 

Namun Mahkamah Internasional pada alhasil menetapkan bahwa kedua pulau tersebut ialah potongan dari Malaysia. Dari 17 hakim yang terlibat dalam proses keputusan Mahkamah Internasional, satu-satunya hakim yang mempersembahkan keputusan bahwa kedua pulau tersebut ialah potongan dari wilayah Indonesia ialah Hakim Ad Hoc Thomas Franck yang ditunjuk oleh Indonesia.

Terlepasnya Pulau Sipadan yang mempunyai luas 10,4 hektar dan Pulau Ligitan yang mempunyai luas 7,9 hektar ialah pukulan bagi diplomasi luar negeri Indonesia setelah terlepasnya Timor Timur. 

Kasus ini juga mengatakan lemahnya diplomasi luar negeri Indonesia ketika berhadapan dengan negara lain terutama dalam sengketa perbatasan dengan negara-negara tetangga.

d. Desentralisasi Politik dan Keuangan

Terkait hubungan pemerintah pusat dan daerah, pemerintahan Presiden Megawati berupaya untuk melanjutkan kebijakan otonomi kawasan yang sudah dirintis semenjak tahun 1999 seiring dengan dikeluarkannya UU No. 2 tahun 1999 ihwal perimbangan keuangan pusat-daerah. 

Upaya ini ialah proses reformasi tingkat lokal terutama pada bidang politik, pengelolaan keuangan kawasan dan memanfaatkan sumber-sumber daya alam kawasan untuk kepentingan masyarakat setempat. 

Upaya desentralisasi politik dan keuangan ini sejalan dengan struktur pemerintahan di masa menhadir dimana masing-masing kawasan akan didiberi wewenang lebih besar untuk mengelola hasil-hasil sumber daya alam dan potensi ekonomi yang mereka miliki. 

Otonomi kawasan ialah warta penting semenjak bergulirnya reformasi pada tahun 1998. Sesudah berakhirnya pemerintahan Orde Baru, rakyat di beberapa kawasan mulai menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap sistem sentralisasi kekuasaan dan wewenang pemerintah pusat yang sangat kuat. 

Kepala kawasan yang bertugas di beberapa kawasan mulai dari posisi gubernur sampai bupati seringkali bukan ialah pilihan masyarakat setempat. 

Pada masa pemerintahan Orde Baru, para pejabat yang bertugas di kawasan umumnya ialah pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah pusat dan memerintah sesuai keinginan pemerintah pusat. 

Masalah di kawasan semakin kompleks ketika pejabat bersangkutan kurang sanggup mengakomodasi aspirasi masyarakat setempat. 

Faktor inilah yang membuat warta terkena otonomi kawasan menjadi penting sebagai potongan dari reformasi politik dan sosial terutama di beberapa wilayah yang ingin melepaskan diri dari NKRI.

Proses pelaksanaan otonomi kawasan diberikut pengadaan perangkat hukumnya berkaitan dekat dengan sistem pemilihan umum diberikutnya yang akan diselenggarakan pada tahun 2004. 

Sejalan dengan planning pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah secara aktif mengeluarkan beberapa undang-undang yang mendukung pelaksanaan otonomi kawasan sekaligus mempersembahkan pedoman dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan ketika undang-undang tersebut diberlakukan. 

Terkait dengan itu, pemerintah mengeluarkan UU No. 12 tahun 2003 terkena pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD. 

Penerbitan undang-undang ini diikuti dengan dikeluarkannya UU No. 22 tahun 2003 ihwal susunan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD serta UU No. 23 tahun 2003 terkena pemilihan presiden dan wakil presiden. 

Untuk melengkapi aneka macam perangkat aturan terkena otonomi kawasan yang sudah ada, pemerintahan Presiden Megawati di tahun terakhir masa pemerintahnnya mengeluarkan UU No. 32 tahun 2004 terkena pemerintahan kawasan yang memuat antara lain kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, konsep otonomi dan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan.

Sistem pemilihan pribadi terhadap wakil-wakil rakyat di kawasan dan kepala kawasan menjadikan pelaksanaan otonomi kawasan semakin mempersembahkan peluang bagi rakyat di kawasan untuk berperan lebih besar dalam memajukan wilayah mereka. 

Terpilihnya wakil rakyat dan kepala kawasan yang dipilih pribadi oleh masyarakat setempat dibutuhkan lebih sanggup mengakomodasi keinginan masyarakat lantaran memahami seluk beluk masalah dan potensi masyarakat dan sumber daya alam yang dimiliki oleh wilayah bersangkutan disamping lebih memahami aksara dan budpekerti istiadat yang berlaku di wilayah tersebut.

e. Upaya Pemberantasan KKN

Kendati berhasil melaksanakan aneka macam pencapaian di bidang ekonomi dan politik terutama dalam menghasilkan produk undang-undang terkena pelaksanaan otonomi daerah, pemerintahan Presiden Megawati belum berhasil melaksanakan penegakkan aturan (law enforcement). 

Berbagai masalah KKN yang dibutuhkan sanggup diselesaikan pada masa pemerintahannya mengatakan masih belum terbaiknya upaya Presiden Megawati dalam penegakkan aturan terutama kasus-kasus KKN besar yang melibatkan pejabat negara. 

Belum terbaiknya penanganan kasus-kasus tersebut juga disebabkan lantaran kurangnya jumlah dan kualitas pegawapemerintah penegak aturan sehingga proses aturan terhadap beberapa masalah berjalan sangat lambat dan diberimbas pada belum adanya pembuktian dari kasus-kasus yang ditangani. 

Namun kefokusan pemerintah untuk memerangi tindak pidana korupsi tercermin dari dikeluarkannya UU No. 20 tahun 2001 ihwal perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 ihwal Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Produk aturan tersebut ialah produk aturan yang dikeluarkan khusus untuk memerangi korupsi.

Pengeluaran produk aturan ihwal Tipikor diikuti dengan dikeluarkannya aneka macam produk aturan lain ibarat UU No. 2 Tahun 2002 ihwal Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU No. 15 Tahun 2002 ihwal Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No. 22 Tahun 2002 ihwal Grasi, 

UU No. 30 Tahun 2002 ihwal Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), PP No, 41 Tahun 2002 ihwal Kenaikan Jabatan dan Pangkat Hakim, Inpres No. 2 Tahun 2002 ihwal Penambang Pasir Laut dan 

Inpres No. 8 Tahun 2002 ihwal Pemdiberian Jaminan Kepastian Hukum Kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum Kepada Debitur yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham.

f. Pelaksanaan Pemilu 2004

Pemilu tahun 2004 ialah pemilu pertama dimana untuk pertama kalinya masyarakat pemilik hak bunyi sanggup menentukan wakil rakyat mereka di tingkat pusat dan kawasan secara langsung. 

Pemilu untuk menentukan anggota legislatif tersebut selanjutnya diikuti dengan pemihan umum untuk menentukan presiden dan wakil presiden yang juga dipilih pribadi oleh rakyat. 

Pemilihan anggota legislatif dan pemilu untuk menentukan presiden dan wakil presiden mempunyai keterkaitan dekat lantaran setelah pemilu legislatif selesai, maka partai yang mempunyai bunyi lebih besar atau sama dengan tiga persen sanggup mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presidennya untuk maju ke pemilu presiden. 

Jika dalam pemilu presiden dan wakil presiden terdapat satu pasangan yang memperoleh bunyi lebih dari 50%, maka pasangan tersebut ditetapkan sebagai pasangan pemenang pemilu presiden. 

Jika pada pemilu presiden tidak terdapat pasangan yang mendapatkan bunyi lebih dari 50%, maka pasangan yang mendapatkan bunyi tertinggi pertama dan kedua berhak mengikuti pemilu presiden putaran kedua.

Pemilu legislatif 2004 yang diselenggarakan pada tanggal 5 April 2004 diikuti oleh 24 partai politik. Lima partai politik yang berhasil mendapatkan bunyi terbanyak ialah Partai Golkar (24.480.757 atau 21,58% suara), PDI-P (21.026.629 atau 18,53% suara), PKB (11.989.564 atau 10,57% suara), PPP (9.248.764 atau 8,15% suara) dan PAN (7.303.324 atau 6,44% suara).

Berdasarkan perolehan bunyi tersebut, KPU meloloskan lima pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dianggap memenuhi persyaratan yang sudah diputuskan menurut Keputusan KPU no. 36 tahun 2004 untuk mengikuti pemilihan presiden dan wakil presiden yakni:
  1. Nomor urut 1: H. Wiranto, S.H. dan Ir. H. Salahuddin Wahid (calon dari partai Golkar).
  2. Nomor urut 2: Hj. Megawati Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi (calon dari PDI-P).
  3. Nomor urut 3: Prof. Dr. H.M. Amien Rais dan Dr. Ir. H. Siswono Yudohusodo (calon dari PAN).
  4. Nomor urut 4: H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. Muhammad Jusuf Kalla (calon dari Partai Demokrat).
  5. Nomor Urut 5: Dr. H. Hamzah Haz dan H. Agum Gumelar, M. Sc. (calon dari PPP)
Pemilu presiden yang diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 belum menghasilkan satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang mendapatkan bunyi lebih dari 50% sehingga pemilu presiden diselenggarakan dalam dua putaran. 

Dalam pemilu presiden putaran kedua yang diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004, pasangan H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. Muhammad Jusuf Kalla mengungguli pasangan Hj. Megawati Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi. 

Pada pemilu putaran kedua tersebut, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla memperoleh 62.266.350 bunyi atau 60,62% sementara pasangan Hj. Megawati Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi memperoleh 44.990.704 bunyi atau 39,38% . (Gonggong & Asy’arie, 2005: 239).

Sumber http://www.kuttabku.com

Post a Comment for "Perkembangan Politik Dan Ekonomi Serta Kebijakan-Kebijakan Pada Abad Kepemimpinan Dan Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri"