Perkembangan Politik Dan Pergantian 7 Kabinet Indonesia Pada Masa Demokrasi Liberal
Artikel ini akan mengulas secara lengkap terkena demokrasi liberal di indonesia, masa demokrasi liberal, pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal, perkembangan politik masa demokrasi liberal, 7 kabinet pada masa demokrasi liberal, kabinet natsir, kabinet sukiman, kabinet wilopo, kabinet ali sastroamidjojo 2, kabinet ali sastroamijoyo 1, kabinet ali 2, kabinet burhanudin harahap, kabinet djuanda, masa demokrasi parlementer.
Perkembangan Politik Indonesia pada Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)
Menurut UUDS 1959, pemerintah Republik Indonesia menganut sistem demokrasi liberal. Dalam demokrasi liberal berlaku sistem kabinet parlementer, artinya pemerintahan dipegang oleh perdana menteri dan menteri-menterinya bertanggung tanggapan pada DPR atau DPR.
melaluiataubersamaini berlakunya kabinet parlementer pemerintahan Republik Indonesia tidak stabil. Hal ini disebabkan antara lain:
- partai politik mementingkan kepentingan golongan masing-masing sehingga kabinet jatuh bangun
- partai politik tidak mencerminkan pemberian rakyat pemilih
- partai politik yang berkuasa tidak sanggup melakukan programnya, alasannya masa kerja kabinet pendek.
Pada masa Demokrasi Liberal sudah terjadi pergantian kabinet sebanyak tujuh kali, yaitu sebagai diberikut.
a. Kabinet Natsir (6 September 1950 – 21 Maret 1951)
Pada tanggal 22 Agustus 1950 Presiden Sukarno mengangkat Muhammad Natsir dari Masyumi sebagai formatur kabinet.
Lima belas hari kemudian kabinet berhasil dibuat dengan nama Kabinet Natsir. Program kerja Kabinet Natsir, antara lain:
- mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilu Konstituante dalam waktu singkat
- menggiatkan usaha mencapai keamanan dan ketentraman
- memperjuangkan penyelesaian dilema Irian Barat.
Akhirnya Kabinet Natsir jatuh, lantaran mosi Hadikusumo dari PNI tentang pembekuan dan pembubaran DPRD Sementara.
b. Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 23 Februari 1952)
melaluiataubersamaini jatuhnya Kabinet Natsir, Presiden Sukarno menunjuk Dr. Sukiman Wiryosanjoyo dari Masyumi dan Dr. Suwiryo dari PNI untuk membentuk kabinet.
Atas usaha dua orang formatur ini terbentuklah kabinet yang didiberi nama Kabinet Sukiman dengan perdana menteri Dr. Sukiman dan wakil perdana menteri Dr. Suwiryo. Program kerja kabinet Sukiman antara lain:
- menjalankan tindakan-tindakan yang tegas sebagai negara aturan untuk menjamin keamanan dan ketentraman
- mempercepat usaha penempatan bekas pejuang dalam lapangan pembangunan
- menyelesaikan persiapan pemilihan umum Konstituante.
- menjalankan politik luar negeri bebas aktif yang menuju perdamaian
- memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia.
c. Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 30 Juli 1953)
Kabinet Wilopo ialah koalisi dengan tulang punggung PNI, PSI, dan Masyumi Natsir. Program kabinet Wilopo antara lain menyerupai diberikut.
- Bidang pendidikan dan pengajaran ialah mempercepat usaha perbaikan untuk pembaharuan pendidikan dan pengajaran.
- Bidang perburuhan ialah melengkapi undangundang perburuhan.
- Bidang keamanan ialah menyempurnakan organisasi alat-alat kekuasaan negara.
- Bidang luar negeri ialah meneruskan usaha merebut Irian Barat.
d. Kabinet Ali – Wongso- Arifin atau Kabinet Ali I (1 Agustus 1953 – 24 Juli 1955)
Kabinet Ali-Wongso-Arifin dibuat pada tanggal 30 Juli 1953. Program kerja kabinet Ali-Wongso-Arifin ialah sebagai diberikut.
- Bidang dalam negeri, mencakup keamanan, pemilihan umum, kemakmuran dan keuangan, organisasi negara, serta perburuhan.
- Bidang Irian Barat ialah mengusahakan kembalinya Irian Barat ke dalam kekuasaan wilayah RI.
- Bidang politik luar negeri, mencakup politik luar negeri bebas aktif, peninjauan kembali tentang hasil KMB.
Terjadinya insiden pergantian pimpinan Kepala Staf Angkatan Darat yang dikenal dengan “Peristiwa 27 Juni 1955”, beberapa anggota DPR mengajukan mosi tidak percaya yang diterima oleh DPR.
e. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 24 Maret 1956)
Kabinet Burhanuddin Harahap terbentuk pada tanggal 11 Agustus 1955. Program kerja Kabinet Burhanuddin Harahap antara lain:
- mengembalikan kewibawaan sopan santun pemerintah
- melaksanakan pemilihan umum
- memberantas korupsi
- meneruskan usaha merebut kembali irian Barat.
Sesudah hasil pemungutan bunyi dan pertolongan dingklik di DPR diumumkan, maka tanggal 2 Maret 1956 Kabinet Burhanuddin Harahap mengundurkan diri, menyerahkan mandatnya kepada Presiden Sukarno, untuk dibuat kabinet gres menurut hasil pemilu.
f. Kabinet Ali II (24 Maret 1956 – 14 Maret 1957)
Kabinet Ali II dibuat menurut Keputusan Presiden No. 85 Tahun 1956. Program kerja Kabinet Ali II, antara lain:
- pembatalan hasil KMB
- meneruskan usaha mewujudkan kekuasaan de facto Indonesia atas Irian Barat dan membentuk Provinsi Irian Barat
- bidang dalam negeri, mencakup : memulihkan keamanan, memperbaiki perekonomian dan keuangan, memperkuat pertahanan, memperbaiki sistem perburuhan, memperluas dan meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran
- bidang luar negeri, mencakup menjalankan politik luar negeri bebas aktif dan meneruskan kolaborasi dengan negara-negara Asia Afrika.
- Timbulnya pemberontakan di aneka macam daerah
- Adanya Konsepsi Presiden 21 Februari 1957
- Adanya keretakan dalam badan kabinet, hal ini sanggup dibuktikan dengan mundurnya satu per satu anggota kabinet.
g. Kabinet Djuanda (9 April 1957 – 10 Juli 1959)
Kabinet Juanda atau Kabinet Karya dilantik pada tanggal 9 April 1957 dengan kegiatan kerja:
- membentuk Dewan Nasional
- normalisasi keadaan Republik Indonesia
- melanjutkan penghapusan KMB
- memperjuangkan Irian Barat
- mempercepat pembangunan.
Rapat ini diikuti dengan tindakan-tindakan pemogokan kaum buruh di perusahaan Belanda dan pembentukan Front Nasional Pembebasan Irian Barat.
Tanggal 5 Juli 1959 Presiden Sukarno mengeluarkan dekrit, berarti negara kita kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 dan UUDS 1950 tidak berlaku. Kabinet Juanda secara otomatis harus diganti, sehari kemudian Ir. Juanda menyerahkan mandatnya kepada Presiden Sukarno.
Post a Comment for "Perkembangan Politik Dan Pergantian 7 Kabinet Indonesia Pada Masa Demokrasi Liberal"