Sejarah Dan Isi Dwikora Dalam Upaya Konfrontasi Terhadap Malaysia Pada Periode Sistem Demokrasi Terpimpin
Berikut ini akan dibahas terkena masa demokrasi terpimpin, sistem demokrasi terpimpin, konfrontasi terhadap malaysia, konfrontasi indonesia malaysia, konfrontasi dengan malaysia, mengapa terjadi konfrontasi dengan malaysia, dwikora, sejarah dwikora, isi dwikora, operasi dwikora.
Konfrontasi Terhadap Malaysia
Masalah Malaysia ialah info yang menguntungkan PKI untuk mendapatkan tempat dalam kalangan pimpinan negara. Masalah ini berawal dari munculnya impian Tengku Abdul Rahman dari komplotan Tanah Melayu dan Lee Kuan Yu dari Republik Singapura untuk menyatukan kedua negara tersebut menjadi Federasi Malaysia.
Rencana pembentukan Federasi Malaysia menerima perihalan dari Filipina dan Indonesia. Filipina menentang alasannya mempunyai impian atas wilayah Sabah di Kalimantan Utara. Filipina menganggap bahwa wilayah Sabah secara historis yakni milik Sultan Sulu.
Pemerintah Indonesia pada ketika itu menentang alasannya berdasarkan Presiden Soekarno pembentukan Federasi Malaysia ialah sebagian dari rencana Inggris untuk mengamankan kekuasaanya di Asia Tenggara. Pembentukan Federasi Malaysia dianggap sebagai proyek Neokolonialisme Inggris yang membahayakan revolusi Indonesia.
Oleh alasannya itu, berdirinya negara federasi Malaysia diperihal oleh pemerintah Indonesia. Untuk meredakan ketegangan di antara tiga negara tersebut lalu diadakan Konferensi Maphilindo (Malaysia, Philipina dan Indonesia) di Filipina pada tanggal 31 Juli-5 Agustus 1963.
Hasil-hasil pertemuan puncak itu mempersembahkan kesan bahwa ketiga kepala pemerintahan berusaha mengadakan penyelesaian secara tenang dan sebaik-baiknya terkena rencana pembentukan Federasi Malaysia yang menjadi sumber sengketa.
Konferensi Maphilindo menghasilkan tiga dokumen penting, yaitu Deklarasi Manila, Persetujuan Manila dan Komunike Bersama. Inti pokok dari tiga dokumen tersebut yakni Indonesia dan Filipina menyambut baik pembentukan Federasi Malaysia jikalau rakyat Kalimantan Utara menyetujui hal itu.
Mengenai pembentukan Federasi Malaysia, ketiga kepala pemerintahan sepakat untuk meminta Sekjen PBB untuk melaksanakan pendekatan terhadap kasus ini sehingga sanggup diketahui impian rakyat di daerah-daerah yang akan dimasukan ke dalam Federasi Malaysia.
Kemudian ketiga kepala pemerintahan tersebut meminta Sekjen PBB membetuk tim penyelidik. Menindaklanjuti ajakan ketiga pimpinan pemerintahan tersebut, Sekretaris Jenderal PBB membetuk tim penyelidik yang dipimpin oleh Lawrence Michelmore. Tim tersebut memulai tugasnya di Malaysia pada tanggal 14 September 1963.
Namun sebelum misi PBB menuntaskan tugasnya dan melaporkan hasil kerjanya, Federasi Malaysia diproklamasikan pada tanggal 16 September 1963.
Oleh alasannya itu, pemerintah RI menganggap proklamasi tersebut sebagai pelecehan atas martabat PBB dan pelangggaran Komunike Bersama Manila, yang secara terperinci menyatakan bahwa penyelidikan kehendak rakyat Sabah dan Serawak harus terlebih lampau dilaksanakan sebelum Federasi Malaysia diproklamasikan.
Presiden Soekarno tidak sanggup mendapatkan tindakan yang dilakukan oleh PM Tengku Abdul Rahman alasannya menganggap referendum tidak dijalankan secara semestinya. Hal itu ialah suatu perwujudan dari “act of bad faith” dari Tengku Abdul Rahman.
Aksi-aksi demonstrasi menentang terjadi di Jakarta yang dibalas pula dengan aksi-aksi demontrasi besar terhadap kedutaan RI di Kuala Lumpur, sehingga pada tanggal 17 September 1963, korelasi diplomatik Indonesia Malaysia diputuskan.
Pemerintah RI pada tanggal 21 September menetapkan pula korelasi ekonomi dengan Malaya, Singapura, Serawak dan Sabah. Pada final tahun 1963 pemerintah RI menyatakan dukungannya terhadap usaha rakyat Kalimantan Utara dalam melawan Neokolonilisme Inggris.
Konflik di Asia Tenggara ini menarikdanunik perhatian beberapa negara dan menghendaki penyelesaian pertikaian secara damai. Pemerintah Amerika Serikat, Jepang dan Thailand berusaha melaksanakan mediasi menuntaskan kasus ini.
Namun kasus pokok yang menyebabkan sengketa dan memburuknya korelasi ketiga negara tersebut tetap tidak terpecahkan, alasannya PM Federasi Malaysia, Tengku Abdul Rahman tidak menghadiri lembaga pertemuan tiga negara.
Upaya lainnya yakni melaksanakan pertemuan menteri-menteri luar negeri Indonesia, Malaysia dan Filipina di Bangkok. Namun pertemuan Bangkok yang dilakukan hingga dua kali tidak menghasilkan satu keputusan yang positif, sehingga diplomasi mengalami kemacetan.
Ditengah kemacetan diplomasi itu pada 3 Mei 1964 Presiden Soekarno mengucapkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) di hadapan apel besar sukarelawan.
“Kami perintahkan kepada dua puluh satu juta sukarelawan Indonesia yang sudah mencatatkan diri: perhebat ketahanan revolusi Indonesia dan menolongan usaha revolusioner rakyat-rakyat Manila, Singapura, Sabah, Serawak dan Brunai untuk membubarkan negara boneka Malaysia”. (Taufik Abdullah dan AB Lapian, 2012)
Untuk menjalankan konfrontasi Dwikora, Presiden Soekarno membentuk Komando Siaga dengan Marsekal Madya Oemar Dani sebagai Panglimanya. Walaupun pemerintah Indonesia sudah menetapkan melaksanakan konfrontasi secara total, namun upaya penyelesaian diplomasi terus dilakukan. Presiden RI menghadiri pertemuan puncak di Tokyo pada tanggal 20 Juni 1964.
Ditengah berlangsungnya Konfrontasi Indonesia Malaysia, Malaysia dicalonkan menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Kondisi ini mendorong pemerintah Indonesia mengambil perilaku menolak pencalonan Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Sikap Indonesia ini pribadi disampaikan Presiden Soekarno pada pidatonya tanggal 31 Desember 1964. Presiden Seokarno menegaskan bahwa :
“Oleh karenanya, jikalau PBB sekarang, PBB yang belum diubah, yang tidak lagi mencerminkan keadaan sekarang, jikalau PBB mendapatkan Malaysia menjadi anggota Dewan Keamanan, kita, Indonesia, akan keluar, kita akan meninggalkan PBB sekarang”. (Taufik Abdullah dan AB Lapian, 2012)
Dari pidato tersebut terlihat bahwa keluarnya Indonesia dari PBB yakni alasannya masuknya Malaysia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Ketika tanggal 7 Januari 1965 Malaysia ditetapkan diterima sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, dengan impulsif Presiden Sokearno menyatakan “Indonesia keluar dari PBB”.
Walaupun Indonesia sudah keluar dari PBB, samasukan-samasukan yang ingin dicapai oleh pemerintah Indonesia terkait sengketa Indonesia Malaysia dan perombakan PBB tetap tidak tercapai. Karena dengan keluarnya Indonesai dari PBB, Indonesia kehilangan satu lembaga yang sanggup dipakai untuk mencapai penyelesaian persengketaan dengan Malaysia secara damai.
Post a Comment for "Sejarah Dan Isi Dwikora Dalam Upaya Konfrontasi Terhadap Malaysia Pada Periode Sistem Demokrasi Terpimpin"