Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Singkat Perihal Pembangunan, Letak Dan Pembukaan Serta Peranan Indonesia Dalam Krisis Akses Suez

Berikut ini akan dibahas terkena susukan suez, krisis suez, susukan suez menghubungkan, letak susukan suez, susukan suez dibangun oleh, susukan suez terdapat di negara, sejarah susukan suez, pembuat susukan suez, pembangunan susukan suez, pembukaan susukan suez.

Terusan Suez

Terusan Suez ialah susukan yang menghubungkan antara Laut Tengah dan Laut Merah terletak di wilayah Mesir, yaitu di tanah Genting antara kedua maritim tersebut yang jaraknya kurang lebih 169 km. Terusan Suez terletak antara Port Taufik dan kota Suez di tepi maritim Merah dengan Port Said dan Port Fuad di tepi Laut Tengah. 

 Berikut ini akan dibahas terkena susukan suez Sejarah Singkat Tentang Pembangunan, Letak dan Pembukaan serta Peranan Indonesia Dalam Krisis Terusan Suez
Terusan Suez
Penggalian Terusan Suez dilaksanakan pada kala ke-19 yakni dikala berada di bawah pemerintahan Khedive Muhammad Said Pasha (1854-1864) dengan perusahaan penggalian‘Compagnie Universelle du Canal Maritime de Suez’ yang dipimpin oleh Ferdinand de Lesseps dari Prancis. 

Terusan Suez dibangun tahun 1859-1869 dengan panjang 169 km, lebar 60 m dan kedalaman 8 meter Mesir mendapat 40% dari jumlah saham dan sisanya dijual untuk umum. 

Pembukaan Terusan Suez dilakukan oleh Eugene, permaisuri Kaisar Napoleon III dengan memakai kapal Aigle dan diikuti oleh 69 kapal lainnya.

Krisis Suez dan Peran Indonesia

Pada tanggal 29 Oktober 1888 dilangsungkan Konferensi Istambul (Turki) yang secara gotong royong menetapkan status Terusan Suez. Hal ini mengingat kedudukan, fungsi, dan peranan Terusan Suez bagi dunia internasional. 

Konferensi dihadiri oleh Inggris, Jerman, Austria, Hongaria, Spanyol, Prancis, Italia, Belanda, Rusia, Turki, dan Mesir. Konferensi menetapkan Terusan Suez berstatus internasional. Adapun hasil konferensi Istambul Suez Canal Convention yaitu sebagai.
  1. Kebebasan berlayar di Terusan Suez bagi tiruana kapal, kolam kapal dagang maupun kapal perang, baik dalam keadaan tenang maupun dalam keadaan perang.
  2. Semua kapal yang melintasi Terusan Suez dilarang menunjukkan gejala peperangan.
  3. Tidak boleh menempatkan kapal-kapal di pintu masuk atau sepanjang Terusan Suez.
  4. Pemerintah Mesir harus mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menjamin pelaksanaan Konferensi Istambul.
  5. Kebebasan berlayar di Terusan Suez ialah kebebasan yang terbatas.
  6. Pokok-pokok persetujuan ini berlakunya tidak dibatasi sampai berakhirnya

Undang-undang yang mengatur konsesi dari perusahaan Terusan Suez. Terinspirasi oleh hasil Konferensi Asia Afrika, maka Gamal Abdul Nasser menasionalisasi Terusan Suez pada tanggal 26 Juli 1956. 

melaluiataubersamaini demikian, Terusan Suez yang tiruanla berstatus internasional sepenuhnya dianggap milik bangsa Mesir. Tindakan Gamal Abdul Nasser ini tentu saja dianggap sebagai pelanggaran fokus yang segera mendapat reaksi dari Inggris dan Prancis. 

Kedua negara Eropa yang memiliki kepentingan dengan Terusan Suez berencana secara besama-sama akan menyerang Mesir. 

Amerika Serikat sebagai negara adikuasa dan juga ialah sekutu Inggris dan Prancis mencoba menghindarkan penyerangan tersebut. 

Amerika Serikat berusaha mengajak berunding ketiga negara yang sedang bersengketa itu untuk menuntaskan duduk kasus Terusan Suez. 

Pada tanggal 16 Agustus 1956 atas prakarsa Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Foster Dulles diadakan konferensi di London untuk menuntaskan duduk kasus Terusan Suez. 

Konferensi itu dihadiri oleh 20 negara, tetapi Mesir tidak hadir. Konferensi mencapai persetujuan wacana penyelesaian duduk kasus Terusan Suez yang disebut Konferensi London. 

Hasil Konferensi London sebut, antara lain bahwa akan dibuat suatu tubuh internasional untuk menangani Terusan Suez. 

Namun, Gamal Abdul Nasser tetap teguh pada pendirian untuk menasionalisasi Terusan Suez dan menolak hasil keputusan Konferensi London. 

Akibat perilaku tersebut, ketegangan di daerah Timur Tengah memuncak kembali. Masalah Terusan Suez juga dimajukan dalam Sidang DewanKeamanan PBB pada bulan September 1956. 

Sekretaris Jenderal PBB, Dag Hammerskjold menanggapi duduk kasus Terusan Suez, memdiberi ajuan tenang yang terkandung dalam enam hal ibarat diberikut.
  1. Pentingnya transit bebas dan terbuka melalui Terusan Suez tanpa diskriminasi, baik secara politik maupun metode.
  2. Kedaulatan Mesir dan Terusan Suez harus dihormati oleh setiap negara.
  3. Pengoperasian Terusan Suez harus terbebas dari politik setiap negara.
  4. Penetapan bea tol harus diputuskan atas akad bersama antara Mesir dan negara pemakai Terusan Suez.
  5. Sebagian pendapatan yang diperoleh harus dipakai kembali untuk pengembangan Terusan Suez.
  6. Jika terjadi perselisihan harus diselesaikan secara tenang melalui forum arbitrase internasional.

Penyelesaian duduk kasus Terusan Suez dari Sekjen PBB diterima baik oleh Mesir. Namun, Mesir tetap menolak hasil-hasil Konferensi London. Inggris dan Prancis memandang bahwa Mesir secara sepihak sudah melaksanakan pelanggaran internasional. 

Oleh alasannya yaitu itu, Inggris dan Prancis secara bersamaan menyerang wilayah Mesir. Serangan adonan itu berhasil menduduki daerah sepanjang Terusan Suez dan Port Said. Israel juga ikut melibatkan diri menyerang Mesir dan berhasil menduduki wilayah Gurun Sinai. 

Akibat serangan adonan tersebut, Rusia, Hongaria, dan sekutunya bersiap memmenolong Mesir. Tindakan itu tentu saja memancing Amerika Serikat untuk melibatkan diri dalam duduk kasus Terusan Suez dengan memmenolong sekutunya, Inggris dan Prancis. 

Perang terbuka akhir tindakan Gamal Abdul Nasser dalam menasionalisasi Terusan Suez menjadikan krisis internasional yang disebut Krisis Suez. Krisis Suez mendapat reaksi internasional dari negara-negara yang anti terhadap imperialisme dan kolonialisme. 

PBB segera menggelar sidang umum untuk mengulas Krisis Suez. Atas seruan Menteri Luar Negeri Kanada, Lester B. Pearson, Dewan Keamanan PBB harus segera membentuk pasukan penjaga perdamaian di Mesir. 

Pasukan PBB itu nantinya akan ditempatkan di sepanjang perbatasan Mesir–Israel. Pasukan penjaga perdamaian PBB itu disebut United Nations Emergency Forces (UNEF). 

Bangsa Indonesia yang sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 harus ikut berperan dalam membuat perdamaian dunia ikut tergerak memmenolong mengatasi Krisis Suez. 

Pada tanggal 8 November 1956 sebagai wujud partisipasi aktif bangsa Indonesia menyatakan kesediaannya dalam menuntaskan Krisis Suez dengan bersedia menempatkan pasukan Tentara Nasional Indonesia sebagai penjaga perdamaian di wilayah Mesir dalam Komando UNEF. 

Pasukan Tentara Nasional Indonesia yang dikirim sebagai penjaga perdamaian di Mesir disebut Pasukan Garuda. Pasukan ini dipimpin oleh Letkol Hartoyo yang kemudian digantikan oleh Letkol Saudi. Pasukan Misriga I berangkat ke Timur Tengah pada bulan Januari 1957. 

Pengiriman pasukan penjaga perdamaian oleh bangsa Indonesia dalam mengatasi Krisis Suez juga untuk menunjukkan solidaritas sebagai sesama negara yang gres merdeka. Selain itu, juga melaksanakan hasil keputusan yang sudah diambil dalam Konferensi Asia Afrika.

Sumber http://www.kuttabku.com

Post a Comment for "Sejarah Singkat Perihal Pembangunan, Letak Dan Pembukaan Serta Peranan Indonesia Dalam Krisis Akses Suez"