Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Peninggalan Sejarah Masa Kejayaan Kerajaan Dan Kesultanan Islam Banten

Berikut ini akan dijelaskan terkena kerajaan islam di jawa, kerajaan islam di pulau jawa, kesultanan banten, kerajaan banten, sultan hasanudin banten, silsilah kerajaan banten, peninggalan kerajaan banten, kerajaan islam banten, silsilah kesultanan banten, pendiri kerajaan banten, letak kerajaan banten, masjid agung banten, kerajaan islam di banten, masa kejayaan kerajaan banten, peninggalan kerajaan banten islam, kerajaan banten islam, peninggalan kesultanan banten.

Kesultanan Islam Banten

Kerajaan Banten berawal sekitar tahun 1526, saat Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa daerah pelabuhan lalu menjadikannya sebagai awalan militer serta daerah perdagangan. 

Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati berperan dalam penaklukan tersebut. Sesudah penaklukan tersebut, 

Maulana Hasanuddin atau lebih sohor dengan sebutan Fatahillah, mendirikan benteng pertahanan yang dinamakan Surosowan, yang lalu hari menjadi sentra pemerintahan, yakni Kesultanan Banten.

Pada awalnya, daerah Banten dikenal dengan nama Banten Girang yang ialah pecahan dari Kerajaan Sunda.

Kehadiran pasukan kerajaan di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin ke daerah tersebut selain untuk ekspansi wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam. 

 Berikut ini akan dijelaskan terkena kerajaan islam di jawa Peninggalan Sejarah Masa Kejayaan Kerajaan dan Kesultanan Islam Banten
Masjid agung banten
Kemudian dipicu oleh adanya kerjasama Sunda-Portugis dalam bidang ekonomi dan politik, hal ini dianggap sanggup membahayakan kedudukan Kerajaan Demak selepas abadiahan mereka mengusir Portugis dari Malaka tahun 1513. 

Atas perintah Sultan Trenggono, Fatahillah melaksanakan penyerangan dan penaklukkan Pelabuhan Sunda Kelapa sekitar tahun 1527, yang waktu itu masih ialah pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda.

Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Fatahillah juga melanjutkan ekspansi kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. 

Ia berperan dalam penyebaran Islam di daerah tersebut, selain itu ia juga sudah melaksanakan kontak dagang dengan raja Malangkabu (Minangkabau, Kerajaan Indrapura), Sultan Munawar Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut.

Seiring dengan kemunduran Demak terutama setelah meninggalnya Sultan Trenggono, maka Banten melepaskan diri dan menjadi kerajaan yang mandiri. 

Pada 1570 Fatahillah wafat. Ia meninggalkan dua orang putra laki-laki, yakni Pangeran Yusuf dan Pangeran Arya (Pangeran Jepara).

Dinamakan Pangeran Jepara, lantaran semenjak kecil ia sudah diikutkan kepada bibinya (Ratu Kalinyamat) di Jepara. Ia lalu berkuasa di Jepara menggantikan Ratu Kalinyamat, sedangkan Pangeran Yusuf menggantikan Fatahillah di Banten.

Pangeran Yusuf melanjutkan usaha-usaha ekspansi daerah yang sudah dilakukan ayahandanya. Tahun 1579, daerah-daerah yang masih setia pada Pajajaran ditaklukkan.

Untuk kepentingan ini Pangeran Yusuf memerintahkan membangun kubu-kubu pertahanan. Tahun 1580, Pangeran Yusuf meninggal dan digantikan oleh putranya, yang berjulukan Maulana Muhammad. 

Pada 1596, Maulana Muhammad melancarkan serangan ke Palembang. Pada waktu itu Palembang diperintah oleh Ki Gede ing Suro (1572 - 1627). 

Ki Gede ing Suro yaitu seorang penyiar agama Islam dari Surabaya dan perintis perkembangan pemerintahan kerajaan Islam di Palembang. 

Kala itu Kerajaan Palembang lebih setia kepada Mataram dan sekaligus ialah tentangan Kerajaan Banten. Itulah sebabnya, Maulana Muhammad melancarkan serangan ke Palembang. 

Kerajaan Palembang sanggup dikepung dan hampir saja sanggup ditaklukkan. Akan tetapi, Sultan Maulana Muhammad tiba-tiba terkena tembakan musuh dan meninggal. 

Oleh lantaran itu, ia dikenal dengan sebutan Prabu Seda ing Palembang. Serangan tentara Banten terpaksa dihentikan, bahkan alhasil ditarik mundur kembali ke Banten.

Gugurnya Maulana Muhammad menjadikan banyak sekali perselisihan di istana. Putra Maulana Muhammad yang berjulukan Abumufakir Mahmud Abdul Kadir, masih kanak kanak. 

Pemerintahan dipegang oleh sang Mangkubumi. Akan tetapi, Mangkubumi berhasil disingkirkan oleh Pangeran Manggala. Pangeran Manggala berhasil mengendalikan kekuasaan di Banten. 

Baru setelah Abumufakir remaja dan Pangeran Manggala meninggal tahun 1624, maka Banten secara penuh diperintah oleh Sultan Abumufakir Mahmud Abdul Kadir.

Pada tahun 1596 orang-orang Belanda hadir di pelabuhan Banten untuk yang pertama kali. Terjadilah perkenalan dan pembicaraan dagang yang pertama antara orang-orang Belanda dengan para pedagang Banten. 

Tetapi dalam perkembangannya, orang-orang Belanda bersikap besar kepala dan sombong, bahkan mulai menjadikan kekacauan di Banten. 

Oleh lantaran itu, orang-orang Banten menolak dan mengusir orang-orang Belanda. Akhirnya, orang-orang Belanda kembali ke negerinya. 

Dua tahun kemudian, orang-orang Belanda hadir lagi. Mereka menawarkan perilaku yang baik, sehingga sanggup berdagang di Banten dan di Jayakarta. 

 Berikut ini akan dijelaskan terkena kerajaan islam di jawa Peninggalan Sejarah Masa Kejayaan Kerajaan dan Kesultanan Islam Banten
Pelabuhan Banten pada masa ke-16 M
Menginjak masa ke-17 Banten mencapai zaman keemasan. Daerahnya cukup luas. Sesudah Sultan Abumufakir meninggal, ia digantikan oleh putranya berjulukan Abumaali Achmad. 

Sesudah Abumaali Achmad, tampillah sultan yang terkenal, yakni Sultan Abdulfattah atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Ia memerintah pada tahun 1651 - 1682. 

Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten terus mengalami kemajuan. Letak Banten yang strategis mempercepat perkembangan dan kemajuan ekonomi Banten. 

Kehidupan sosial budaya juga mengalami kemajuan. Masyarakat umum hidup dengan rambu-rambu budaya Islam. Secara politik pemerintahan Banten juga semakin kuat. 

Perluasan wilayah kekuasaan terus dilakukan bahkan hingga ke daerah yang pernah dikuasai Kerajaan Pajajaran. Namun ada sebagian masyarakat yang menyingkir di pedalaman Banten Selatan lantaran tidak mau memeluk agama Islam. 

Mereka tetap mempertahankan agama dan budbahasa istiadat nenek moyang. Mereka dikenal dengan masyarakat Badui. Mereka hidup mengisolir diri di tanah yang disebut tanah Kenekes. 

Mereka menyebut dirinya orang-orang Kejeroan. Dalam bidang kebudayaan, seni bangunan mengalami perkembangan. 

Beberapa jenis bangunan yang masih tersisa, antara lain, Masjid Agung Banten, bangunan keraton dan gapura-gapura. Pada masa final pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa timbul konflik di dalam istana. 

Sultan Ageng Tirtayasa yang berusaha menentang VOC, kurang disetujui oleh Sultan Haji sebagai raja muda. Keretakan di dalam istana ini dimanfaatkan VOC dengan politik devide et impera. 

VOC memmenolong Sultan Haji untuk mengakhiri kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa. Berakhirnya kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa membuat semakin kuatnya kekuasaan VOC di Banten. 

Raja-raja yang berkuasa diberikutnya, bukanlah raja-raja yang kuat. Hal ini membawa kemunduran Kerajaan Banten.

Sumber http://www.kuttabku.com

Post a Comment for "Peninggalan Sejarah Masa Kejayaan Kerajaan Dan Kesultanan Islam Banten"