Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Dialek Bahasa Solidaritas Dan Idiolek Identitas

Seperti disampaikan dalam ulasan terdahulu, identitas individu atau jati diri seseorang sanggup gampang diketahui dari warna bahasa dan cara berbahasa atau idioleknya. Perangai seseorang dengan demikian juga gampang dikenali dari ciri khas kebahasaan yang dimilikinya. Dalam tataran lebih luas, dialek bahasa juga sanggup dipakai sebagai indikator identitas pemiliknya. Perangai kelompok pemilik dialek juga gampang terlihat dari warna bahasa dan cara berbahasa Warga masyarakatnya. Ambillah sebagai referensi warga masyarakat Batak. Dialek Batak yang digunakannya menjadi indikator terang dari kesukubatakannya. Juga, dialek yang dituturkan menjadi indikator perangai Warga suku yang bersangkutan. Lihatlah juga warga masyarakat Jawa. Karakter kejawaannya kelihatan dari dialek yang dituturkannya. Demikian pun perangai, sikap, dan Watak dari orang Jawa, semua kelihatan terang dari kekhasan kebahasaannya.
Dalam lingkup makro, yakni yang banyak melibatkan sosok bahasa pun demikian faktanya. Warga masyarakat Indonesia tentu berbeda dalam cirri, sikap, perangai, dan wataknya dibandingkan dengan Warga masyarakat-penutur bahasa Belanda, bahasa Inggris, bahasa jepang, atau bahasa asing lainnya. Ketika bahu-membahu dalam lembaga internasional, contohnya saja, seseorang sering dikenali asalnya tidak saja dari bahasa yang digunakan, tetapi juga dari sifat-sifat dan kekhasan tindak-tanduk yang dimilikinya. Sementara, abjad dan kekhasan bertingkah laris dari seseorang, juga berpayung di bawah sosok bahasa yang dimilikinya itu. Dengan pengecualian, tentu saja mereka yang tidak berusaha menggunakan  dan menyebarkan bahasanya secara baik, tidak merasa gembira dan  setia dengan bahasanya, terlebih-lebih lagi tidak mempunyai cinta terhadap bahasa yang dipunyainya itu. Maka, di sinilah bergotong-royong letak arti penting bahasa sebagai sosok yang memang harus diaplikasikan dan dikembangkan penuh rasa, cipta, dan karsa. Bahasa yang dimiliki seseorang tidak selayaknya dipermainkan (gaming a language) dengan semau-maunya, sehingga yang terlahir hanyalah sosok bahasa dalam pemakaian yang amburadul sejadi-jadinya. Dalam konteks kebahasaindonesiaan, pemahaman, pemeliharaan, dan pengembangan yang penuh cipta, rasa, karsa perlu dioptimalkan dari semua ranah dan setiap tataran kebahasaan yang ada.
 Seperti disampaikan dalam ulasan terdahulu Dialek Bahasa Solidaritas dan Idiolek Identitas

Fungsi fundamental yang lain yaitu dialek bahasa dan sosok bahasa itu sendiri sebagai penanda solidaritas bagi kelompok masyarakat bahasa yang memilikinya. Sebagai penanda solidaritas, dialek bahasa dan sosok bahasa itu berfungsi sebagai aparatus penimbul rasa senasib dan sepenanggungan. Terlebih-lebih, dikala Warga masyarakat itu berada bersama dengan kelompok masyarakat bahasa atau bangsa lainnya. Itulah mengapa terjadi fenomena yang kadang kala absurd tetapi tidak tersangkalkan, yakni bahwa tiba-tiba saja orang sering menjadi ibarat berakrab-akrab dengan orang yang dianggapnya berdialek atau berbahasa sama, dikala mereka bahu-membahu berada di negeri seberang. Mungkin tidak perlu terlalu jauh, di kantor-kantor yang berlokasi di Jakarta atau kota-kota besar lainnya, seorang petugas sering memberi pelayanan dengan keramahan yang ekstra terhadap orang yang diduga berasal dari tempat sama. Kesamaan itu diduga-duga oleh yang bersangkutan, hanya dari warna bahasa dan cara berbahasanya yang mengatakan bahwa beliau berasal dari dialek bahasa yang sama dengan dirinya.
Dalam lingkup yang lebih sempit, contohnya kalau kita sedang bermobil sendiri di luar kota, kita sering merasa diri bersaudara dengan pengguna kendaraan yang berkode nomor wilayah sama dengan kendaraan kita. Tidak absurd pula jikalau kemudian kendaraan yang kita naiki akan ikut-ikutan dihentikan, dikala kendaraan yang berkode wilayah sama itu mendapatkan duduk kasus atau malahan terkena kecelakaan di suatu tempat. Kenyataan-kenyataan di atas menegaskan bahwa bergotong-royong dialek bahasa atau sosok bahasa dalam pengertian yang luas berfungsi sebagai penanda solidaritas sosial dan solidaritas bangsa. Mengapa begitu? Karena sosok dialek atau bahasa itu pada hakikatnya merupakan milik bersama Warga penutur dialek atau penutur bahasa yang bersangkutan. Selain dimiliki secara bersama-sama, dialek bahasa atau sosok bahasa sendiri juga mereka kreasikan dan kembangkan secara bersama-sama. Inovasi-inovasi untuk menyebarkan daya ungkap dialek atau daya ungkap bahasa juga dialkukan bahu-membahu oleh warga masyarakat penuturnya.
Aspek-aspek itulah yang mengakibatkan aparatus pengikat dan penambat, sehingga orang secara sengaja maupun tidak sengaja mempunyai solidaritas yang tinggi terhadap sesama pemilik dialek atau si empunya bahasanya. Kenyataan yang demikian berlaku universal, tidak saja bagi orang-orang yang mempunyai adat-istiadat Timur, ibarat halnya masyarakat Indonesia, orang-orang Barat juga bergotong-royong demikian faktanya: mereka mempunyai solidaritas tinggi dikala bahu-membahu berada di negeri asing. Tidak sebatas itu saja, orang Barat juga mempunyai keramahan dan tingkat kesungguhan yang tinggi walaupun mungkin masih di dalam kadar berbeda dengan orang yang beradat kebudayaan Timur. Mereka juga ternyata suka untuk berbicara secara panjang lebar dikala bertemu dengan teman-teman mereka. Demikian pula halnya yang terjadi dikala mereka mendapatkan tamu keluarga, yang kebetulan tiba dari negeri seberang.

Sumber http://www.satubahasa.com

Post a Comment for "Dialek Bahasa Solidaritas Dan Idiolek Identitas"