Globalisasi Dan Tantangan Ideologi Pancasila
Dalam kurun globalisasi kini ini, Pancasila menghadapi aneka macam pertarungan di antara ideologi besar ibarat kapitalisme, liberalisme, hingga komunisme.
Ideologi besar komunisme sudah runtuh, tetapi kini pertarungan besar justru menghadapi ideologi kapitalisme dan liberalisme. Harus diakui ideologi kapitalisme dan liberalisme sudah menguasai banyak sikap kehidupan umat manusia, termasuk di bumi Indonesia yang menganut Pancasila.
Ideologi Pancasila bahkan tinggal dipelajarinya di sekolah-sekolah, tetapi alam pikiran dan sikap bangsa kita sudah semakin jauh meninggalkan nilai-nilai Pancasila.
Ideologi Pancasila sudah tidak lagi menjadi pijakan ke mana bahwasanya arah bangsa ini hendak dibangun. Inti pokok ideologi Pancasila ialah janji bangsa Indonesia untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat, namun janji tersebut juga tidak kunjung terwujud.
Bahkan sistem perekonomian sudah jauh mengusung sistem kapitalisme dan liberalisme sementara tatanan sosial ekonomi menurut nilai-nilai Pancasila sudah semakin pudar.
Ideologi Pancasila digali dari sendi-sendi kehidupan dan nurani rakyat, kemudian menjadi puncak pedoman yang terdalam dan sekaligus suatu dokumen hidup yang terus-menerus sanggup digunakan sebagai acuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Jika kini sendi-sendi kehidupan dan nurani rakyat semakin liberal, apakah Pancasila masih menjadi ideologi bagi masa depan?
Pertanyaan semacam ini bukan tidak berdasar. Pancasila akan kehilangan roh dan esensinya jikalau tidak terus-menerus disegarkan.
Selama ini, Pancasila menjadi ideologi bangsa yang tidak saja ditunjukkan oleh kemampuannya menyelamatkan bangsa Indonesia dari kemelut sejarah yang secara berturut-turut menimpa bangsa Indonesia.
Tetapi juga sebagai suatu dokumen yang hidup, dinamis, terbuka, dan mempunyai perspektif kemampuan dalam memecahkan problem dan kemampuan memdiberi petunjuk bagi sikap seharihari dalam berbangsa dan bernegara.
Potensi bahaya terhadap bangsa Indonesia tidak spesialuntuk hadir dari luar, tetapi juga dari dalam.
Tantangan keindonesiaan semakin kompleks dengan aneka macam rentetan kejadian yang memilukan, ibarat kekerasan antarpemeluk agama, penutupan daerah ibadah secara sepihak, hingga agresi kekerasan (terorisme) yang mengatasnamakan agama.
Sementara itu, kekuatan liberal terus melaksanakan penggusuran dan pelanggaran HAM serta kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh korporasi besar.
Bahkan tidak jarang, tindakan mereka seolah tidak ada yang bisa mengoreksi, lantaran kekuatan mereka ibarat negara dalam negara.
Fenomena tersebut tentu saja menghentak kesadaran kita yang sudah mengklaim sebagai negara Pancasila.
Pada suatu sisi, ada problem mendasarkan yang belum terselesaikan menyangkut penghayatan terhadap kehidupan berbangsa yang terwujud dalam sikap kehidupan sosial.
Sementara, di sisi lain, muncul kekuatan mobilisasi yang sering kali menyebabkan konflik yang bisa mengancam keutuhan bangsa yang plural.
Muncul konflik, kekerasan, dan reaksi destrukif yang tidak toleran ialah justifikasi dari pemahaman kebangsaan yang keliru.
Demikian pula, kebijakan negara yang bias dan tunduk pada pemilik kapital demi mengamankan investasi, tanpa dibarengi HAM dan lingkungan serta mengeliminasi ketimpangan, ialah wujud dari pemahaman yang keliru wacana nilai-nilai Pancasila.
Globalisasi yang memunculkan sejumlah konflik, haruslah disikapi secara bijak sehingga perasaan keindonesiaan tetap tumbuh dalam kehidupan berbangsa.
Kita memerlukan situasi yang aman supaya perasaan keindonesiaan tetap berpengaruh dalam masyarakat.
Perasaan keindonesiaan mengandaikan bahwa setiap anggota masyarakat sanggup menyebarkan kehidupannya sesuai dengan cita-citanya wacana cara hidup bersama yang wajar, baik, dan adil.
Menyikapi kondisi ini, dibutuhkan sikap pemimpin nasional dan elite politik yang bisa mempersembahkan respons secara sepihak dan mengayomi tiruana pihak untuk menjaga supaya kehidupan berbangsa tetap kondusif.
Bukan sebaliknya, sebuah respon yang justru berpotensi menyulut gerakan menjadi semakin membesar.
Perasaan keindonesiaan ini sangat penting untuk kita teguhkan lantaran konstruksi masyarakat kita sangat plural.
Pluralitas ini ialah sebuah realitas, yang kemudian kebhinekaan dan kesatuan bangsa ini diteguhkan para founding father dalam konstitusi.
Komitmen luhur para founding father ini harus kita jaga dan terus kita lestarikan, alasannya proses integrasi nasional pada suatu sisi terus berjalan, pada sisi lain juga memunculkan potensi-potensi yang disintegrasi, bahkan sangat mungkin potensi konflik itu tak pernah akan hilang.
Daripada bereaksi apabila sudah ada ancaman, lebih sempurna mengusahakan supaya bahaya tersebut tidak hingga terjadi.
Oleh alasannya itu, perlu ditempuh upaya-upaya untuk mewujudkan rasa keindonesiaan melalui penghayatan dan pengamalan nilai-nilai nasional (Pancasila) secara konsisten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tak kalah penting, meningkatkan integrasi elite dan pimpinan dengan rakyat melalui keteladanan, meningkatkan pelayanan masyarakat dan penegakkan aturan untuk semakin mewujudkan kepastian hukum, pinjaman aturan dan rasa keadilan, meningkatkan kualitas sumber daya insan yang berkeahlian dan profesional serta mempunyai kepekaan sosial yang
tinggi.
Kondisi tersebut, meminta pertanggungjawabanan supaya perumusan ideologi tidak terlepas dari kerangka permasalahan insan Indonesia yang aktual.
Membiarkan Pancasila semata-mata sebagai ideologi statis, dengan kekaburan makna dan kehilangan rujukannya yang praktis, tidak akan menjadikan Pancasila sebuah kekuatan sejarah.
Secara praktis, ideologi Pancasila harus terus-menerus disegarkan lantaran Pancasila ialah ideologi terbuka sehingga Pancasila dituntut bisa menjawaban aneka macam problem yang dihadapi oleh bangsa dan negara. Di sinilah makna Pancasila.
Di sini jugalah tanggung tanggapan penyelenggaraan negara untuk secara fokus mewujudkan impian tersebut. Penyelenggaraan negara harus melaksanakan nilai-nilai semangat ideologi Pancasila.
Penegasan ini dimaksudkan supaya Pancasila tidak semakin ditinggalkan. Artinya, nilai-nilai Pancasila secara sungguh-sungguh diimplementasikan dalam rumusan kebijakan-kebijakan pembangunan.
Oleh Fahruddin Salim
Peneliti di Lembaga Pemerhati
Kebijakan Publik (LPKP) Kandidat
Doktor Unpad Bandung
Sindo, Senin 5 Juni 2006
Post a Comment for "Globalisasi Dan Tantangan Ideologi Pancasila"