Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sistem Iktikad Yang Ada Dan Berkembang Pada Masyarakat Papua

Sebelum mengenal agama, masyarakat Papua yang mendiami wilayah pantai utara Teluk Cenderawasih sudah mempunyai dogma wacana jiwa dan roh. 

Menurut dogma asli, jiwa orang mati yang disebut foggumu (pikiran) akan melepaskan diri dari tubuh dan menjadi roh yang disebut kepka. 

Dalam proses menjadi roh (kepka), ia berada di sekitar kediaman semasa masih hidup. Itulah sebabnya keluarga yang ditinggalkan untuk sementara diasingkan dulu di dalam rumah semoga tidak menulari masyarakat lainnya.

Sesudah terbebas dari ikatan dunia yang fana ini, roh kemudian pergi ke darul abadi yang dipercayai berupa pegunungan berjulukan Tordongsau di dalam hutan rimba di hulu sungai.

Orang Bgu, salah satu penduduk orisinil Papua juga mempercayai bahwa ada jiwa kedua yang disebut tnikenya, yang berarti anak. 

Mereka juga mempercayai adanya roh yang baik dan roh yang jahat yang mendiami alam sekitarnya seperti: hutan, rawa, sungai dan sebagainya. Semua roh tersebut disebut sepro.

Sistem religi pada suku Asmat

Orang Asmat mempunyai dogma orisinil bahwa mereka ialah keturunan yang kuasa yang turun dari dunia mistik dari seberang maritim di belakang ufuk, tempat matahari terbenam. 

Mereka meyakini bahwa yang kuasa nenek moyang itu lampau mendarat di bumi pada suatu tempat yang jauh di pepegununganan. Dalam perjalanan turun ke hilir, melalui banyak petualangan hingga sampailah ia di tempat yang kini didiami orang Asmat tersebut. 

Menurut mitologi yang berkembang dalam kehidupan suku Asmat yang berdiam di teluk Flamingo, nenek moyang mereka yakni yang kuasa Fumeripits. Saat ia menyusuri hulu sungai ke arah maritim ia diserang oleh seujung buaya raksasa. 

Perahu lesung yang ia tumpangi karam dan terjadi perkelahian sengit antara yang kuasa Fumeripits dengan buaya raksasa tadi. Ia sanggup membunuh buaya itu tetapi ia mengalami luka parah, sehingga terbawa arus dan terdampar di tepi Sungai Asewetsy, Desa Syuru sekarang. 

Untung ada seujung burung Flamingo yang merawatnya hingga ia sembuh kembali. Dewa Fumeripits kemudian membangun rumah yew, mengukir dua patung kayu yang sangat indah, dan membuat genderang yang sangat berpengaruh bunyinya. 

Sesudah itu ia menari terus-menerus tanpa henti dengan ienteng genderang. Kekuatan sakti yang keluar dari gerakannya mempersembahkan kehidupan pada kedua patung kayu yang diukirnya itu. 

Patung kayu itu pun jadinya bergerak mengikuti tarian sang dewa. Kedua patung itulah yang menjadi pasangan insan pertama, yakni nenek moyang orang Asmat. 

Seujung buaya raksasa hadir lagi mencoba menyerang kedua insan pertama tadi. Dewa Fumeripits kembali sanggup membunuh buaya tersebut. 

Kepala buaya dipenggal, badannya dipotong-potong menjadi bagian-bagian kecil dan dimembuang ke tiruana penjuru mata angin. Potongan tubuh buaya tersebut diyakini menjadi nenek moyang suku-suku bangsa yang menjadi musuh orang Asmat.

Mitos di atas menggambarkan adanya tindakan serangan terhadap insan pertama dan penciptaan insan sebagai orang musuh Asmat oleh Fumeripits. 

Mitos di atas juga melukiskan proses daur ulang hidup dan mati. Konsep tradisional orang Asmat wacana hidup didasarkan pada keyakinan akan adanya suatu kawasan di seberang ufuk. 

Apabila nenek moyang menghendaki kelanjutan keturunan mereka akan mengirimkan suatu roh tertentu ke bumi melalui seberkas sinar matahari yang jatuh persis di atas rumah tempat tinggal wanita yang sudah ditakdirkan menjadi ibu anak asal roh tadi. 

Orang Asmat yakin bahwa lingkungan tempat tinggal mereka juga ialah tempat tinggal roh. Menurut keyakinan orang Asmat, roh dibagi menjadi dua golongan, yaitu sebagai diberikut.
  1. Yi-ow yakni roh nenek moyang yang bersifat baik, terutama bagi keturunannya. Roh Yi-ow menjaga hutan sagu, danau, sungai yang penuh ikan, dan hutan-hutan yang penuh buruan. Orang Asmat melaksanakan korelasi dengan para yi-ow melalui upacara sesaji berulang yang dipimpin oleh Ndembrero atau pemuka upacara.
  2. Osbopan yakni roh jahat yang membawa penyakit dan bencana. Roh-roh osbopan selain dianggap menghuni beberapa jenis pohon tertentu, gua-gua yang dalam, batu-batu besar yang mempunyai bentuk khusus, diyakini juga hidup dalam tubuh jenis hewan-hewan tertentu. Untuk menghindari peristiwa atau penyakit, maka orang harus mengadakan upacara sesaji.
Orang Asmat percaya bahwa insan mempunyai paling sedikit enam jiwa yang menggerakkan beberapa cuilan tubuh yang berlainan. 

Dalam dogma orang Asmat banyak sekali macam penyakit muncul disebabkan jiwa dari cuilan tubuh yang sakit tersebut pergi atau hilang. 

Oleh lantaran itu, untuk menyembuhkan penyakit, seorang dukun (namer ow) memakai cara mengupayakan atau membujuk jiwa yang pergi itu semoga mau kembali ke tubuh si sakit. 

Apabila ternyata jiwa tersebut enggan kembali, maka si sakit akan meninggal. Konsepsi religi orang Asmat wacana maut yakni perginya satu atau beberapa jiwa insan dan tidak kembali lahir. 

Jiwa-jiwa yang membebaskan diri dari tubuh seseorang itu akan menjadi roh yang berkeliaran di sekitar tempat tinggal manusia. 

Sesudah beberapa waktu tertentu roh akan pergi ke dunia roh di belakang ufuk dan hidup abadi atau setelah beberapa waktu kembali ke bumi dan hidup kembali ke dalam tubuh seorang bayi. 

Upacara-upacara besar yang selalu berkaitan dengan penghormatan roh nenek moyang berdasarkan dogma Asmat sebagai diberikut.
  1. Tsyimbu yakni upacara pembuatan dan ratifikasi bahtera lesung.
  2. Yamasy pokumbu yakni upacara perisai.
  3. Mbipokkumbu yakni upacara topeng.
  4. Mbismbu yakni upacara pembuatan mbis, yaitu patung berukir nenek moyang yang mati dibunuh.
  5. Yentpokmbu yakni upacara pembuatan dan ratifikasi rumah yew.


Sistem religi pada suku Dani

Masyarakat suku Dani lebih suka disebut sebagai bangsa Parim atau orang Baliem. Mereka mempunyai perilaku sangat menghormati nenek moyangnya. Penghormatan kepada nenek moyang dilakukan dengan melaksanakan upacara pesta babi. 

Orang Dani mempunyai dogma yang berpengaruh bahwa nenek moyang mereka berasal dari kawasan bumi sebelah timur yang disebut Libarek. 

Menurut mitologi suku Dani, nenek moyang di Libarek berasal dari langit. Mereka bekerjasama dengan bumi melalui tali langit. 

Akan tetapi, lantaran ada sebagian dari mereka yang sering mencuri babi maka tali langit tersebut diputus dan mereka harus tinggal di bumi, dan bekerja keras menanam hipare (sejenis ubi jalar yang besar) dan beternak babi. 

Orang suku Dani mempercayai adanya roh, yaitu roh pria (suangi ayoka) dan roh wanita (suangi hosile). Roh-roh itu menitis pada flora dan binatang serta benda-benda lainnya. 

Roh orang mati setelah meninggalkan tubuhnya tinggal di hutan. Suku Dani mempercayai atou, yaitu kekuatan sakti yang berasal dari nenek moyang yang diturunkan kepada anak laki-lakinya. Kekuatan sakti ini, antara lain berupa:
  1. kekuatan menjaga kebun;
  2. kekuatan menyembuhkan penyakit dan menolak bala;
  3. kekuatan menyuburkan tanah.
Untuk menghormati nenek moyang suku Dani membuat lambang-lambang nenek moyang yang disebut kguaka. Lambang ini terbuat dari kerikil keramat berbentuk lonjong yang diasah hingga mengkilat.

Di samping penghormatan terhadap nenek moyang, orang Dani juga melaksanakan upacara sebagai diberikut.
  1. Siklus kehidupan yang menyangkut kelahiran, inisiasi, perkawinan, dan kematian.
  2. Soal kehidupan yang menyangkut penyakit dan peperangan.

Sumber http://www.kuttabku.com

Post a Comment for "Sistem Iktikad Yang Ada Dan Berkembang Pada Masyarakat Papua"