Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perkembangan Teknologi Persenjataan Dan Ruang Angkasa Pada Masa Perang Dingin

Berikut ini akan dijabarkan klarifikasi materi tentang perkembangan teknologi persenjataan, perkembangan teknologi persenjataan pada masa perang dingin, perang dingin, nonproliferation treaty, strategic arms limitation talks, salt 1, salt 1 treaty, strategic arms reduction treaty.


Hubungan Perkembangan Teknologi Persenjataan dan Ruang Angkasa dengan Kondisi Keamanan Dunia pada Masa Perang Dingin

Berakhirnya Perang Dunia II menimbulkan kekuatan dunia terbagi atas dua blok, yaitu Blok Barat pimpinan Amerika Serikat dan Blok Timur pimpinan Uni Soviet. Blok Barat dan Blok Timur tersebut saling bersaing berebut efek dalam banyak sekali bidang kehidupan manusia.

Perkembangan Teknologi Persenjataan

Persaingan yang paling mencolok dalam masa Perang Dingin ialah dalam bidang militer, khususnya dalam hal persenjataan. Kedua negara adikuasa itu saling berlomba membuat banyak sekali senjata yang mutakhir dan mematikan, contohnya bom. 

Bom ialah senjata ledak yang lazim digunakan dalam perang. Terorisme juga melibatkan penerapan bom. Bom umumnya terdiri atas wadah logam yang diisi dengan materi peledak atau materi kimia. 

Bom melukai dan menewaskan orang serta merusakkan gedung dan bangunan lain, kapal, pesawat terbang, ataupun samasukan lain. Salah satu senjata yang paling angker dan sanggup memmenolong mengakhiri Perang Dunia II ialah bom atom. 
 Berikut ini akan dijabarkan klarifikasi materi tentang perkembangan teknologi persenjataan Perkembangan Teknologi Persenjataan dan Ruang Angkasa Pada Masa Perang Dingin
Senjata yang disebut bom atom itu dibuat pertama kali oleh Amerika Serikat pada tanggal 16 Juli 1945 di Alamo Gardo, New Mexico. Bom atom itu kemudian digunakan untuk menghancurkan kota Hiroshima pada tanggal 8 Agustus 1945 dan kota Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945. 

Akibat pemboman itu Jepang mengalah dan berakhirlah Perang Dunia II. Bom dalam bentuk apa pun apabila meledak akan menimbulkan kerugian pada insan dan alam sekitarnya. 

Tenaga atom yang ditimbulkan akan menimbulkan radiasi yang apabila diterima dalam jumlah besar akan sangat fatal akibatnya. 

Debu radioaktif dan endapan dari awan yang tertiup angin dan bertebaran di daratan sanggup menjadikan kerusakan pada flora serta membinasakan binatang dan manusia. 

Pada jangka panjang ledakan bom atom akan menjadikan janjkematian serta kanker pada manusia, sedangkan kerusakan genetis akan terlihat pada generasi-generasi diberikutnya.

Keberhasilan Amerika Serikat dalam membuat bom atom, ternyata dalam waktu yang tidak terlalu usang sanggup diikuti oleh pesaingnya Uni Soviet. Pada tahun 1949 Uni Soviet berhasil melaksanakan tes kemampuan dan pemahaman peledakan bom atomnya. 

Tentu saja keberhasilan Uni Soviet itu menimbulkan kecemasan Amerika Serikat sehingga negara tersebut berusaha mencari dan membuat bom tandingannya. Oleh lantaran itu, Amerika Serikat segera melaksanakan penelitian tentang bom hidrogen. 

Bom hidrogen mendapat tenaga dari penggabungan inti-inti atom hidrogen berat dan deuteron. Ledakan yang ditimbulkan oleh bom hidrogen jauh lebih dahsyat dibandingkan bom atom. 

Ledakan dari bom hidrogen menghasilkan bola api dengan garis tengah beberapa kilometer disertai munculnya awan cendawan yang tinggi sekali. Pada ledakan bom hidrogen akan diperoleh energi yang sangat besar, tetapi radioaktifnya kecil dibandingkan ledakan bom atom. 

Oleh lantaran itu, bom hidrogen proses fusinya sanggup dimanfaatkan untuk maksud pertahanan dan tujuan damai. Namun, pengembangan dan keberhasilan penciptaan bom hidrogen oleh Amerika Serikat seakanakan menjadi sia-sia. 

Hal itu disebabkan Uni Soviet pun menyusul bisa membuat bom hidrogen pula. Uni Soviet berhasil berbagi bom hidrogen pada sekitar tahun 1953. Kedua negara adikuasa itupun akhirnya berlomba-lomba membuat bom dan persenjataan nuklir. 

Bom nuklir ialah sebuah bom yang mempunyai daya ledak luar biasa yang berasal dari insiden pembelahan (fisi) dan penggabungan (fusi) inti-inti atom. 

Efek yang ditimbulkan ialah jawaban dari pelepasan energi yang sangat besar dalam waktu singkat. 

Persenjataan nuklir ialah jenis persenjataan dalam kategori nonkonvensional yang daya rusaknya berasal dari energi yang dihasilkan oleh reaksi nuklir, yaitu jenis fisika yang melibatkan inti atom. 

Bom dan persenjataan nuklir yang dikembangkan oleh dua kekuatan adikuasa dunia itu sangat membahayakan umat manusia. Negara adikuasa itu berbagi persenjataan nuklir dalam banyak sekali bentuk, contohnya dalam bentuk peluru kendali (rudal). 

Jangkauan yang sanggup ditempuh oleh rudal itu pun bermacam-macam, contohnya jarak lontarnya sanggup mencapai antarnegara ataupun antarbenua. Dari persenjataan jenis rudal berkepala nuklir itu, Amerika Serikat sanggup mengarahkan eksklusif rudal ke Uni Soviet. 

Demikian pula sebaliknya, Uni Soviet pun sanggup menyerang eksklusif Amerika Serikat. Negara-negara sekutu Amerika Serikat dan satelit Uni Soviet tidak lepas dari pengerahan teknologi persenjataan itu. 

Negara-negara mereka dibangun basis militer dan awalan peluncuran rudal spesialuntuk untuk ambisi dua adikuasa dunia. Namun, apabila perang terbuka itu benar-benar terjadi lantaran terkena akibatnya. 
 Berikut ini akan dijabarkan klarifikasi materi tentang perkembangan teknologi persenjataan Perkembangan Teknologi Persenjataan dan Ruang Angkasa Pada Masa Perang Dingin
Bahkan, sanggup menjadi samasukan eksklusif penghancuran padahal mereka tidak tahu-menahu permasalahan. Oleh lantaran itu, kolaborasi dalam bidang pertahanan dan keamanan ialah kolaborasi yang paling mencolok dalam suasana Perang Dingin. 

Banyak organisasi pertahanan yang dibuat selama terjadi Perang Dingin, menyerupai SEATO, ANZUS, NATO, dan Pakta Warsawa. Setiap komplotan pertahanan, terutama kelompok Amerika Serikat dan Uni Soviet, saling memperkuat pertahanan mereka. 

Namun, mereka sadar bahwa peperangan yang menggunakan senjata mutakhir akan menghancurkan dan akan melenyapkan peradaban manusia. 

Perang Dingin dan korelasi yang tegang secara terus-menerus menyadarkan kedua negara adikuasa untuk melaksanakan detente atau penghentian ketegangan antarnegara. 

Untuk detente dilakukan pembicaraan-pembicaraan dalam rangka mengurangi ketegangan antardua negara adikuasa tersebut. 

Perundingan untuk meredakan Perang Dingin dilakukan oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet melalui Strategic Arms Limitation Talks (SALT) atau Perundingan Pembatasan Persenjataan Strategis dan Strategic Arms Reduction Treaty (START) atau Perundingan Pengurangan Persenjataan Strategis. 

Perundingan SALT sanggup berlangsung dengan baik lantaran Amerika Serikat dan Uni Soviet sama-sama mempunyai kepercayaan untuk menghindari perang nuklir yang membahayakan keselamatan umat manusia. Perundingan SALT secara umum mempunyai tujuan sebagai antara lain:

a. memperkecil kemungkinan terjadinya perang nuklir;
b. apabila perang tidak sanggup dihindarkan, diharapkan balasannya tidak terlalu menghancurkan;
c. menghemat biaya pertahanan;
d. mencegah terjadinya perlombaan senjata strategis.

Upaya meredakan Perang Dingin dengan mengurangi, membatasi, dan memusnahkan persenjataan nuklir dilakukan pada kurun waktu 1968–1982. Bentuk persetujuan yang dicapai, antara lain sebagai diberikut.

a. Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (Nonproliferation Treaty)

Perjanjian Nonproliferasi Nuklir dilaksanakan pada tahun 1968 yang diikuti oleh negara Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Soviet. Pertemuan itu menyepakati bahwa mereka tidak akan menjual senjata nuklir atau mempersembahkan gosip kepada negara-negara nonnuklir.

b. Perjanjian Pembatasan Persenjataan Strategis (Strategic Arms Limitation Talks/SALT I)

Perjanjian SALT I ditanhadirani oleh Richard Nixon, Presiden Amerika Serikat dan Leonid Breshnev, Sekjen Partai Komunis Uni Soviet pada tanggal 26 Mei 1972. Pertemuan kedua pemimpin negara adikuasa itu menyepakati untuk:
  1. pembatasan terhadap sistem pertahanan antipeluru kendali (Anti-Balistic Missile=ABM)
  2. pembatasan senjata-senjata ofensif strategis, menyerupai Inter-Continental Ballistic Missile (ICBM = Peluru Kendali Balistik Antarbenua) dan Sea-Launched Ballistic Missile (SLBM = Peluru Kendali Balistik yang diluncurkan dari laut/ kapal).

c. Perjanjian Pengurangan Persenjataan Strategis (Strategic Arms Reduction Treaty/START)

Perjanjian pengurangan persenjataan strategis dilakukan oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet pada tahun 1982. Perjanjian itu menyepakati bahwa kedua negara adikuasa akan memusnahkan persenjataan nuklir yang sanggup mencapai samasukan jarak menengah.

Upaya menghindari ancaman perang nuklir juga diadakan oleh negara-negara lain yang tidak mempunyai persenjataan nuklir. Negara-negara itu khawatir daerah atau daerahnya akan menjadi samasukan ataupun salah samasukan jawaban perang nuklir itu. 

Salah satu contoh perjuangan untuk mengamankan daerahnya biar terbebas dari perang nuklir dilakukan oleh negara-negara anggota ASEAN. Para anggota ASEAN berharap biar wilayah Asia Tenggara benar-benar tidak digunakan sebagai ajang percobaan dan perang nuklir. 

Kesepakatan itu tertuang dalam perjanjian yang disebut Persetujuan Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (South Easth Asian Nuclear Weapons Free Zone/SEANWFZ). Persetujuan itu ditanhadirani di Bangkok, Thailand pada tahun 1995. 

Perserikatan Bangsa-Bangsa pun berusaha menghindarkan perang nuklir demi keamanan internasional. Usaha PBB itu dimulai semenjak tahun 1968. Wujud kasatmata perjuangan PBB dalam mengurangi dan menghindarkan perang nuklir tertuang dalam Resolusi No. 255. 

Resolusi itu memuat permintaan kepada Amerika Serikat dan Uni Soviet untuk memmenolong negara-negara nonnuklir yang menjadi korban perang nuklir. 

Upaya peredaan Perang Dingin yang berarti menghindari perang nuklir tidak spesialuntuk dilakukan oleh pihak Amerika Serikat dan Uni Soviet, tetapi juga dilakukan oleh negara-negara sedang berkembang. 

Mereka yang sebagian besar belum begitu usang mendapat kemerdekaan sangat mencemaskan akan terjadinya perang nuklir. 

Negara-negara sedang berkembang berupaya meredakan ketegangan dunia jawaban Perang Dingin dengan mengadakan banyak sekali konferensi dan membentuk lembaga kerja sama, menyerupai Konferensi Asia Afrika di Bandung 1955 dan lembaga kolaborasi Gerakan Non Blok.

Pengeksploitasian Ruang Angkasa

a. Persaingan antara Amerika dengan Uni Soviet

Teknologi penerbangan antariksa terjadi ketika era Perang Dingin dan persaingan antara Amerika Serikat dengan Rusia yang dikala itu masih berjulukan Uni Soviet. Teknologi roket yang ialah dasar dari sistem penerbangan antariksa pada mulanya dikembangkan untuk keperluan persenjataan. 

Bicara soal teknologi roket, kita tidak bisa lepas dari nama Wehrner Von Braun, ilmuwan Jerman yang direkrut Hitler untuk berbagi misil V2, sebuah peluru kendali dengan teknologi roket dalam masa Perang dunia II. 
 Berikut ini akan dijabarkan klarifikasi materi tentang perkembangan teknologi persenjataan Perkembangan Teknologi Persenjataan dan Ruang Angkasa Pada Masa Perang Dingin
Saat perang usai, Von Braun hijrah ke AS dan memmenolong pengembangan teknologi roket untuk kepentingan penerbangan antariksa di sana. 

Namun demikian, entah mengapa, cetak biru V2 kemudian jatuh ke tangan Rusia, dan digunakan oleh pihak rusia sebagai pola untuk berbagi roketnya sendiri. Kedua negara adikuasa itu kemudian terlibat dalam persaingan sengit untuk mengeksplorasi ruang angkasa. 

Rusia unggul lebih lampau dengan keberhasilannya meluncurkan satelit buatan yang pertama di dunia dengan nama Sputnik I pada 4 Oktober 1957. AS kemudian menyusul dengan meluncurkan satelit pertamanya yang dinamai Explorer I pada 31 Januari 1958. 

Pada 12 April 1961, Rusia kembali memimpin dengan meluncurkan insan pertama ke angkasa luar, Yuri Alekseyivich Gagarin, seorang mayor Agkatan Udara Rusia yang meluncur dengan kapsul Vostok I. 

Kurang dari sebulan kemudian, AS meluncurkan astronaut pertamanya, Alan B Shepard dengan kapsul Mercury 7. 

Peluncuran ini dilakukan secara terburu-buru dengan teknologi yang belum tepat sehingga Alan B.Shepard spesialuntuk bisa mengangkasa selama 15 menit dengan ketinggian terbaik 184 km, tertinggal dengan Yuri Alekseyivich Gagarin dari Uni Soviet yang mencatat waktu 108 menit dan ketinggian terbaik 301,4 km dalam sekali orbit. 

Misi Amerika Serikat sendiri sebenarnya spesialuntuklah penerbangan naik-turun dan tidak hingga mengorbit bumi. AS gres berhasil mengirimkan pesawat pengorbit pada 20 Februari 1962, ketika kapsul Friendship 7 yang diawaki oleh Letkol. 

John Herschel Glenn berhasil melaksanakan 3 kali orbit dalam penerbangan selama 4 jam 56 menit. Tetapi prestasi ini masih kalah jauh dengan kemajuan yang dicapai Rusia pada 6 bulan sebelumnya, ketika Mayor German Stephanovich Titov berhasil mengorbit sebanyak 17 kali dalam penerbangan selama 25 jam 18 menit dalam kapsul Vostok II. 

Bulan menjadi samasukan diberikutnya dari kedua negara yang tengah bersaing itu. Rusia menlampaui dengan mengirim wahana tak berawak Lunik II pada 14 September 1959. Wahana ini tercatat sebagai wahana buatan insan pertama yang mendarat di permukaan bulan. 

Sayangnya, Lunik II mendarat secara keras (hard landing), dengan jawaban seluruh peralatan yang dibawanya rusak sehingga tidak bisa mengirimkan data apapun ke bumi. 

Rusia gres berhasil mendaratkan wahana yang bisa melaksanakan pendaratan lunak (soft landing) pada Februari 1966 melalui wahana Lunik IX. Sedangkan AS gres berhasil mengirimkan wahana untuk melaksanakan pendaratan lunak pada 1966. 

Setahun kemudian, sebuah wahana AS lainnya berhasil mengirimkan gambar TV pertama dari permukaan bulan. Puncaknya terjadi pada 17 Juli 1969, ketika Neil Amstrong dan Edwin Aldrin berhasil mencatatkan namanya dalam sejarah sebagai insan pertama yang menginjak permukaan bulan melalui misi Apollo-11. 

Misi ini dilanjutkan dengan 5 pendaratan lainnya, masing-masing Apollo-12 (November 1969), Apollo-14 (Februari 1971), Apollo-15 (Agustus 1971), Apollo-16 (April 1972), dan terakhir, Apollo-17 (Desember 1972). 

Misi Apollo juga pernah mencatat kegagalan, tepatnya menimpa misi Apollo-13 yang mengalami kecelakaan (ledakan pada salah satu modulnya). Melalui tindakan pertolongan yang legendaris, para awaknya sanggup kembali dengan selamat ke bumi walaupun gagal menjejak ke permukaan bulan. 

Sementara itu, Rusia tercatat pernah mengirimkan modul Lunkhod I pada 17 November 1970. Modul ini berupa robot yang dikendalikan dari bumi. Namun demikian, sesudahnya aktivitas antariksa Rusia di bulan tidak lagi berlanjut. Begitu pula dengan AS. 

Sesudah berakhirnya misi Apollo-17, AS tidak lagi mengirimkan insan ke bulan. Persaingan antara Amerika dengan Uni Soviet terus berlanjut dalam bidang penguasaan ruang angkasa. Kalau sebelum era pesawat ulang-alik, seluruh komponen antariksa bersifat sekali pakai. 

Maka akibatnya, pengiriman misi berawak membutuhkan biaya yang sangat besar. Selain cara ini juga sangat mencakupko lantaran apabila terjadi kecelakaan dalam misi berawak di ruang angkasa, tidak mungkin untuk melaksanakan pertolongan. 

Musibah yang menimpa misi Apollo 13 mempersembahkan pelajaran bahwa misi berawak ke antariksa tidak lain ialah sebuah petualangan yang penuh risiko. Atas pertimbangan itu, maka tahun 1970-an, NASA mulai berbagi pesawat ulang-alik. 

Misi ulang-alik dinilai lebih enteng biayanya lantaran hampir seluruh komponennya sanggup digunakan kembali pada misi-misi sesudahnya. AS kembali mencatat sejarah dengan keberhasilannya meluncurkan pesawat ulang-alik pertamanya, Columbia, pada bulan Juni 1981. 

melaluiataubersamaini digunakannya teknologi ulang-alik, terbuka peluang untuk meluncurkan misi berawak dengan frekuensi yang lebih sering dengan pembiayaan yang lebih kecil. 

Pesawat ulang-alik Challenger yang meledak dikala peluncuran 28 Februari 1986 dan menewaskan ketujuh awaknya memang sempat membuat NASA merestrukturisasi kembali aktivitas ulang-aliknya, khususnya dalam problem keamanan. 

Namun demikian, teknologi ulang-alik sendiri tidak banyak berubah, bahkan selama lebih dari 20 tahun semenjak pertama kali digunakan. 

Puncaknya terjadi pada insiden kecelakaan yang menimpa Columbia, 1 Februari 2003, ketika pesawat tersebut meledak di udara sesaat setelah memasuki atmosfir bumi dalam proses pendaratan. 

Peristiwa yang menewaskan tujuh awak tersebut kembali membuka perdebatan terkena keamanan serta kepentingan misi ulang-alik. 

Akibat dari kecelakaan ini ialah dibekukannya aktivitas luar angkasa AS sambil mengkaji kembali banyak sekali faktor dalam penerbangan ulang-alik, termasuk kemungkinan digunakannya teknologi yang sama sekali baru, dengan efisiensi dan tingkat keamanan yang lebih tinggi. 

Ada beberapa alternatif pengganti pesawat ulang-alik yang dikala ini sedang dikembangkan, walaupun masih belum terang teknologi mana yang kelak akan dipilih untuk menggantikan model peluncuran pesawat ulang-alik. 

Sepeninggal Challenger dan Columbia, AS masih mempunyai tiga pesawat ulang-alik lain, yaitu Discovery, Atlantis, dan Endeavour, ditambah dengan satu prototipe yang tidak pernah mengudara, Enterprise, yang kini menghuni museum Smithsonian. 

Sementara itu Uni Soviet juga tidak mau ketinggalan dengan Amerika Serikat. untuk mengejar ketertinggalannya dari AS, Rusia tercatat juga sempat berbagi pesawat ulang-aliknya sendiri yang didiberi nama Buran, dari bahasa setempat yang berarti Badai Salju. 

Tahun 1988, Buran sempat diujicoba dalam sebuah penerbangan tanpa awak. Sayangnya, krisis politik maupun ekonomi yang melanda Uni Soviet sesaat sebelum bubar membuat proyek Buran tersendat, dan bahkan terhenti sama sekali sebelum sempat berkembang. 

Pecahnya Uni Soviet akhirnya juga membawa malapetaka bagi aktivitas antariksa Rusia. Pangkalan peluncuran Rusia yang berada di Tyuratam (dikenal sebagai kosmodrom Baikonur) kini sudah masuk wilayah Kazakhstan, sebuah negara kecil yang secara ekonomi tidak begitu makmur. 

Tentu saja pemerintah Kazakhstan tidak ingin membiarkan begitu saja sebagian teritorinya digunakan secara gratis oleh negara Rusia untuk kepentingannya sendiri. 

Pendeknya, pemerintah Kazakhstan menuntut pihak Rusia untuk membayar ongkos sewa biar sanggup terus menggunakan awalan tersebut. Rusia terus melanjutkan aktivitas antariksa mereka dengan memanfaatkan stasiun luar angkasa Mir.

Tetapi lantaran kurangnya biaya ditambah lagi dengan kondisi Mir yang memang sudah terlalu renta akhirnya membuat pemerintah Rusia terpaksa memutuskan untuk mengakhiri riwayat stasiun pujian mereka itu pada bulan april 2001.

Ruang angkasa memang terlalu luas untuk dieksplorasi oleh satu atau dua negara tertentu saja. Dewasa ini, memanfaatkan luar angkasa dilakukan atas dasar kerja sama, bukan lagi persaingan menyerupai pada awalnya. Kini, AS dan Rusia, bahu-membahu dengan negara-negara maju lainnya sebetulnya berbagi Stasiun Luar Angkasa Internasional (International Space Station) yang diharapkan kelak menjadi sentra kegiatan eksplorasi antariksa secara lintas negara. 

Sementara itu, teknologi roket juga tidak lagi ialah monopoli AS atau Rusia. Tercatat negara-negara menyerupai Jepang, India, Cina, dan Uni Eropa, juga sudah berhasil berbagi teknologi roketnya sendiri. Rencana Cina untuk meluncurkan misi berawak ke antariksa kiranya akan menorehkan sejarah gres dalam dunia penerbangan antariksa.

b. Perkembangan di Cina

Dalam Perkembangan diberikutnya Cina berhasil untuk mengirimkan insan ke orbit. Roket Long March 2F yang membawa kapsul Shenzhou V akhirnya meluncur dari landasan sentra antariksa Cina di Jiauquan, Provinsi Gansu, mencatatkan Yang Liwei sebagai taikonaut (sebutan Cina untuk astronaut) pertama. 

Ia kembali ke bumi dengan selamat pada keesokan harinya setelah menjalani 16 kali orbit dalam misi yang memakan waktu 21 jam itu. Kapsul Shenzhou ialah modifikasi dari kapsul Soyuz yang dikembangkan oleh Rusia. 

sepertiyang halnya Soyuz, Shenzhou terdiri atas modul komando (command module) yang ditautkan dengan sebuah modul jasa (service module). Modul jasa yang memuat mesin roket dan peralatan penunjang pada Shenzhou hampir identik dengan modul serupa pada Soyuz. 

Perbedaan yang agak mencolok bisa dilihat pada modul komando, yang ialah tempat para awak melaksanakan tugasnya. Modul komando pada Soyuz didesain berbentuk bola, sementara di Shenzhou berbentuk menyerupai lonceng. 

Di ujung modul komando Shenzhou ditautkan sebuah perangkat ilmiah yang akan dilepas di orbit. Perangkat ini masih akan mengorbit hingga enam bulan setelah peluncuran. 

Tidak terang apa fungsi peralatan ini. Kemungkinan ialah satelit yang memang ditumpangkan pada misi tersebut. Roket Long March 2F sebagai kendaraan peluncur ialah hasil pengembangan para ilmuwan Cina sendiri. 

Ini ialah sebuah roket konvensional bertingkat tiga, dengan empat roket perhiasan pada tingkat pertama yang berfungsi sebagai booster. 

Di pihak lain, Soyuz diluncurkan dengan menolongan roket energinya. Roket ini tidak menggunakan booster, namun tingkat pertamanya terdiri atas empat roket yang bekerja secara simultan dengan daya yang sama. 

Sistem ini menghasilkan gaya dorong yang cukup powefull sehingga spesialuntuk dibutuhkan dua tingkat pada roket untuk meluncurkan muatan ke orbit. Teknologi roket yang dimiliki Rusia ini memang masih belum bisa ditiru oleh negara lain. 

Oleh lantaran itulah Rusia juga sering mendapat kepercayaan untuk meluncurkan muatan berat ke orbit, termasuk modul-modul inti dari Stasiun Ruang Angkasa Internasional (International Space Station, ISS). 

Indonesia sendiri pernah memanfaatkan jasa roket Rusia untuk meluncurkan satelit Garuda-1 yang memang tergolong satelit berukuran besar. 

Cina sudah merancang untuk mengirimkan misi-misi lanjutan, di antaranya planning untuk menempatkan stasiun ruang angkasanya sendiri, bahkan mengirim misi berawak ke bulan.

Tapi keberhasilan Cina meluncurkan misi berawak tampaknya berhasil menyadarkan bangsa-bangsa Asia bahwa mereka tidak lagi bisa dipandang remeh.

c. Perkembangan di Indonesia

Indonesia belum pernah terlibat secara eksklusif dalam eksplorasi ruang angkasa, tetapi Indonesia sebenarnya termasuk negara yang cukup disegani lantaran pengalamannya dalam mengeksploitasi teknologi keantariksaan. 

Saat penerapan satelit bagi sebagian besar negara masih sangat jarang, Indonesia sudah meluncurkan satelitnya yang pertama, Palapa A1 pada 9 Juli 1976. 

Ini mencatatkan Indonesia sebagai negara ketiga di dunia setelah AS dan Canada yang menggunakan satelit komunikasi domestiknya sendiri. Indonesia juga sudah memanfaatkan jasanya untuk meluncurkan satelit Palapa generasi kedua, Palapa B1, pada 19 Juni 1983. 

Operasi evakuasi satelit Palapa B2, menyusul kegagalan pada peluncurannya yang juga dilakukan oleh misi ulang-alik ialah operasi bersejarah yang kerumitannya boleh ditandingkan dengan operasi perbaikan teleskop antariksa Hubble pada dasawarsa 90-an. 

Pada pertengahan era 1980-an, Indonesia bahkan sempat menyiapkan astronautnya untuk mengikuti misi ulang-alik tetapi lantaran terjadi peristiwa Challenger misi ini dibatalkan.

Dalam teknologi peroketan, Indonesia tercatat sebagai negara kedua di Asia, setelah Jepang, yang berhasil meluncurkan roketnya sendiri. Prestasi ini dihasilkan melalui keberhasilan LAPAN meluncurkan roket Kartika 1 pada 14 Agustus 1964. 

Keberhasilan ini juga tidak lepas dari menolongan teknis dari Rusia. Akan tetapi Indonesia gagal melaksanakan alih-teknologi. Akibatnya, selama lebih dari seperempat kala semenjak meluncurkan satelit pertamanya, Indonesia spesialuntuk bisa bertindak sebagai konsumen. 

Sementara itu, negara-negara lain justru mulai menyiapkan diri untuk mulai mencar ilmu berbagi teknologi satelit melalui pembuatan satelit mikro (mikrosat). 

Malaysia misalnya, yang tiruanla tertinggal puluhan tahun dari Indonesia dalam memanfaatkan teknologi satelit, semenjak tahun 2000 sudah berhasil meluncurkan satelit mikronya yang pertama, Tiungsat-1, yang ialah hasil kolaborasi dengan Universitas Surrey, Inggris. 

Sementara itu, Indonesia gres mulai berancang-ancang membuat satelit mikronya pada tahun 2003 ini melalui kolaborasi dengan Universitas Berlin, Jerman. 

Program yang dilaksanakan dalam dua tahap selama lima tahun hingga 2007 itu, kini masih memasuki tahap pertama yang direncanakan selama tahun 2003-2004. Dalam bidang teknologi roket pun juga kurang berhasil. 

Akibatnya, pengembangan teknologi roket di Indonesia terhenti, sementara negara-negara Asia lain, menyerupai India dan Cina, yang lebih belakangan menekuni teknologi ini akhirnya melampaui Indonesia dengan keberhasilannya meluncurkan roket pengangkut satelit ke antariksa. 

Indonesia sebenarnya mempunyai potensi yang jarang dimiliki negara lain untuk berbagi teknologi antariksanya sendiri. Potensi itu berupa garis katulistiwa yang membentang di atasnya. Sekitar 13% dari garis katulistiwa berada di atas wilayah Indonesia. 

melaluiataubersamaini demikian, Indonesia tercatat sebagai negara pemilik garis katulistiwa yang terpanjang di dunia. Hal ini menjadikan wilayah Indonesia sebagai tempat yang sangat ideal untuk menjadi lokasi peluncuran roket pengangkut satelit. 

Peluncuran roket dari akrab garis katulistiwa akan lebih menghemat materi bakar roket, dan karenanya lebih murah dari segi biaya. Potensi inilah yang juga diminati oleh pihak asing. 

Rusia misalnya, sudah usang mengincar Pulau Biak di Irian Jaya (Papua) untuk menjadi lokasi bandar antariksanya. Tapi lantaran kita kurang cepat menanggapi tawaran itu, Akibatnya, Rusia akhirnya menentukan Pulau Christmast di Australia sebagai lokasi bandar antariksanya. 

Selain Rusia, sebuah perusahaan swasta AS juga pernah amat tertarik dan bersedia menanam investasi untuk menjadikan Biak sebagai lokasi peluncuran roket. 

Rencananya, roket yang akan dioperasikan dari jenis berbahan bakar padat, diangkut melalui bahari dari pantai timur AS ke dermaga bandar antariksa Biak. 

Alternatif lain, bagian-bagian roket diterbangkan dan mendarat di bandar udara Frans Kasiepo Biak, kemudian diangkut melalui darat ke tempat peluncuran. 

Rencana inipun gagal dengan sebab-sebab yang tidak jelas. Satu-satunya pihak abnormal yang sudah memanfaatkan potensi Biak ialah Badan Ruang Angkasa India (Indian Space Research Organization, ISRO) yang sudah bekerja sama dengan LAPAN untuk membangun stasiun TT&C (Tracking, Telemetry, and Command) di sana. 

Stasiun ini menjadi penting lantaran dikala India meluncurkan roket pengangkut satelitnya, proses pelepasan muatan roket dilakukan di atas angkasa Irian, dan satu-satunya stasiun bumi yang bisa memonitor dan mengendalikan proses ini spesialuntuklah stasiun di Biak. 

Pengembangan teknologi keantariksaan memang bukan prioritas di Indonesia. Tapi paling tidak, kita masih mempunyai impian untuk menuju ke arah sana. 

Indonesia sebenarnya tidak belum sempurnanya orang-orang pintar. Tetapi yang kurang sebenarnya ialah kemauan politis (political will) dari pemerintah. 

Hal ini tentu dihentikan menyurutkan semangat kita untuk terus mencar ilmu dan mengejar ketertinggalan dalam bidang teknologi dari negara-negara yang lebih maju.

Sumber http://www.kuttabku.com

Post a Comment for "Perkembangan Teknologi Persenjataan Dan Ruang Angkasa Pada Masa Perang Dingin"