Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sistem Iktikad Yang Ada Dan Berkembang Pada Masyarakat Batak

Kepercayaan orisinil moral suku bangsa Batak sebelum mengenal agama yaitu bahwa alam beserta isinya diciptakan oleh Debata (Ompung) Mulajadi na Bolon (dalam bahasa Batak Karo disebut Debata Kaci-kaci). 

Debata Mulajadi na Bolon bermukim di langit dan mempunyai nama-nama lain sesuai dengan kiprah dan daerah kedudukannya. Nama Debata Mulajadi na Bolon, antara lain sebagai diberikut.
  1. Debata Mulajadi na Bolon, sebagai maha pencipta bertempat tinggal di langit.
  2. Silaon na Bolon (untuk Batak Toba) atau Tuan Padukah ni Aji (untuk Batak Karo), sebagai penguasa langit cuilan tengah, bertempat tinggal di dunia ini.
  3. Pgua na Bolon (untuk Batak Toba) atau Tuan Banua Koling (untuk Batak Karo), sebagai penguasa dunia makhluk halus, dan pengatur setiap penjuru mata angin.
Selain itu masyarakat moral Batak juga mengenal dewa-dewa yang lain, yaitu:
  1. Sinimataniari sebagai ilahi matahari yang menguasai matahari ketika terbit dan terbenam;
  2. Beru Dayang sebagai penguasa pelangi.
Berkaitan dengan konsep jiwa dan roh, iktikad moral Batak mengenal tiga konsep, yaitu tondi, sahala, dan begu.

Tondi yaitu jiwa atau roh seseorang sekaligus sebagai kekuatan. Sahala ialah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. 

Setiap orang mempunyai kualitas sahala yang tidak sama-beda meskipun sama-sama mempunyai tondi. Sahala sanggup berkurang dan memilih peri kehidupan seseorang. 

Sahala yang berkurang akan menjadikan orang kurang disegani. Orang Batak Karo mengenal sahala sebagai sumangat atau tuah atau kesaktian.

Seseorang memperoleh tondi dan sahala semenjak ia masih di dalam kandungan. Seperti halnya sahala yang sanggup berkurang atau bertambah, tondi juga sanggup pergi meninggalkan badan. 

Jika tondi meninggalkan tubuh untuk sementara , maka orang itu akan sakit. Jika keluar untuk seterusnya maka orang itu akan meninggal. 

Keluarnya tondi dari tubuh disebabkan oleh adanya kekuatan lain yang disebut simbaon yang melawan tondi tersebut. 

Untuk mengembalikan tondi harus dilakukan upacara mengalap tondi (dalam bahasa Batak Karo disebut ndilo tondi, ngaleng berawan).

Begu yaitu tondinya orang yang meninggal. Perilaku begu sama ibarat sikap insan tetapi sifatnya spesialuntuk kebalikan. 

Misal: apa yang dilakukan insan pada siang hari dilakukan begu pada malam hari. Orang Batak mengenal adanya begu yang baik dan begu yang jahat. 

Orang Batak Toba mengenal begu yang terpenting, yaitu Sumangot ni ompu, yaitu begu dari nenek moyang. Upacara untuk menghormati begu yang dulu sebagai tondi yang menduduki orang terhormat dan kaya, maka upacara dilangsungkan besar-bemasukan disertai gondang (musik Batak).

Dalam masyarakat Batak Karo dikenal beberapa macam begu, antara lain sebagai diberikut.
  1. Batara guru atau begu perkakun jabu, ialah begu bayi yang meninggal waktu masih dalam kandungan.
  2. Bicara guru yaitu begu anak yang meninggal sebelum tumbuh gigi dan begu penjaga ayahnya.
  3. Begu mate sada wari yaitu begu dari orang yang meninggal dengan cara yang tidak wajar.
  4. Mate kayat-kayaten yaitu begu orangyang mati muda.
Begu sanggup murka dan membahayakan manusia, maka untuk meredakan kemarahan begu dilakukan
upacara sesaji (Batak Karo menyebut cibal-cibalen). Beberapa begu yang disegani orang Batak, antara lain sebagai diberikut.
  1. Sombaon yaitu begu yang bertempat tinggal di pepegununganan atau hutan rimba yang padat, petang, dan mengerikan.
  2. Solobean yaitu begu yang dianggap sebagai penguasa di tempat-tempat tertentu dari Toba.
  3. Silan yaitu begu yang serupa dengan Sombaon menempati pohon-pohon besar atau kerikil yang guah bentuknya. Silan dianggap sebagai nenek moyang pendiri kuta dan pendiri marga.
  4. Begu ganjang yaitu begu yang sangat ditakuti lantaran sanggup dipelihara dan untuk membinasakan orang lain.
Orang Batak mempercayai adanya perkampungan begu. Sebelum masuk ke perkampungan terlebih lampau begu mengembara hingga si mati dikuburkan selama empat hari.

Oleh lantaran itu, moral Batak melaksanakan ziarah pertama pada hari keempat sehabis penguburan. Ziarah itu ialah pertemuan pertama dengan begu yang pergi ke perkampungan begu. 

Masuknya begu ke perkampungan begu bukan berarti putusnya hubungan begu dengan kerabatnya yang masih hidup. 

Hal itu disebabkan mereka tetap berkeliaran dan bekerjasama dengan kerabatnya melalui seorang mediator yang disebut Guru sibaso, seorang dukun wanita.

Di samping begu, orang Batak juga mengenal makhluk halus lain yang disebut umang dan jangak. Keduanya bersifat menolong manusia. Umang dan jangak bertempat tinggal di tebing sungai dan di dalam gua-gua.

Selain iktikad di atas, masyarakat Batak juga melaksanakan upacara keagamaan, contohnya upacara selamatan horja. 

Upacara horja ialah upacara dalam rangka bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa lantaran salah seorang dari anggota keluarga mengalami kesuksesan atau jiwa anak lelaki berhasil menyunting gadis Sunda. 

Upacara horja dilakukan dengan memotong beberapa ujung babi atau kerbau. Hal itu menunjukkan tanda penghormatan kepada leluhur.

Sumber http://www.kuttabku.com

Post a Comment for "Sistem Iktikad Yang Ada Dan Berkembang Pada Masyarakat Batak"