Pengertian, Konsep Dan Ciri-Ciri Budaya Lokal Atau Kearifan Lokal Berdasarkan Para Ahli
Berikut ini akan dijelaskan terkena budaya lokal, pengertian budaya lokal, kebudayaan lokal, artikel kebudayaan, artikel budaya lokal, antropologi, antropologi budaya, konsep budaya lokal, pengertian kearifan lokal, pengertian kebudayaan lokal, definisi kearifan lokal, pengertian budaya lokal berdasarkan para ahli, dan juga ciri-ciri budaya lokal.
Budaya Lokal
Pada awal pembentukan disiplin antropologi di Indonesia, para jago etnografi berusaha untuk mendeskripsikan banyak sekali macam kebudayaan yang tersebar luas di tanah air.
Penelitian tersebut ditulis dalam buku Manusia dan Kebudayaan di Indonesia karangan Koentjaraningrat yang meliputi esai atau kumpulan goresan pena terkena laporan etnografi kebudayaan suku bangsa di Indonesia.
Konsep Budaya Lokal
Budaya lokal biasanya didefinisikan sebagai budaya orisinil dari suatu kelompok masyarakat tertentu.
Menurut J.W. Ajawaila, budaya lokal ialah ciri khas budaya sebuah kelompok masyarakat lokal. Akan tetapi, tidak simpel untuk merumuskan atau mendefinisikan konsep budaya lokal.
Menurut Irwan Abdullah, definisi kebudayaan hampir selalu terikat pada batas-batas fisik dan geografis yang jelas.
Misalnya, budaya Jawa yang merujuk pada suatu tradisi yang berkembang di Pulau Jawa. Oleh alasannya ialah itu, batas geografis sudah dijadikan landasan untuk merumuskan definisi suatu kebudayaan lokal.
Namun, dalam proses perubahan sosial budaya sudah muncul kecenderungan mencairnya batas-batas fisik suatu kebudayaan.
Hal itu dipengaruhi oleh faktor percepatan migrasi dan penyebaran media komunikasi secara global sehingga tidak ada budaya lokal suatu kelompok masyarakat yang masih sedemikian asli.
Menurut Hildred Geertz dalam bukunya Aneka Budaya dan Komunitas di Indonesia, di Indonesia ketika ini terdapat lebih 300 dari suku bangsa yang berbicara dalam 250 bahasa yang tidak sama dan mempunyai karakteristik budaya lokal yang tidak sama pula.
Wilayah Indonesia mempunyai kondisi geografis dan iklim yang tidak sama-beda. Misalnya, wilayah pesisir pantai Jawa yang diberiklim tropis hingga wilayah pepegununganan Jayawijaya di Provinsi Papua yang bersalju.
Perbedaan iklim dan kondisi geografis tersebut besar lengan berkuasa terhadap kemajemukan budaya lokal di Indonesia.
Pada ketika nenek moyang bangsa Indonesia hadir secara bergelombang dari tempat Cina Selatan sekitar 2000 tahun sebelum Masehi, keadaan geografis Indonesia yang luas tersebut sudah memaksa nenek moyang bangsa Indonesia untuk menetap di tempat yang terpisah satu sama lain.
Isolasi geografis tersebut mengakibatkan penduduk yang menempati setiap pulau di Nusantara tumbuh menjadi kesatuan suku bangsa yang hidup terisolasi dari suku bangsa lainnya.
Setiap suku bangsa tersebut tumbuh menjadi kelompok masyarakat yang disatukan oleh ikatan-ikatan emosional serta memandang diri mereka sebagai suatu kelompok masyarakat tersendiri.
Selanjutnya, kelompok suku bangsa tersebut membuatkan kepercayaan bahwa mereka mempunyai asal-usul keturunan yang sama dengan didukung oleh suatu kepercayaan yang berbentuk mitos-mitos yang hidup di dalam masyarakat.
Kemajemukan budaya lokal di Indonesia tercermin dari keragaman budaya dan etika istiadat dalam masyarakat. Suku bangsa di Indonesia, menyerupai suku Jawa, Sunda, Batak, Minang, Timor, Bali, Sasak, Papua, dan Maluku mempunyai etika istiadat dan bahasa yang tidak sama-beda.
Berbagai suku bangsa di Indonesia |
Setiap suku bangsa tersebut tumbuh dan berkembang sesuai dengan alam lingkungannya. Keadaan geografis yang terisolir mengakibatkan penduduk setiap pulau membuatkan pola hidup dan etika istiadat yang tidak sama-beda.
Misalnya, perbedaan bahasa dan etika istiadat antara suku bangsa Gayo-Alas di tempat pepegununganan Gayo-Alas dengan penduduk suku bangsa Aceh yang tinggal di pesisir pantai Aceh.
Menurut Soekmono dalam Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I, masyarakat awal pada zaman praaksara yang hadir pertama kali di Kepulauan Indonesia ialah ras Austroloid sekitar 20.000 tahun yang lalu.
Selanjutnya, disusul kehadiran ras Melanosoid Negroid sekitar 10.000 tahun lalu. Ras yang hadir terakhir ke Indonesia ialah ras Melayu Mongoloid sekitar 2500 tahun SM pada zaman Neolithikum dan Logam.
Ras Austroloid kemudian bermigrasi ke Australia dan sisanya hidup di di Nusa Tenggara Timur dan Papua. Ras Melguasia Mongoloid berkembang di Maluku dan Papua, sedangkan ras Melayu Mongoloid menyebar di Indonesia kepingan barat.
Ras-ras tersebut tersebar dan membentuk banyak sekali suku bangsa di Indonesia. Kondisi tersebut juga mendorong terjadinya kemajemukan budaya lokal banyak sekali suku bangsa di Indonesia.
Menurut James J. Fox, di Indonesia terdapat sekitar 250 bahasa daerah, tempat aturan adat, guaka ragam kebiasaan, dan etika istiadat.
Namun, tiruana bahasa tempat dan dialek itu sebetulnya berasal dari sumber yang sama, yaitu bahasa dan budaya Melayu Austronesia. Di antara suku bangsa Indonesia yang banyak jumlahnya itu mempunyai dasar persamaan sebagai diberikut.
- Asas-asas yang sama dalam bentuk komplotan masyarakat, menyerupai bentuk rumah dan etika perkawinan.
- Asas-asas persamaan dalam aturan adat.
- Persamaan kehidupan sosial yang berdasarkan asas kekeluargaan.
- Asas-asas yang sama atas hak milik tanah.
Ciri-Ciri Budaya Lokal
Ciri-ciri budaya lokal sanggup dikenali dalam bentuk kelembagaan sosial yang dimiliki oleh suatu suku bangsa.
Kelembagaan sosial ialah ikatan sosial bersama di antara anggota masyarakat yang mengoordinasikan tindakan sosial bersama antara anggota masyarakat. Lembaga sosial mempunyai orientasi sikap sosial ke dalam yang sangat kuat.
Hal itu ditunjukkan dengan orientasi untuk memenuhi kebutuhan anggota forum sosial tersebut. Dalam forum sosial, hubungan sosial di antara anggotanya sangat bersifat langsung dan didasari oleh loyalitas yang tinggi terhadap pemimpin dan gengsi sosial yang dimiliki.
Bentuk kelembagaan sosial tersebut sanggup dijumpai dalam sistem bahu-membahu di Jawa dan di dalam sistem banjar atau ikatan etika di Bali.
Gotong royong ialah ikatan hubungan tolong-menolong di antara masyarakat desa. Di tempat pedesaan pola hubungan bahu-membahu sanggup terwujud dalam banyak aspek kehidupan.
Kerja bakti, membersihkan desa, dan pguan bersama ialah beberapa rujukan dari acara bahu-membahu yang hingga kini masih sanggup ditemukan di tempat pedesaan.
Di dalam masyarakat Jawa, kebiasaan bahu-membahu terbagi dalam banyak sekali macam bentuk. Bentuk itu di antaranya berkaitan dengan upacara siklus hidup manusia, menyerupai perkawinan, kematian, dan pguan yang dikemas dalam bentuk selamatan.
Di dalam masyarakat Jawa, pelaksanaan selamatan ada yang dilakukan secara individual ataupun secara kolektif.
Tujuannya ialah untuk memperkuat ikatan sosial masyarakat yang dilakukan oleh suatu kelompok sosial tertentu.
Misalnya, keraton Yogyakarta dan Surakarta ialah kelompok masyarakat yang paling sering melaksanakan ritual selamatan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan, menyerupai gerebeg, sedekah bumi, upacara apeman, dan pegununganan yang masih dilaksanakan hingga sekarang.
Di tempat Bali, beberapa bentuk kebudayaan lokal masih dilaksanakan hingga ketika ini. Misalnya, mebanten atau membuat sesaji setiap hari sebanyak tiga kali oleh masyarakat Bali sebagai perwujudan
rasa syukur, hormat, dan penyembahan kepada Tuhan.
Konsep kepercayaan masyarakat Bali yang menjadi budaya ialah etika untuk melilitkan kain berwarna hitam dan putih pada batang pohon yang besar, tiang, dan bangunan di setiap tempat di Pulau Bali.
Selain itu, rujukan budaya lokal ialah upacara Ngaben yang ketika ini menjadi tontonan para wisatawan yang hadir ke Bali.
Ngaben ialah upacara tradisi membakar mayat orang yang sudah meninggal sebagai bentuk penghormatan terhadap orang yang sudah meninggal.
Salah satu acara masyarakat Bali yang diikat oleh prinsip kebudayaan lokal ialah sistem pengairan di Bali yang disebut Subak.
Subak ialah salah satu bentuk bahu-membahu atau sistem pengelolaan air untuk mengairi lahan persawahan berbentuk organisasi yang anggotanya diikat oleh pura subak.
Di dalam sistem subak terdapat pinjaman kerja berdasarkan hak dan kewajiban sebagai anggota subak.
Oleh alasannya ialah itu, apabila ada masyarakat yang tidak menjadi anggota maka ia tidak berhak atas jatah air untuk mengairi sawahnya dan mengurus pura serta bebas dari tiruana kewajiban di sawah dan pura. Budaya lokal di Indonesia mempunyai banyak sekali perbedaan.
Suku-suku bangsa yang sudah banyak bergaul dengan masyarakat luar dan bersentuhan dengan budaya modern, menyerupai suku Jawa, Minangkabau, Batak, Aceh, dan Bugis mempunyai budaya lokal yang tidak sama dengan suku bangsa yang masih tertutup atau terisolasi menyerupai suku Dayak di pedalaman Kalimantan atau suku bangsa Wana di Sulawesi Tengah.
Perbedaan budaya tersebut sanggup menimbulkan konflik sosial akhir adanya perbedaan sikap yang dilandasi nilai-nilai budaya yang tidak sama.
Oleh alasannya ialah itu, diharapkan konsep budaya yang mengandung nilai kebersamaan, saling menghormati, toleransi, dan solidaritas antarmasyarakat masyarakat yang hidup dalam komunitas yang sama.
Misalnya, para mahasiswa yang tinggal di rumah indekos di Yogyakarta. Para mahasiswa tersebut berasal dari banyak sekali tempat di Indonesia yang mempunyai budaya dan etika istiadat yang tidak sama-beda.
Perbedaan budaya tersebut sanggup menimbulkan konflik sosial dalam kehidupan sehari-hari apabila tidak dikelola dengan baik. Oleh alasannya ialah itu, diharapkan rasa toleransi dan saling menghormati antarpenghuni rumah indekos.
Sikap toleransi antarpenghuni rumah indekos tersebut akan muncul apabila didasari prinsip relativisme budaya yang memandang bahwa setiap kebudayaan tersebut tidak sama dan unik serta tidak ada nilai-nilai budaya suatu kelompok yang dianggap lebih baik atau jelek dibanding kelompok lainnya.
Post a Comment for "Pengertian, Konsep Dan Ciri-Ciri Budaya Lokal Atau Kearifan Lokal Berdasarkan Para Ahli"