Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sistem Kepercayaan Yang Ada Serta Berkembang Dalam Masyarakat Flores

Penduduk orisinil suku bangsa Flores terdiri atas beberapa sub-sub suku bangsa, antara lain orang Manggarai, orang Riung, orang Ngada, orang Nage-Keo, orang Ende, orang Lio, orang Sikka, dan orang Larantuka.

Sebelum mengenal agama, penduduk orisinil Flores mengenal konsep religi berupa kepercayaan kepada roh-roh nenek moyang. Dalam bahasa Manggarai, roh-roh nenek moyang disebut Empo atau andung.

Adapun istilah untuk roh orang yang sudah meninggal disebut poti. Roh-roh dianggap menempati alam sekeliling kawasan tinggal manusia, contohnya dalam tiang rumah, dalam sebuah perigi (sumur), di persimpangan jalan, dalam sebuah pohon besar, dan di halaman rumah. 

Di samping itu penduduk orisinil Flores dan orang Manggarai juga percaya kepada makhluk-makhluk halus yang menjaga rumah dan halaman, menjaga desa (nagagolo), dan menjaga tanah pertanian (naga tana). 

Roh-roh halus itu dinamakan ata pelesina yang artinya makhluk-makhluk yang berada di dunia lain. Masyarakat budbahasa pada masa lampau juga mempercayai adanya makhluk-makhluk halus yang menguasai hutan, sungai, dan sumber air. 

Makhluk-makhluk halus yang menguasai hutan, sungai, dan sumber air disebut darat. Banyak dari ata pelesina dan darat yang sanggup dihubungi melalui upacara-upacara kerindangan atau upacara-upacara pertanian. Semua roh atau makhluk halus tersebut, ada yang bersifat baik dan ada yang jahat. 

Roh-roh itu menhadirkan penyakit, bencana, dan kematian, kalau tidak diperhatikan sesuai dengan cara-cara adat. Adapun roh-roh yang bersifat jahat ialah jin dan setan.

Suatu unsur penting dalam religi orisinil masyarakat budbahasa Flores ialah kepercayaan kepada Dewa Tertinggi. Orang Manggarai menyebut tuhan tertinggi sebagai Mori Karaeng, sedangkan orang Ngada menyebutnya deva.

Dalam dongeng-dongeng mitologi orang Manggarai, Mori Karaeng dianggap sebagai pencipta alam dan ada dongeng-dongeng khusus terkena cara ia membuat bumi, manusia, dunia roh, binatang, dan tumbuh-tumbuhan. 

Selain itu ada pula dongeng-dongeng yang menceritakan wacana adanya angin, gempa bumi, petir dan sebagainya. 

Ada pula dongeng terkena bagaimana Mori Karaeng mengajari insan membuat tenunan, membuat tuak, dan sebagainya. 

Selain sebagai pencipta alam dan penjaga adat, Mori Karaeng juga dikenal sebagai tokoh tuhan yang dalam ilmu antropologi disebut sebagai tuhan pembawa budbahasa atau cultural hero.

Upacara keagamaan yang orisinil berdasarkan budbahasa Manggarai dilakukan oleh seorang yang disebut ata mbeko. Jabatan itu tidak didapat dari keturunan melainkan alasannya ialah mencar ilmu dari seorang ata mbeko yang sudah berpengalaman. 

Baik pria maupun wanita sanggup menjadi ata mbeko. Seorang ata mbeko kadang-kadang diundang untuk memdiberi petunjuk atau melakukan upacara-upacara sekitar rumah tangga yang berkaitan dengan upacara sekitar siklus hidup manusia.

Di samping itu ia sering juga diundang untuk menyembuhkan penyakit, meramal nasib, mempersembahkan jimat kesaktian bahkan untuk mempersembahkan guna-guna kepada musuh.

Upacara pemakaman dan berkabung pada budbahasa Flores sangatlah komplek. Dalam agama orisinil mereka mempercayai bahwa sehabis mati rohnya akan berkeliaran di sekitar rumah terutama di sekitar kawasan pulas. Lima hari sehabis tamat hayat diadakan upacara yang disebut kelas. 

Pada upacara kelas tersebut jiwa yang sudah mati dianggap menjelma roh (poti), melepaskan segala hubungan dengan yang hidup di alam fana dan pergi ke alam awet kawasan Mori Karaeng. Pada upacara ini biasanya memotong seujung binatang kurban.

Sumber http://www.kuttabku.com

Post a Comment for "Sistem Kepercayaan Yang Ada Serta Berkembang Dalam Masyarakat Flores"