Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengertian, Ciri-Ciri, Jenis-Jenis Dan Macam-Macam Referensi Folklor Berikut Cara Dan Upaya Melestarikan Tradisi Lisan

Berikut ini akan dijelaskan terkena tradisi lisan, pengertian tradisi lisan, pengertian folklore, folklor lisan, ciri ciri tradisi lisan, folklore non lisan, folklor sebagian lisan, teladan tradisi lisan, jenis jenis folklor, jenis jenis tradisi lisan, macam macam tradisi lisan, dongeng rakyat, bahasa rakyat, logat, slang, bahasa pedagang, shoptalk, colloquial, circumlocution, onomastis, puisi rakyat, peribahasa rakyat, ungkapan tradisional, teka-teki rakyat, pertanyaan tradisional, nyanyian rakyat, folksong, cara melestarikan tradisi lisan, upaya melestarikan tradisi lisan.

Perkembangan Tradisi Lisan Dalam Masyarakat

Suatu masyarakat mempunyai beberapa macam cara untuk mewariskan nilai-nilai sejarah dan kebudayaannya yang berupa kebiasaan, moral istiadat, dan sejarah kepada generasi penerusnya. 

Pada masyarakat prasejarah proses pewarisan kebudayaan tersebut dilakukan melalui tradisi lisan alasannya yaitu masyarakat tersebut belum mengenal tulisan.

Suatu masyarakat mempunyai beberapa macam cara untuk mewariskan masa lalunya yang berupa kebiasaan, moral istiadat, dan sejarah kepada generasi penerusnya. 

Proses pewarisan kebudayaan tersebut dilakukan melalui bukti-bukti tertulis dan penuturan secara lisan atau dongeng dari generasi bau tanah kepada generasi penerus. 

Pada masa sejarah di mana munusia sudah mulai mengenal goresan pena maka proses pewarisan kebudayaan suatu kelompok masyarakat dilakukan dengan cara memakai tulisan. 

Sebaliknya, pada masa di mana insan belum mengenal goresan pena maka proses pewarisan masa kemudian dilakukan dengan cara lisan melalui penuturan dari verbal ke verbal secara turun-temurun. 

Proses kebiasaan masyarakat untuk mewariskan budaya kepada generasi diberikutnya yang dilakukan secara lisan disebut tradisi lisan.

A. Pengertian Tradisi Lisan

Tradisi lisan ialah salah satu jenis warisan kebudayaan masyarakat setempat yang proses pewarisannya dilakukan secara lisan.

Menurut Jan Vansina, pengertian tradisi lisan (oral tradition) yaitu "oral testimony transmitted verbally, from one generation to the next one or more” (kesaksian yang diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi). 

Tradisi lisan muncul di lingkungan kebudayaan lisan dari suatu masyarakat yang belum mengenal tulisan. 

Di dalam tradisi lisan terkandung unsur-unsur kejadian sejarah, nilai-nilai moral, nilai-nilai keagamaan, moral istiadat, cerita-cerita khayalan, peribahasa, nyanyian, serta mantra-mantra suatu masyarakat.

Seringkali pengertian tradisi lisan dianggap sama dengan folklor. Namun, kedua unsur kebudayaan tersebut bersama-sama mempunyai perbedaan. 

Folklor terdiri atas folklor lisan dan setengah lisan dan proses penyebarannya dilakukan secara lisan dari verbal ke verbal atau dengan cara-cara lainnya. 

Sebaliknya, tradisi lisan yaitu salah satu jenis folklor berbentuk lisan dan proses pewarisannya spesialuntuk dilakukan secara lisan. Oleh alasannya yaitu itu, folklor lebih luas pengertiannya dibandingkan tradisi lisan. 

Bentuk tradisi lisan terdiri atas dongeng rakyat, teka-teki rakyat, peribahasa rakyat, dan nyanyian rakyat, sedangkan folklor meliputi beberapa aspek tiruana jenis tradisi lisan, tari-tarian rakyat, dan arsitektur rakyat.

B. Jenis-Jenis Tradisi Lisan

Tradisi lisan terdiri atas dongeng rakyat, bahasa rakyat, teka-teki rakyat (pertanyaan tradisional), peribahasa rakyat (ungkapan tradisional), dan nyanyian rakyat. Pada uraian diberikut ini akan dijelaskan wacana banyak sekali macam tradisi lisan tersebut.

1. Cerita Rakyat

Cerita rakyat yaitu dongeng pada zaman lampau yang hidup di kalangan rakyat yang diceritakan secara turun-temurun. Meskipun sebagian besar isi dongeng rakyat spesialuntuk meliputi dongeng khayalan, namun di dalam dongeng rakyat tersebut terkandung pesan moral yang meliputi nasihat-nasihat. 

Oleh alasannya yaitu itu, dongeng rakyat sanggup digunakan sebagai masukana pewarisan kebudayaan dan moral istiadat dari suatu masyarakat kepada generasi diberikutnya. 

Menurut William R. Bascom, dongeng rakyat terdiri atas tiga golongan, yaitu mitos, legenda, dan dongeng. misal dongeng rakyat yang berupa dongeng mitologi yaitu dongeng terjadinya dewi padi, Dewi Sri, dan dongeng terjadinya mado (marga) di Pulau Nias. 

misal dongeng rakyat berupa legenda yaitu legenda Ken Arok, legenda Panji, dan legenda para Wali. misal dongeng rakyat yang berupa dongeng yaitu dongeng Sang Kancil, Ande-Ande Lumut, Bawang Putih dan Bawang Merah, Sang Kuriang atau legenda terjadinya Gunung Tangkuban Perahu di Jawa Barat, dan dongeng Bujang Munang dari Kalimantan Barat.

2. Bahasa Rakyat

Menurut James Danadjaja dalam buku Folklor Indonesia, bentuk-bentuk tradisi lisan yang termasuk dalam kelompok bahasa rakyat yaitu logat atau dialek, slang, bahasa pedagang (shoptalk), bahasa sehari-hari yang menyimpang dari bahasa konvensional (colloquial), sirkumlokusi, 

cara pemdiberian nama pada seseorang, gelar kebangsawanan, bahasa bertingkat (speech level), kata-kata onomatopoetis (onomatopoetic), dan pemdiberian nama tradisional jalan atau tempat tertentu menurut legenda sejarah (onomastis).

a. Logat

Logat atau dialek yaitu gaya bahasa suatu tempat di Indonesia. Misalnya, logat bahasa Jawa Indramayu yang ialah adonan bahasa Jawa dan bahasa Sunda, logat bahasa Sunda dari Banten, logat bahasa Jawa Cirebon, dan logat bahasa Sunda Cirebon.

b. Slang

Slang atau bahasa diam-diam yaitu ragam bahasa tidak resmi yang bersifat musiman yang digunakan oleh suatu kelompok masyarakat tertentu untuk komunikasi intern dengan maksud menyamarkan arti bahasanya terhadap orang luar. 

Menurut engkaus Webster’s New World Dictionary of the American Languang slang berasal dari kosakata dan idiom yang digunakan oleh para penjahat dan gelandangan. Pada ketika ini, slang disebut juga cant.

misal ragam bahasa cant banyak digunakan oleh kelompok pengguna narkoba. Misalnya, penerapan istilah nyipek (menghisap ganja), ganjis, (ganja), cimeng (pil ekstasi), putauw (heroin), sakauw (ketagihan narkoba), dan bong (alat penghisap heroin). 

Selain itu, cant juga banyak digunakan di kalangan para penjahat dan pencopet. Cant di kalangan para penjahat disebut juga argot. 

Misalnya, penerapan istilah jengkol untuk menyebut kacamata yang akan menjadi samasukan penjambretan dan rumput untuk sebut polisi di kalangan para penjahat di Jakarta. 

Ragam bahasa cant juga digunakan oleh para perempuan pekerja seks komersial (PSK) di Jawa Tengah dengan cara menambahi suku kata se pada tamat setiap suku kata dalam suku kata yang mereka ucapkan. Misalnya, kata kowe (engkau) setelah diimbuhi suku kata se menjadi kosewese.

c. Bahasa Pedagang (Shoptalk)

Bahasa pedagang yaitu ragam bahasa yang digunakan di kalangan pedagang untuk melaksanakan transaksi. Di Jakarta, bahasa pedagang yang digunakan di pasar-pasar berasal dari istilah yang dipinjam dari bahasa Mandarin dari suku bangsa Hokkian. 

Misalnya, istilah-istilah harga suatu barang, menyerupai jigo (dua puluh lima rupiah), cepek (seratus rupiah), dan cetiau (sejuta).

d. Kolokuial (Colloquial)

Kolokuial yaitu bahasa-bahasa sehari-hari yang menyimpang dari bahasa konvensional. Misalnya, bahasa sehari-hari yang digunakan para remaja di Jakarta, menyerupai jomblo (tidak punya pacar), tajir (kaya), dan jutek (judes), garing (membosankan), jaim (jaga wibawa), jayus (kuno), culun (lugu), dan jeti (juta). Fungsi kolokuial digunakan untuk menambah keakraban dalam pergaulan remaja.

e. Sirkomlokusi (Circumlocution)

Sirkomlokusi yaitu ungkapan tidak eksklusif yang digunakan untuk sebut suatu benda atau suatu tempat. 

misal sirkomlokusi yaitu penyebutan istilah harimau yang hidup di suatu hutan dengan istilah eyang (kakek) dalam masyarakat Jawa dan datuk (kakek) di kalangan masyarakat Jambi. 

Penggunaan sirkomlokusi nama hewan tersebut digunakan untuk menghindari terkaman harimau apabila seseorang akan berjalan melewati hutan. 

Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, harimau di hutan tidak akan menerkam insan apabila dipanggil kakek. Masyarakat Jawa meyakini bahwa seorang kakek tidak akan melukai dan membunuh cucunya sendiri. 

Di kalangan orang Bali juga terdapat kepercayaan untuk tidak mengucapkan beberapa istilah tertentu selama pguan. Jika dilanggar, maka penyebutan istilah yang tidak boleh tersebut akan mengakibatkan kegagalan pguan. 

Oleh alasannya yaitu itu, digunakan kata-kata sirkomlokusi. Misalnya, penerapan istilah kutu sawah untuk menggantikan kata kerbau, monyet diganti dengan istilah kutu dahan, dan istilah ular diganti dengan si perut panjang.

f. Pemdiberian Nama pada Seseorang

Teknik pemdiberian nama pada seseorang ialah teladan bahasa rakyat. Di Jawa Tengah, seseorang tidak mempunyai nama keluarga. Untuk memdiberi nama pada seorang anak, orang bau tanah harus memperhitungkan tanggal dan hari lahir anak (weton) sehingga sesuai nama yang didiberikan. 

Selanjutnya, seorang laki-laki yang sudah berkeluarga akan mendapat nama remaja (jeneng tuwo). Namun, pemdiberian nama remaja ini spesialuntuk dilakukan pada para pria. 

Meskipun sudah jarang dilakukan, penambahan nama gres setelah remaja masih dijumpai di wilayah pedesaan di Surakarta dan Yogyakarta. Pemdiberian nama pada seseorang sanggup dilakukan menurut ciri-ciri fisiknya. 

Di Jawa masih terdapat kebiasaan untuk memdiberi nama julukan pada seseorang, selain nama pribadinya menurut bentuk badan si anak. Misalnya, si jangkung (tinggi), si pendek (pendek), dan si nonong (dahinya menonjol).

g. Pemdiberian Gelar Kebangsawanan

Pemdiberian gelar kebangsawanan atau jabatan tradisional yaitu salah satu bentuk bahasa rakyat. Pemdiberian gelar kebangsawanan atau jabatan tradisional ini masih dilakukan di Keraton Yogyakarta dan Surakarta. 

Gelar kebangsawanan seorang laki-laki di Jawa Tengah secara berturut-turut yaitu mas, raden, raden mas, raden panji, raden tumenggung, raden ngabehi, raden mas panji, dan raden mas aria. 

Gelar kebangsawanan seorang perempuan di Jawa Tengah secara berturut-turut yaitu raden roro, raden ajeng, dan raden ayu. 

Gelar-gelar tradisional tersebut juga masih terdapat di desa Adat Trunyan, Bali, yaitu kubuyan, busuk mucuk, busuk madenan, busuk merapat, saing nem, saing pitu, saing kutus, saing sanga, saing diyesta, punggawa, pasek dan penyarikan.

h. Bahasa Bertingkat

Bahasa bertingkat atau speech level yaitu bahasa yang dipergunakan menurut adanya perbedaan dalam lapisan masyarakat. Bahasa bertingkat berlaku dalam lapisan masyarakat, tingkatan masyarakat, dan kelompok umur. 

Penggunaan bahasa bertingkat berkaitan dengan nilai budaya masyarakat dan sopan santun. misal Jenis bahasa bertingkat di kalangan masyarakat Jawa Tengah adalah, bahasa ngoko (bahasa yang tidak resmi dan bersifat kurang hormat); bahasa kromo ( bahasa yang bersifat setengah resmi dan bersifat sedikit hormat); bahasa kromo inggil (bahasa yang bersifat resmi dan sopan). 

misal Jenis bahasa bertingkat di kalangan masyarakat Sunda yaitu bahasa bernafsu (bahasa yang tidak sopan dan tidak resmi); bahasa penengah (bahasa yang bersifat sedikit sopan dan setengah resmi); dan bahasa lemes (bahasa yang bersifat sopan dan resmi). 

misal bahasa bertingkat orang Bali yaitu bahasa nista (rendah); bahasa madia (menegah); dan bahasa utama (resmi).

i. Onomatopoetis

Onomatopoetis yaitu kata-kata yang dibuat dengan mencontoh bunyi atau bunyi alamiah. Misalnya, kata greget dalam bahasa Betawi, yang berarti perasaan sengit sehingga seperti ingin menggigit orang yang menjadi samasukan kemarahan. 

Kata greget terbentuk dengan mencontoh bunyi beradunya barisan gigi rahang atas dan rahang bawah. misal onomatopetis yaitu kata dalam bahasa Jawa gemlodak (riuh rendah) untuk menerangkan bunyi suatu benda yang digerakgerakan dalam sebuah kotak kayu.

j. Onomastis

Onomastis yaitu pemdiberian nama tradisional jalan atau tempat tertentu menurut legenda sejarah. Misalnya, pemdiberian nama kota Surabaya untuk mengenang pertempuran antara buaya (boyo) dan hiu (sura). Menurut James Danandjaja, bahasa rakyat mempunyai empat fungsi, antara lain:

1) memdiberi dan memperkukuh identitas kelompok;
2) melindungi pemakai bahasa rakyat dari ancaman kelompok lain atau penguasa;
3) memperkukuh pemakai bahasa rakyat dalam sistem pelapisan sosial masyarakat;
4) memperkukuh kepercayaan rakyat terhadap nuilai-nilai budayanya.

3. Sajak atau Puisi Rakyat

Ciri khas folklor lisan berbentuk sajak rakyat yaitu kalimatnya berbentuk terikat (fixed phrase). Sajak atau puisi rakyat yaitu kesusastraan rakyat yang terdiri atas beberapa deret kalimat yang dibuat menurut unsur mantra, panjang pendeknya suku kata, dan lemah kuatnya tekanan bunyi atau irama.

Sajak atau puisi rakyat sanggup berbentuk ungkapan tradisional (peribahasa), pertanyaan tradisional (teka-teki), dongeng rakyat, dan kepercayaan rakyat berupa mantra-mantra. 

Menurut W. Meijner, menyerupai puisi-puisi rakyat dari bangsa lain, puisi rakyat bangsa Indonesia seringkali bertumpang tindih dengan jenis-jenis folklor lainnya. 

Suku-suku bangsa di Indonesia mempunyai banyak sekali khazanah puisi rakyat yang masih belum tergali kekayaannya. misal puisi rakyat di dalam suku bangsa Jawa yaitu jenis puisi rakyat yang harus dinyanyikan yang disebut tembang. 

misal puisi rakyat berbentuk tembang yaitu tembang sinom, kinanti, pangkur, dan durma. misal puisi rakyat di dalam suku bangsa Sunda yaitu puisi rakyat yang berfungsi sebagai sindiran yang disebut sisindiran. 

Berdasarkan jenisnya sisindiran dibagi menjadi dua kategori, yakni sisindiran yang disebut paparikan dan wawangsalan. 

misal puisi rakyat dalam bahasa Bali disebut dengan istilah geguritan yang bertema duduk kasus percintaan. 

Beberapa jenis sajak atau puisi rakyat yaitu sajak untuk belum dewasa (nursery rhyme), sajak permainan (play rhyme), dan sajak untuk memilih siapa yang menjadi lawan dalam satu permainan atau tuduhan (counting out rhyme). 

misal sajak belum dewasa suku Betawi yang paling populer adalah, ”pok ame-ame, balang kupu-kupu, tepok rame-rame, malam minum susu…” Sajak belum dewasa tersebut dibawakan untuk menghibur bayi yang sedang duka biar tertawa. 

misal sajak permainan lainnya yang berasal dari tempat Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu sebagai diberikut:

”Eee dhayohe teko (he tamunya hadir),
Eee gelarno kloso (he gelarlah tikar),
Eee klosone bedhah (he tikarnya robek),
Eee tembelen jadah (he tambal saja dengan
makanan ringan bagus uli),
Eee jadahe mambu (he makanan ringan bagus ulinya bau),
Eee pakakno asu (he diberikan pada anjing),
Eee asune mati (he anjingnya mati),
Eee membuangen kali (he membuanglah ke kali)”.

misal sajak untuk memilih siapa yang menjadi lawan dalam suatu permainan atau tuduhan (counting out rhyme) dalam folklor Betawi yaitu dengan mengucapkan ”hom pimpah, halai hom gambring, ”dan ”hom pin sut!” Sajak belum dewasa yang tidak mempunyai arti tersebut diucapkan bersama-sama oleh beberapa anak sebelum dimulainya suatu permainan.

4. Peribahasa Rakyat (Ungkapan Tradisional)

Menurut Cervantes, peribahasa atau ungkapan tradisional yaitu kalimat pendek meliputi nasihat bijak bagi masyarakat. Di Indonesia setiap suku bangsa mempunyai khazanah peribahasa rakyat yang meliputi petuah-petuah bijak dan aliran nilai-nilai budaya dalam kehidupan masyarakat. 

Misalnya, di Bali terdapat peribahasa rakyat yang berbunyi, ”yen melali aluthan, dan takhut selem” (jika berani bermain dengan arang, tidakboleh takut menjadi hitam). 

Arti peribahasa tersebut yaitu apabila seseorang berani menghadapi ancaman maka ia juga harus menghadapi resikonya. 

Peribahasa rakyat atau ungkapan tradisional mempunyai dua sifat dasar, yaitu berbentuk satu kalimat ungkapan dan mempunyai bentuk yang baku. 

Berdasarkan jenisnya, ungkapan tradisional atau peribahasa rakyat sanggup dikelompokkan menjadi empat golongan, antara lain sebagai diberikut.
  • Peribahasa berbentuk ungkapan tradisional yang mempunyai struktur kalimat yang lengkap meliputi petuah bijak. Misalnya, ”buah yang bagus berulat di dalamnya” (orang yang bermulut manis, tetapi sesungguhnya hatinya jahat).
  • Peribahasa yang tidak lengkap kalimatnya dan meliputi kiasan. Misalnya, peribahasa Melayu, ”terajuk kecewa, tersaukkan ikan suka, tersaukkan batang masam”, (orang yang spesialuntuk ingin mengambil untung tanpa bekerja keras).
  • Peribahasa perumpamaan, yang dimulai dengan kata-kata menyerupai atau sebagai. Misalnya, ”seperti telur di ujung tanduk” (menggambarkan keadaan yang sangat gawat); atau ”bagai belut diregang”, (menggambarkan orang yang sangat kurus).
  • Ungkapan-ungkapan yang menyerupai peribahasa, yaitu ungkapan-ungkapan hinaan (insult), celetukan (retort), atau suatu jawabanan yang pendek, tajam, lucu, atau peringatan yang sanggup menyakitkan hati. Misalnya, ungkapan dalam bahasa Jawa ”kebo dicencang, sapi ditarik (disingkat borik), yang meliputi ungkapan penghinaan terhadap orang yang bermuka buruk.

5. Teka-Teki Rakyat (Pertanyaan Tradisional)

Pertanyaan tradisional atau teka-teki rakyat yaitu pertanyaan yang sukar untuk dijawaban dan gres sanggup dijawaban setelah diketahui jawabanannya. Beberapa teladan teka-teki rakyat (pertanyaan tradisional), antara lain sebagai diberikut.
  • ”Anaknya bersarung, induknya telanjang, apakah itu ?” Jawabnya ”rebung bambu”.
  • ”Dua ujung kelinci putih keluar masuk gua, apakah itu ?” Jawabnya ”ingus di hidung seorang anak kecil yang sedang pilek.”
  • ”Ayam berbulu terbalik, bermain di kebun, apa itu ?” Jawabnya ”buah nanas”.
  • ”Bulat bagaikan simpai, dalam bagaikan cangkir, seluruh sapi jantan raja tidak sanggup menarikdanuniknya”, Jawabnya ”sebuah sumur”.
Menurut Robert A. Georges dan Alan Dundes, menurut unsur perperihalan di dalam pertanyaan dan jawabanannya, maka teka-teki rakyat atau pertanyaan tradisional tersebut sanggup dikelompokkan ke dalam dua jenis, antara lain;

a. teka-teki yang tidak berperihalan (non oppositional riddles);
b. teka-teki yang berperihalan (oppositional riddles).

Pembagian jenis teka-teki rakyat yang tidak berperihalan pertanyaannya dan jawabanannya didasarkan atas unsur-unsur yang bersifat harfiah (literal) atau kiasan (metaphorical). 

misal teka-teki yang tidak berperihalan yang bersifat harfiah yaitu ”apa yang hidup di sungai?” Jawabannya yaitu ”ikan!” misal teka-teki yang tidak berperihalan yang bersifat kiasan, yaitu ”apakah dua baris kuda putih berbaris di atas bukit merah itu ” Jawabannya yaitu ”sederet gigi di atas gusi!”

Ciri teka-teki berperihalan (oppositional riddles) yaitu perperihalan antara sepasang unsur pelukisannya (descriptive elements). 

Salah satu teladan teka-teki rakyat yang berperihalan di antara unsur-unsur pelukisannya yaitu pertanyaan ”apa yang pergi ke sungai meminum dan tidak meminum?” Jawabannya yaitu ”sapi dan gentanya!” 

Di dalam pertanyaan tersebut terdapat unsur perperihalan antara unsur pelukisan kedua (genta yang tidak meminum) yang mengingkari unsur pelukisan pertama (sapi yang meminum).

6. Nyanyian Rakyat (Folksong)

Menurut Jan Harold Brunvand, nyanyian rakyat yaitu salah satu genre atau bentuk folklor yang terdiri atas kata-kata dan lagu tradisional yang dinyanyikan secara lisan di dalam suatu masyarakat. Berdasarkan kegunaannya jenis-jenis nyanyian rakyat sanggup dibagi menjadi, antara lain;
  • nyanyian rakyat atau isyarat yang digunakan untuk menggugah semangat ”gotong royong” masyarakat menyerupai isyarat holopis kuntul baris dari Jawa Timur atau rambate rata dari Sulawesi Selatan; 
  • nyanyian permainan yang digunakan untuk mengiringi anakanak yang bermain baris-berbaris. Misalnya, nyanyian baris terik tempe, ridong udele bodong (berbaris sayuran dari tempe, Ridong pusarnya menonjol) dari Jawa Timur.
Berdasarkan isinya, nyanyian rakyat sanggup dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu nyanyian rakyat permainan anak-anak, umum, dan kerohanian. 

misal nyanyian rakyat untuk mengiringi tari atau permainan belum dewasa dari banyak sekali tempat yaitu Cublak-Cublak Suweng, Ilir-Ilir, dan Jamuran (Jawa Tengah dan Jawa Timur); Cing Cangkeling (Jawa Barat); Meyong-Meyong (Bali); dan Cik-Cik Periok (Kalimantan).

Nyanyian rakyat umum dinyanyikan untuk mengiringi suatu tarian. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur nyanyian rakyat umum disebut dengan istilah gending, menyerupai gending sinom, pucung, dan asmaradhana. 

Di Bali terdapat nyanyian rakyat umum di dalam kisah balada dan epos yang berasal dari dongeng Mahabharata dan Ramayana. 

Di Jawa Barat terdapat nyanyian rakyat umum yang disebut pantun Sunda, menyerupai Cerita Lutung Kesarung, Cerita Sumur Bandung, Cerita Demung Kalagan, dan Cerita Mundanglaya di Kusuma.

Nyanyian rakyat yang bersifat kerohanian dinyanyikan pada ketika upacara-upacara siklus hidup, menyerupai ketika kelahiran, perkawinan, upacara membersihkan desa, dan pguan. Misalnya, nyanyian Hoho di Nias, dan lagu Bisi serta Pirawat suku Asmat di Papua.

Nyanyian rakyat juga berkembang pada ketika efek budaya Islam mulai menyebar di Indonesia. Misalnya, lagu-lagu unuk mengiringi tari Saman dan Seudati di tempat Aceh, tari Zapin, tari hadrah, serta nyanyian kasidah di beberapa tempat lainnya.

Sumber http://www.kuttabku.com

Post a Comment for "Pengertian, Ciri-Ciri, Jenis-Jenis Dan Macam-Macam Referensi Folklor Berikut Cara Dan Upaya Melestarikan Tradisi Lisan"